Peraturan Layanan P2P Lending tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis TI (LPBBTI)
Terbaru

Peraturan Layanan P2P Lending tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis TI (LPBBTI)

Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 tidak mengubah konsep P2P yang sudah diatur dalam Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 6 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Perkembangan pesat pada sektor teknologi keuangan Indonesia secara bersamaan juga mendorong kelahiran mekanisme pinjaman online ilegal. Pada 4 Juli 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022 tentangLayanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022), sebagai langkah untuk melindungi masyarakat dari pinjaman online ilegal yang selama ini meresahkan.

 

Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 ini mencabut Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016) dan mengatur ketentuan yang lebih komprehensif dan terperinci ketimbang Peraturan OJK No. 77 tahun 2016 untuk Perusahaan P2P (perusahaan pemberi pinjaman).

 

Terdapat beberapa ketentuan bagi perusahaan pemberi pinjaman untuk beroperasi sebagai platform pendanaan bersama dan menyediakan layanan P2P. Berikut adalah perbandingan sejumlah ketentuan pokok antara Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 dan Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 sebagaimana disampaikan oleh konsultan hukum di Law Office Yang & Co, Tika Ramayanti dan Kenny Anggara Manurung.

 

Badan dan modal ekuitas. Pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016, disebutkan bahwa perusahaan pemberi pinjaman harus berbadan perseroan terbatas dan koperasi. Namun, pada Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, ketentuan tersebut diubah menjadi hanya berbadan perseroan terbatas. Sementara itu, perihal modal dan ekuitas, Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 menyebutkan bahwa modal disetor minimum pada tahap pendaftaran adalah sebesar Rp1 miliar dan pada tahap perizinan sebesar Rp2,5 miliar. Hal ini berbeda dengan Pasal 4 ayat (1) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, di mana modal disetor minimal sebesar Rp25 miliar pada saat pendirian perusahaan.

 

Catatan:

  • Ketentuan ini tidak berlaku bagi Perusahaan Pemberi Pinjaman yang (i) telah memperoleh izin; (ii) sedang dalam proses pengajuan izin; dan (iii) telah mengembalikan merek terdaftar dan akan mengajukan kembali izin, sebelum berlakunya Peraturan OJK Tahun 2022.
  • Namun demikian, dalam waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal 4 Juli 2022, Perusahaan Pemberi Pinjaman tersebut secara bertahap harus memenuhi persyaratan ekuitas minimal sebesar Rp12.500.000.000,-dengan rincian sebagai berikut:
  1. minimal Rp 2.500.000.000,- dalam 1 tahun;
  2. minimal Rp 7.500.000.000,- dalam waktu 2 tahun; dan
  3. minimal Rp 12.500.000.000,- dalam waktu 3 tahun.

 

Persetujuan OJK untuk tindakan korporasi. Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 tidak mengatur bagian ini, sementara Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 telah diatur perubahan kepemilikan perusahaan pemberi pinjaman kecuali perusahaan terbuka (Pasal 68 ayat (1)); peningkatan modal disetor (Pasal 70 ayat (1)); perubahan anggota direksi, dewan komisaris, dewan pengawas syariah (Pasal 71 ayat (1)); dan transaksi merger dan akuisisi (Pasal 72 ayat (2)).

 

Ketentuan penguncian pemegang saham. Pada Pasal 68 ayat (3) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, disebutkan bahwa perusahaan pemberi pinjaman tidak dapat mengubah susunan pemegang sahamnya atau menambah pemegang saham baru di perusahaannya dalam waktu tiga tahun sejak diterbitkannya izin usaha oleh OJK. Hal ini tidak diatur dalam Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016.

 

Pemegang saham pengendali. Pasal 1 angka 9 Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 menyebutkan, pemegang saham pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang memiliki 25% atau lebih saham yang dikeluarkan dengan hak suara atau kurang dari 25% dari saham yang dikeluarkan dengan hak suara tetapi orang tersebut dapat dibuktikan mengendalikan Perusahaan Pemberi Pinjaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemegang saham pengendali juga minimal satu orang. Hal ini tidak diatur dalam Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016.

 

Kepemilikan saham asing. Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 dan Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 sama-sama mengatur mengenai maksimal kepemilikan asing sebesar 85% dari total modal dasar/disetor perusahaan pemberi pinjaman. Namun, Pasal 3 ayat (5) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 memperjelas dengan memberikan pengecualian apabila Perusahaan Pemberi Pinjaman adalah perusahaan terbuka dan transaksi pembelian saham asing dilakukan melalui transaksi bursa (Pasal 3 ayat (2)).

 

Prosedur perizinan. Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, perusahaan pemberi pinjaman harus memperoleh izin usaha dari OJK (Pasal 8 ayat (1)) dan mengajukan permohonan izin sebagai penyelenggara paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal izin usaha dari OJK (Pasal 8 ayat (2)). Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 lebih ketat daripada Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 yang memperbolehkan permohonan izin dilakukan dalam waktu satu tahun setelah pendaftaran disetujui OJK (Pasal 10 ayat (1)).

 

Ambang batas maksimum pemberian pinjaman. Ambang batas maksimum pemberian pinjaman pada Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 dan Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 adalah Rp2 miliar untuk setiap penerima dana. Namun Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 memberikan tambahan persyaratan yaitu maksimal 25% dari posisi akhir pendanaan oleh masing-masing penyandang dana dan afiliasinya pada akhir bulan.

 

Direksi (BOD). Pada Pasal 14 ayat (2) Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016, perusahaan pemberi pinjaman harus memiliki minimal satu anggota direksi yang memiliki latar belakang industri jasa keuangan dengan pengalaman minimal 1 satu tahun. Sementara pada Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, seluruh anggota Direksi Perusahaan Pemberi Pinjaman berdomisili di Indonesia; anggota direksi dilarang menjadi anggota direksi pada perusahaan lain, tetapi anggota direksi dapat menjadi anggota dewan komisaris paling banyak pada tiga perusahaan lain selain perusahaan pemberi pinjaman (Pasal 55 ayat (4)); dan perusahaan pemberi pinjaman harus memiliki minimal dua orang anggota direksi dan setengah dari jumlah anggota direksi harus memiliki pengalaman manajerial minimal dua tahun di lembaga jasa keuangan di bidang perkreditan atau pembiayaan, manajemen risiko, dan/atau keuangan (Pasal 55 ayat (2)).

 

Dewan komisaris. Pasal 14 ayat (2) Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 menyebutkan, perusahaan pemberi pinjaman harus memiliki minimal satu anggota dewan komisaris yang memiliki latar belakang industri jasa keuangan dengan pengalaman minimal 1 tahun. Hal ini berbeda dengan yang termuat dalam Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, di mana setengah dari jumlah total anggota Dewan Komisaris Perusahaan Pemberi Pinjaman berdomisili di Indonesia (Pasal 56 ayat (6)); Anggota Dewan Komisaris hanya dapat menjadi komisaris maksimal 3 (tiga) perusahaan lain (Pasal 56 ayat (3)); Perusahaan Pemberi Pinjaman sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) anggota Dewan Komisaris dan sekurang-kurangnya sama dengan jumlah seluruh anggota Direksi (Pasal 56 ayat (1)); dan Setengah dari jumlah total anggota Dewan Komisaris harus memiliki pengalaman manajerial minimal 2 (dua) tahun di lembaga jasa keuangan (Pasal 56 ayat (2)).

 

Dewan Pengawas Syariah (DPS). Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 tidak mengatur mengenai DPS. Sementara itu, DPS telah diatur pada Pasal 57 ayat (1) dan (2) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 yang berbunyi:

 

“Perusahaan Pemberi Pinjaman harus memiliki paling sedikit 1 (satu) orang anggota DPS yang direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional.” (Catatan: ketentuan ini hanya khusus untuk hukum syariah)  --  Pasal 57 ayat (1) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022.

“Anggota DPS dilarang merangkap jabatan sebagai anggota DPS pada lebih dari 3 (tiga) lembaga keuangan syariah lainnya.” -- Pasal 57 ayat (2) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022.

 

Pihak Utama dan uji kemampuan dan kepatutan untuk Pihak Utama. Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 tidak mengatur mengenai definisi atau terminologi Pihak Utama beserta persyaratan uji kemampuan dan kepatutan Pihak Utama. Adapun mengenai definisi terkait pihak utama, Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022, telah mengatur sebagaimana berikut:

 

“Pihak Utama adalah pihak yang memiliki, mengelola, mengawasi, dan/atau memiliki pengaruh signifikan terhadap Perusahaan Pemberi Pinjaman.” – Pasal 1 angka 15 Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022.

“Pihak Utama harus mendapatkan persetujuan dari OJK sebelum melakukan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai Pihak Utama.” – Pasal 21 ayat (1) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022.

“Pihak Utama terdiri dari pemegang saham pengendali, direktur, komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah dari Perusahaan  P2P.” – Pasal 21 ayat (2) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022.

“Pihak Utama yang ada dikecualikan dari persetujuan wajib OJK dan uji kemampuan dan kepatutan, namun pengecualian tersebut tidak berlaku untuk perpanjangan masa jabatan atau terjadinya mutasi jabatan.” – Pasal 114 ayat (6) dan (7) Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022.

 

Dengan demikian, Peraturan OJK No. 10 Tahun 2022 tidak mengubah konsep P2P yang sudah diatur dalam Peraturan OJK No. 77 Tahun 2016 namun memberikan aturan yang diperketat untuk melindungi pihak-pihak terkait, sebagaimana dijelaskan dalam bagan berikut.

Hukumonline.com

 

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Law Office Yang & Co.

Tags:

Berita Terkait