Perbanas Khawatir OJK Berpihak ke Bank Besar
Berita

Perbanas Khawatir OJK Berpihak ke Bank Besar

Semakin besar aset industri, akan semakin besar pula iuran yang akan dipungut OJK.

FAT
Bacaan 2 Menit
Perbanas Khawatir OJK Berpihak ke Bank Besar
Hukumonline

Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) khawatir jika iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dipungut dari industri keuangan memicu munculnya keberpihakan. Ketua Perbanas Sigit Pramono mengatakan, keberpihakan bisa saja terjadi jika iuran yang dipungut berdasarkan total aset industri keuangan tersebut.

Setidaknya, terdapat 10 bank yang memiliki aset besar yang dikhawatirkan mendapat dukungan lebih dari otoritas. Atas dasar itu, ia berharap independensi OJK selaku regulator tetap terjaga meski iuran yang didapat dari industri keuangan tak sama jumlahnya. Bukan hanya itu, ia berharap pengawasan yang dilakukan OJK akan lebih baik dari sebelumnya.

“Saya hanya mengingatkan ada potensi yang dipertanyakan, bagaimana dengan independensinya. Karena ada sejumlah bank yang iurannya lebih besar dari bank lain,” ujar Sigit di Jakarta, Rabu (4/12).

Menurut Sigit, kekhawatiran ini terjadi lantaran iuran dihitung dari nilai aset sebuah industri keuangan. Semakin besar aset industri tersebut, maka semakin besar pula iuran yang dipungut oleh OJK. “Secara manusiawi kalau yang membayar lebih besar tentu saja orangnya lebih didengar,” katanya.

Ia berharap, dalam pengelolaan iuran ini OJK dapat bersifat transparan. Bila perlu, lanjut Sigit, transaparansi tersebut berupa adanya laporan keuangan ke industri. Selama ini, OJK hanya melapor ke DPR lantaran menggunakan dana APBN. Namun, jika dilihat dari jenis pendapatannya, selain APBN OJK juga memperoleh anggaran dari iuran yang dipungut ke industri keuangan.

“Maunya harus transparan saja. Ketika ada yang membayar lebih besar harus sama saja,” ujar Sigit.

Terkait hal ini, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menyanggupi akan berlaku transparan ke seluruh industri. Menurutnya, transapran merupakan bentuk governance yang baik. “Transparan, auditable kemudian juga dilaporkan itu dari segi prosesnya,” katanya.

Dari segi substansi, lanjut Muliaman, iuran tersebut nantinya akan dikembalikan ke industri. Pengembalian tersebut berupa program kerja yang bermanfaat bagi industri sehingga menjadi nilai tambah bagi industri itu sendiri. Atas dasar itu, ia sepakat jika ada komunikasi lebih lanjut antara OJK dengan industri mengenai hal ini.

Pentingnya komunikasi, lanjut Muliaman, lantaran tiap industri memiliki keperluan yang berbeda satu sama lain. Misalnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR), biasanya keperluan BPR adalah membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. “Tentu saja komunikasi itu diperlukan, sehingga kemudian program kerja yang dilakukan OJK betul-betul mengena sasaran dan bermanfaat sehingga demikian menjadi nilai tambah dari iuran yang dipungut,” tambahnya.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo berharap agar OJK dapat transparan dalam pengelolaan iuran yang dipungutnya. Menurut dia, transparansi ini merupakan bagian dari menjaga governance yang baik. “Mestinya prinsip di sana iuran bagian dari operasional OJK, sepeser pun harus dilaporkan, untuk jaga risk governance dan menjaga amanah,” katanya.

Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung sepakat jika iuran ini diberlakukan. Namun, dalam melaksanakan tugasnya OJK harus menjunjung tinggi kebersamaan dengan pelaku industri dan negara. “Karena tujuan OJK membangun industri yang baik dan sehat saya tidak keberatan, dengan catatan kalau ada kontribusi uang industri untuk OJK, berarti OJK punya stakeholder yang lebih luas,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait