Perbankan Daerah Segera Implementasi Sistem Pembayaran Nasional
Berita

Perbankan Daerah Segera Implementasi Sistem Pembayaran Nasional

Sistem GPN ini untuk merespon kurang efisiennya sistem pembayaran saat ini karena banyak kartu, banyak EDC dan mesin ATM. Namun tidak dapat saling memproses kartu atau instrumen pembayaran ritel pihak lain.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP

Kepala Divisi Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Selatan (Sumsel) Seto Pranoto memastikan perbankan daerah segera mengimplementasikan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

 

"Yang jelas untuk bank-bank nasional sudah memiliki sistemnya, tinggal lagi bank pembangunan daerah (BPD). Untuk itu, BPD bisa melakukan sertifikasi dahulu untuk memastikan infrastruktur bisa melakukan transaksi sesuai standar GPN," kata Seto di Palembang, Rabu (24/1/2018) seperti dikutip Antara.

 

Sejauh ini, BI mencatat masih terdapat 10 lembaga bank yang belum terhubung dengan sistem GPN dari sekitar 70 bank yang melayani transaksi menggunakan kartu. Sementara itu, sesuai peraturan bank sentral, perbankan diberi waktu paling lambat 30 Juni 2018 untuk menjadi pihak yang terhubung atau terkoneksi pada minimal dua lembaga switching.

 

Baca Juga: Peraturan BI Soal National Payment Gataway Terbit, Ini Poin-Poin Pentingnya

 

Direktur Utama PT Bank Sumsel Babel (BSB) M Adil mengatakan perusahaannya sangat merespon positif langkah bank sentral ini. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan apakah pengintegrasian ini akan mengeluarkan biaya lagi mengingat BSB telah habis-habisan membenahi infrastruktur pada 2017.

 

"Pada prinsipnya kami mendukung, tapi harus jelas juga hitung-hitungan bisnisnya. Bagaimana pembagian fee-nya bagi bank lain yang menggunakan infrastruktur kami," kata Adil.

Sementara itu, Deputi Direktur Pusat Program Transformasi BI A. Donanto H. Wibowo, mengatakan saat ini yang menjadi kendala bank sentral dalam mewujudkan sistem GPN ini tak lain ingin mengajak para pelaku perbankan untuk duduk bersama.

 

Seperti diketahui, tidak semua bank memiliki kemutakhiran infrastruktur teknologi informatika yang sama. Di sisi lain, terkadang kecanggihan ini dijadikan alat untuk meningkatkan brand perusahaan dalam upaya memenangkan persaingan.

 

"Kami sudah menawarkan suatu skema yakni bank yang menggunakan infrastruktur bank lain akan memberikan fee. Tapi ini tidak semudah yang dibayangkan karena ini lagi-lagi perkara bisnis," kata dia.

 

Menurut Donanto, BI memunculkan sistem GPN ini untuk merespon kurang efisiennya sistem pembayaran saat ini karena banyak kartu, banyak mesin EDC dan mesin ATM. Namun tidak dapat saling memproses kartu atau instrumen pembayaran ritel (perdagangan eceran) pihak lain.

 

"Bahkan jika ditelaah kondisi itu berdampak pada pengeluaran devisa yang tidak perlu, seperti impor kartu dan mesin EDC," kata dia.

 

Donanto menambahkan fee atau biaya transaksi pembayaran saat ini masih tinggi dengan kisaran 1,6 persen sampai 2,2 persen dibanding negara tetangga dalam kisaran 0,2 persen - 1 persen. "Melalui GPN, sistem pembayaran Indonesia ke depan akan mencakup semua layanan, satu sistem untuk semua, lebih inklusif, mudah dan efisien. Dan yang terpenting selalu terjaga keamanannya," katanya.

 

Seperti diketahui, sistem GPN efek berlakunya Peraturan BI No. 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional atau dikenal National Payment Gateway (NPG). Aturan ini sebagai integrasi sistem pembayaran nasional yang saling terhubung (interkoneksi) dan saling dapat dioperasikan (interoperabilitas). Tujuannya, mewujudkan sistem pembayaran nasional yang lancar, aman, efisien, dan andal sekaligus memudahkan pemrosesan transaksi pembayaran ritel domestik. Diharapkan GPN ini dapat mendorong peningkatan penggunaan transaksi nontunai (elektronik) oleh masyarakat.

  

Hal terpenting PBI GPN ini mengatur ruang lingkup GPN mencakup transaksi pembayaran domestik meliputi tiga hal. Yakni keterhubungan antara jaringan switching yang satu dengan jaringan switching yang lain; interkoneksi dan interopabilitas kanal pembayaran antara jaringan pada kanal pembayaran satu dengan kanal pembayaran lain yang memungkinkan penggunaan instrumen pembayaran selain dari infrastruktur penerbit; dan interopabilitas instrumen pembayaran pada infrastruktur selain penerbit instrumen pembayaran yang bersangkutan.

 

Selain itu, pihak dalam GPN ini dibagi dua yakni penyelenggara dan pihak yang terhubung dengan GPN. Pihak yang terhubung dengan GPN, meliputi penerbit, acquirer, penyelenggara payment gateway, dan pihak lain yang ditetapkan BI. Sedangkan penyelenggara GPN meliputi Lembaga Standar, Lembaga Switching, dan Lembaga Services. Ketiga lembaga itu, punya kriteria tersendiri yang diatur rinci dalam PBI tentang GPN.

 

Lembaga switching itu sendiri adalah infrastruktur yang berfungsi sebagai pusat dan penghubung penerusan data transaksi pembayaran yang menggunakan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), uang elektronik, dan/atau transfer dana. Lembaga standar adalah spesifikasi teknis dan operasional yang dibakukan. Sedangkan, lembaga services adalah layanan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan industri sistem pembayaran ritel.

 

 

Kriteria dan Syarat Penyelenggaraan Gerbang Pembayaran Nasional

1.

Lembaga Standar

 
· Merupakan representasi dari industri sistem pembayaran nasional;

· Berbadan Hukum Indonesia;

· Memiliki kompetensi untuk menyusun, mengembangkan, dan mengelola standar dalam rangka interkoneksi dan interopabilitas berbagai instrumen dan kanal pembayaran.

 

2.

Lembaga Switching

 
· Memperoleh izin sebagai penyelenggara izin oleh BI;

· Telah melaksanakan pemrosesan pembayaran transaksi pembayaran domestik menggunakan infrastruktur yang dimiliki di Indonesia;

· Kepemilikan sahamnya paling sedikit 80% dimiliki WNI atau Badan Hukum Indonesia. Dalam hal terdapat kepemilikan asing pada lembaga switching, maka perhitungan kepemilikan asing meliputi kepemilikan secara langsung maupun secara tidak langsung sesuai dengan penilaian BI. Lembaga switching yang telah memperoleh persetujuan BI wajib tetap memenuhi persentase kepemilikan saham dimaksud. Lembaga switching juga harus meminta persetujuan BI dalam hal melakukan perubahan modal dan/atau susunan pemegang saham;

· Mampu dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan fungsi switching di GPN;
· Memiliki modal disetor paling sedikit Rp 50 milyar.

 

3.

Lembaga Services

 
· Berbadan hukum Indonesia berbentuk PT;

· Mampu dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan fungsi services di GPN;

· Sahamnya dimiliki oleh:


(1) Seluruh lembaga switching;

(2) Bank Buku IV yang mayoritas sahamnya dimiliki WNI atau Badan Hukum Indonesia. Pelaksanaan kepemilikan saham oleh seluruh bank umum berdasarkan kegiatan usaha Buku IV dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing bank.

 

 

Tags:

Berita Terkait