'Peraturan Pemerintah Masih Mengerdilkan Peran BPK'
Berita

'Peraturan Pemerintah Masih Mengerdilkan Peran BPK'

Penanganan ganti rugi keuangan negara masih tersendat lantaran sebuah Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Ycb/Lut
Bacaan 2 Menit
'Peraturan Pemerintah Masih Mengerdilkan Peran BPK'
Hukumonline

Nampaknya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berhak geram. Setiap temuannya minim ditindaklanjuti oleh lembaga yang diperiksa. Cakupan audit BPK antara lain lembaga pusat, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), departemen dan kementerian, Bank Indonesia (BI) maupun Pemerintah Daerah dan BUMD.

 

Akibatnya, tak jarang lembaga yang masih belum melunasi kerugian negara. BPK tetap berpegang pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU PN). Padahal, jumlahnya besar juga loh (lihat tabel).

 

Ada dua contoh kasus kerugian negara yang sudah dituntaskan oleh BPK pada semester dua 2006. Pada 27 Juli 2006, mantan Bendahara Setda Kabupaten Manokwari Abu Bakar telah mengembalikan ganti rugi senilai Rp450 juta. Asmadi, mantan Bendahara Rutin Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi juga sudah membayar ganti rugi sebesar Rp127,23 juta pada 8 Agustus 2006.

 

Pada dasarnya ada tiga pelaku kerugian negara. Pertama, oleh bendahara alias juru uang masing-masing instansi. Kedua, oleh pegawai negeri bukan bendahara. Dan ketiga, lantaran pihak ketiga. Kerugian oleh pihak ketiga misalnya kegagalan vendor menyediakan barang atau jasa tepat pada waktunya. Ini berkaitan dengan belanja pengadaan (procurement), ujar Hendar Ristiawan, Inspektur Utama Pengawasan Intern dan Khusus BPK. Hendar menyampaikan hal itu pada jumpa media di Gedung BPK, Jakarta, Kamis (26/4).

 

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Pasal 1 angka 22

Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

 

Pejabat eselon I yang menggeluti ganti rugi negara ini berpendapat, pada dasarnya setiap kerugian negara diperiksa dan ditangani oleh BPK. Hanya, hajat Hendar ini masih tersandung oleh sebuah peraturan yang dibuat oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

 

Peraturan yang dimaksud adalah Permendagri Nomor 5 Tahun 1979 tentang Perbendaharaan dan Ganti Rugi Daerah. Menurut ketentuan itu, setiap kerugian negara yang terjadi di instansi daerah, akan ditangani sendiri oleh Pemda yang bersangkutan.

 

Peraturan ini jelas tidak nyambung dengan UU PN. UU PN tak mengenal kerugian pusat atau daerah. Hanya, UU ini membedakan pengenaan ganti ruginya. Jika kerugian akibat ulah bendahara instansi, pengelola BUMN/BUMD, atau lembaga lainnya, ditetapkan oleh BPK. Sedangkan kerugian karena tindakan pegawai negeri non bendahara bakal ditetapkan oleh pemerintah (menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota).

 

Menurut Anggota Pembina Utama (Angbintama) IV BPK Baharuddin Aritonang, keberadaan peraturan yang dibikin pemerintah jelas mengganggu kerja BPK. Peraturan oleh pemerintah ini jelas-jelas mengerdilkan peran BPK, ujar Baharuddin.

 

Baharuddin juga mencontohkan produk hukum buatan pemerintah lainnya yang menghambat langkah BPK. Itu ada Permendagri tentang Bantuan Keuangan Negara untuk Partai Politik, sergahnya.

 

Menurut Hendar, bukan berarti pemda tak tunduk pada UU PN. Hanya, mereka belum siap melaksanakannya. Pada dasarnya pemda patuh. Hanya, hingga kini, mereka sudah terbiasa dengan sistem-prosedur (sisdur) yang diatur oleh Permendagri tersebut. Artinya, kualitas aparat menyusun laporan keuangan daerah masih rendah. Lagi-lagi, hal itu adalah lagu lama.

 

Tabel Kerugian Negara dan Ganti Ruginya (dalam juta Rp dan ribu valas)

Pelaku

Jumlah kasus dan nilai kerugian

Jumlah kasus dan Kerugian yang sudah diselesaikan

Bendahara

   378

Rp   137.469,45

AS$       960,09

18

Rp          873,81

Pegawai Negeri  non bendahara

3.306

Rp   395.050,34

AS$     4.105,00

Yen  500.877,71

FFR    32.136,52

C$            94,96

NLG        465,12

DM   326.291,92

Aus$       496,12

Euro         32,52

Pounds     78,85

99

Rp       5.429,92

Pihak ketiga

2.092

Rp 9.498.084,25

AS$  371.032,40

34

Rp 1.825.828,64

Sumber: BPK

 

Siapkan Peraturan

Lembaga auditor keuangan negara ini sedang menggodog sebuah peraturan. Peraturan tersebut mengatur tuntutan perbendaharaan. Pada dasarnya, tuntutan ganti rugi bisa dipecah menjadi dua macam. Keduanya adalah ganti rugi perbendaharaan dan pegawai negeri bukan bendahara.

 

Kalau yang perbendaharaan diatur oleh BPK, ungkap Hendar. Selain kerugian karena bendahara, BPK juga menangani kerugian oleh pengelola BUMN/BUMD serta lembaga lain yang mengelola keuangan negara.

 

Menurut Hendar, isi bakal peraturan BPK tersebut tak ada yang istimewa. Biasa saja. Hanya mengatur prosedur atau tatacara menuntut ganti rugi. Hendar bilang, sebelumnya Indonesia mengacu pada hukum warisan kolonial Belanda (ICW). Setelah ICW dicabut, BPK menengok UU PN.

 

Sementara, ganti rugi oleh pegawai negeri non bendahara diatur Peraturan Pemerintah. Menurut Hendar, Depdagri saat ini mempersiapkan rancangan PP yang mengatur ganti rugi jenis ini. Jika PP tersebut disahkan oleh Presiden, Permendagri 5/1979 bakal gugur.

 

Dengan demikian, tak bakal rancu lagi kan?

Tags: