Perbedaan Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak
Terbaru

Perbedaan Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak

Kuasa hukum pajak mewakili wajib pajak yang bersengketa. Lalu apa tugas dari konsultan pajak?

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penahanan dua tersangka suap yaitu Aulia Imran Magribi (AIM) dan Ryan Ahmad Ronas (RAR) selaku Konsultan Pajak mewakili PT Gunung Madu Plantations (GMP) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kamis (17/2).

Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan beberapa orang tersangka lainnya di antaranya Angin Prayitno Aji (APA), Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 dan Dadan Ramdani (DR) Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak. Keduanya kembali ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kemudian Wawan Ridwan (WR), Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak dan Alfred Simanjuntak (AS), Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, saat ini proses hukumnya dalam tahap persidangan di Pengadilan Tipikor. KPK juga menahan Veronika Lindawati (VL), Kuasa Wajib Pajak dan Agus Susetyo (AS), Konsultan Pajak. (Baca Juga: Insentif PPnBM DTP Diperpanjang, Begini Pokok Aturannya)

Dalam konferensi persnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi perkara diduga tersangka AIM dan RAR sebagai salah satu konsultan pajak dari PT GMP pada sekitar Oktober 2017 melakukan pertemuan dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak bersama dengan Tim sebagai Tim pemeriksa pajak dari Dirjen Pajak untuk membahas mengenai adanya temuan terkait pembayaran pajak dengan wajib pajak PT GMP.

“Atas temuan tersebut, diduga ada keinginan Tsk AIM dan Tsk RAR agar nilai kewajiban pajak PT GMP direkayasa atau diturunkan tidak sebagaimana ketentuan dengan menawarkan sejumlah uang kepada Wawan Ridwan bersama Tim,” jelas Alex.

Terlepas dari kasus di atas, perlu pemahaman apakah konsultan pajak sama dengan kuasa hukum pajak? Karena mungkin saja masih banyak pihak yang tidak masih beranggapan bahwa dua profesi ini, konsultan pajak dan kuasa hukum pajak adalah sama. Lalu apa perbedaanya?

Merujuk artikel Klinik Hukumonline “Perbedaan Konsultan Pajak dengan Kuasa Hukum Pajak”, arti konsultan pajak disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak (Permenkeu 111/2014) yang berbunyi: “Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Artinya konsultan pajak adalah orang yang bertugas membantu wajib pajak mengurus segala hal yang berhubungan dengan pajak. Dengan begitu, pihak yang menggunakan jasa tersebut dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Sementara itu, arti kuasa hukum pajak (kuasa hukum) dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2017 Tahun 2017 tentang Persyaratan untuk Menjadi Kuasa Hukum Pada Pengadilan Pajak (Permenkeu 184/2017) yang berbunyi: “Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak.”

Namun terkait kuasa hukum pajak terjadi perubahan sebagaimana diatur dalam UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. UU HPP mengubah ketentuan terkait dengan kuasa wajib pajak yang tercantum dalam Pasal 32 ayat (3a) UU KUP yang berbunyi “Seorang kuasa yang ditunjuk harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua,”

Perubahan dimaksud adalah keharusan bagi kuasa wajib pajak untuk memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan. Dalam PMK 184/2017, kuasa hukum pajak wajib memiliki izin kuasa hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permenkeu 184/2017. Namun UU HPP mengecualikan syarat kompetensi tersebut jika kuasa wajib pajak merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah/semenda hingga derajat kedua.

Kemudian penunjukan kuasa didasarkan atas surat kuasa sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (3) UU HPP yang berbunyi “Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Sedangkan dalam Pasal 44E disebutkan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh seorang kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) serta kompetensi tertentu yang harus dimiliki seorang kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3a) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Artinya kompetensi tertentu yang harus dimiliki oleh kuasa hukum pajak sebagaimana dalam UU HPP belum dijelaskan. Sementara belum ada regulasi terbaru yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sehingga aturan yang berlaku masih merujuk pada PMK 184/2017.

Tags:

Berita Terkait