Perbedaan 4 Dokumen Penting: SPA, SSA, SHA dan JVA dalam Merger & Akuisisi
Utama

Perbedaan 4 Dokumen Penting: SPA, SSA, SHA dan JVA dalam Merger & Akuisisi

Berikut diulas perbedaan dan persamaan SPA, SHA, SSA dan JVA, baik secara definisi, para pihak yang terlibat, poin penting yang harus dirumuskan serta tips penanggulangan atas perbedaan rumusan dokumen dengan fakta di lapangan.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Jadi untuk memaksa perusahaan target untuk melakukan kewajibannya,” ujar Dewi.

 

Dalam SPA, kata Dewi, salah satu pasal penting yang harus diatur adalah soal representation/reps & warranties (pernyataan dan jaminan)yang bilamana dilanggar akan dikenakan indemnity (ganti rugi). Reps & warranties merupakan pernyataan (pengakuan) dan jaminan dari para pihak bahwa segala hal yang disebutkan dalam kontrak adalah benar adanya. Yang perlu di highlights, kata Dewi, indemnity atas reps & warranties biasanya dibayarkan diluar harga pembelian. Pembohongan soal issue pajak misalnya, kata Dewi, maka ganti ruginya sebesar kerugian pembeli atas tunggakan dan penalty pajak yang disembunyikan penjual saat meneken SPA.

 

Adapun yang membedakan SHA dengan JVA, lanjut Dewi, berkaitan dengan timeline penandatangannya. Untuk SHA, biasanya ditandatangani setelah pembeli saham tersebut berubah status menjadi pemegang saham. Setelah proses akusisi terjadi misalnya, kata Dewi, maka company akan terbentuk, barulah kemudian hak-hak dan kewajiban para pemegang saham akan dirumuskan dalam SHA. Sebaliknya, kata Dewi, JVA justru ditandatangani sebelum close transaction.

 

Adapun pasal penting yang tak boleh ketinggalan saat merumuskan SHA, kata Dewi, adalah soal exit close mechanism (cara agar salah satu pemegang saham dapat keluar dari perusahaan). Pentingnya pasal exit close, kata Dewi, merupakan antisipasi atas kemungkinan terpecahnya suara para pemegang saham dikemudian hari, baik itu karena ketidakcocokan, miskomunikasi dan lainnya. Sebagai buntut dari exit close, sambung Dewi, jelas dibutuhkan pula pasal yang mengatur bagaimana prosedur pengalihan saham dilakukan.

 

Dalam articles of association-nya, kata Dewi, biasanya diatur bahwa dalam pengalihan saham, maka para pemegang saham memiki hak yang dinamakan rights of first refusal. Artinya, sambung Dewi, jika pemegang saham akan menjual saham kepada pihak ketiga maka ia berkewajiban untuk menawarkan saham tersebut terlebih dahulu kepada pemegang saham lainnya sebelum ia bisa menjual kepada pihak ketiga. Namun untuk pengalihan saham kepada perusahaan terafiliasi, sambung Dewi, maka rights of first refusal itu bisa dikecualikan dalam SHA maupun JVA.

 

“Karena kan saya mau jual nih misalnya ke afiliasi saya, notabene saya saya juga, jadi saya mau itu dikecualikan. Jadi dibilang dalam SHA atau JVA dalam hal pengalihan saham ke afiliasi atau ke system company saya itu ga perlu lagi rights of first refusal dan pemegang saham lainnya otomatis harus menyepakati,” jelas Dewi.

 

(Baca Juga: Bocoran Strategi Lawyer Singapura dan Korsel Agar Transaksi Merger & Akuisisi Berjalan Mulus)

 

Associate pada firma hukum SSEK, Tengku Almira Adlinisa mengakui bahwa perumusan SHA tergolong sulit dan complicated, mengingat pentingnya mendapat persetujuan pemegang saham sejak awal terkait bagaimana solusi kedepan ketika terjadi deadlock. Sehingga, kata Mira, mendiskusikan solusinya bukan lagi setelah terjadinya dispute antara pemegang saham.

Tags:

Berita Terkait