Perempuan Terlibat Korupsi karena Kedudukan, Terjerumus, dan Gaya Hidup
Berita

Perempuan Terlibat Korupsi karena Kedudukan, Terjerumus, dan Gaya Hidup

Perempuan harus berpikir cerdas untuk tidak terlibat korupsi. Istri-istri jangan tidak mau tahu asal usul uang yang mereka terima.

NOV
Bacaan 2 Menit

"Jangan lah perempuan-perempuan mau bermegah-megah, bermewah-mewah dengan hasil korupsi, termasuk kalau mendapatkan itu dari suami atau ayahnya. Istri-istri para pemegang kekuasaan itu jangan tidak mau tahu asal-usul uang yang ia terima. Kalau dia pintar dan mengerti, dia akan berhati-hati jangan sampai terlibat korupsi," ujarnya.

Lebih lanjut, Yenti menyatakan, gaya hidup dan sifat konsumtif juga menjadi salah satu pemicu keterlibatan perempuan sebagai pelaku korupsi. Meski ia tidak mengharamkan perempuan memiliki kehidupan mewah dan megah, asal kemewahan dan kemegahan itu dicapai dengan kerja keras, bukan dari hasil korupsi.

Oleh karena itu, Yenti berharap, di Hari Kartini ini, para perempuan bisa meneladani semangat dan kerja keras Kartini. Ia meminta perempuan mulai ikut berpikir, kalau mereka melakukan korupsi, tentu yang menjadi korban adalah rakyat. "Apa iya, kita sebagai perempuan yang berbudi luhur tega menikmati uang yang seharusnya hak rakyat?" tuturnya.

Sementara, pengajar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harjanti berpendapat korupsi bisa dilakukan oleh siapapun, baik perempuan maupun laki-laki. Namun, jika dilihat dari karakter alamiah seorang perempuan, biasanya perempuan akan lebih berhati-hati, detail, dan mempertimbangkan segala aspek sebelum mengambil keputusan.

"Saya tidak tahu, ketika perempuan-perempuan tersebut menduduki jabatan publik dan terjerumus dalam korupsi, apakah nature itu menjadi terkikis? Kemudian, ketika para istri mempunyai suami seorang pejabat publik, saya berharap mereka pun tahu akan aturan hukum yang harus dipatuhi berkaitan dengan jabatan suaminya," katanya.

Susi mengatakan, sebagai istri seorang pejabat publik, sudah sepatutnya mengetahui aturan-aturan hukum dan tanggung jawab berat yang dipikul suaminya. Dengan demikian, istri akan melakukan pengekangan diri agar tidak terlibat korupsi, bahkan istri bisa memperingatkan suaminya agar tidak melanggar aturan hukum.

Pasalnya, menurut Susi, sering kali istri dijadikan pintu masuk bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suaminya. Oleh karena itu, istri harus semaksimal mungkin memagari diri agar tidak menjadi pintu masuk bagi pihak-pihak berkepentingan untuk mempengaruhi berbagai hal yang berkaitan dengan jabatan suaminya.

Susi berkaca, di masa orde baru, istri berperan penting bagi jabatannya suaminya. Misalnya saja, saat suami akan mendapatkan promosi dari suatu institusi. Aktif atau tidaknya istri dalam mengikuti organisasi ibu-ibu di institusi suaminya dapat mempengaruhi penilaian bagi suaminya untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

Selain kedudukan perempuan itu sendiri, Susi menyatakan, faktor gaya hidup juga dapat menjadi pendorong orang melakukan korupsi. Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat yang masih menilai keberhasilan seseorang berdasarkan materi dan penampilan, bukan berdasarkan pengetahuan, kinerja, atau tindakan nyata.

Tags: