Peran Perempuan di Parlemen Harus Ditingkatkan
Berita

Peran Perempuan di Parlemen Harus Ditingkatkan

Harus lebih gigih berjuang di dalam internal parpol atau fraksi.

Ali
Bacaan 2 Menit
Peran perempuan di parlemen masih minim. Foto: Sgp
Peran perempuan di parlemen masih minim. Foto: Sgp

Women Research Institute(WRI) merilis hasil surveinyaseputar peran perempuan dalam kebijakan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebanyak 161 kuesioner disebarkan ke sejumlah anggota DPR, terutama dari Komisi II dan VIII selama sebulan. Namun, hanya 36 kuesioner atau 22,5 persen yang dikembalikan ke WRI. Salah satu penilaian hasil surveiini adalah peran perempuan yang dianggap masih minim di parlemen.

“Sebesar 83 % menyatakan anggota DPR perempuan berpendapat sesuai dengan arahan dengan fraksi, sedangkan 17 % berpendapat tidak sesuai dengan arahan fraksi,” ujar peneliti WRI Rahayuningtyas menjelaskan salah satu hasil survei di Jakarta, Kamis (26/4).

Peneliti WRI Frisca Anindhita menjelaskan sebaran perempuan di DPR memang masih terpusat kepada komisi-komisi yang memiliki kedekatan isu dengan perempuan, misalnya Komisi IX yang membidangi kesehatan dan Komisi VIII yang membidangi isu pemberdayaan perempuan. Paling banyak perempuan duduk di Komisi IX, sebanyak 24 perempuan dan paling sedikit di Komisi III (hukum) yang hanya dua perempuan.

Dalam survei ini, lanjut Frisca, masih ada beberapa anggapan bahwa anggota DPR perempuan memiliki kapasitas yang rendah, lemah ketika melakukan voting (lobby), dan bahkan ada yang pasif menunggu diajak ikut serta dalam pembahasan. “Namun, anggota DPR perempuan dianggap terlatih mendengarkan persoalan, lebih sensitif dan peduli,” ujarnya.

Karenanya, Frisca berharap anggota DPR perempuan dapat meningkatkan kapasitasnya terutama untuk memperjuangkan isu-isu gender ke dalam undang-undang. Ia menilai adanya anggota DPR perempuan belum menjadi suatu kekuatan politik atau kelompok kepentingan. “Kaukus perempuan yang ada di DPR juga belum optimal,” jelasnya lagi.

Anggota DPR dari Partai Golkar Tetty Kady Bawono menyatakan bahwa kaukus perempuan di parlemen lintas fraksi masih kompak hingga saat ini. Ia mengatakan beberapa isu telah dibahas dalam kaukus tersebut dan kemudian diteruskan ke parpol dan fraksi masing-masing. “Saya sudah sering konsolidasi ke parpol saya dari hasil kaukus ini,” ujarnya.

Anggota DPR dari PDIP Rieke Dyah Pitaloka mengatakan berpolitik di DPR itu sangat erat dengan kebijakan fraksi dan parpol. Ia berpendapat perjuangan yang terberat dan utama adalah bagaiman meyakinkan orang-orang di fraksinya untuk ikut memperjuangkan isu-isu gender. “Karena, semuanya itu atas instruksi dari fraksi masing-masing. Misalnya, kami di PDIP itu sebagai petugas partai,” tuturnya sembari menjelaskan apa yang telah disepakati di fraksi harus dijalankan.

Rieke menilai ideologi parpol yang memperjuangkan keadilan gender-lah yang sangat diperlukan. Sayangnya, di Indonesia, hal ini yang masih sangat kurang. “Ketika ada 30 persen perempuan berada di DPR terpenuhi apakah mereka bisa memperjuangkan hak perempuan? Saya tak yakin bisa bila kondisi parpolnya masih seperti ini,” ujar wanita yang berlatar belakang sebagai artis ini.

Lebih lanjut, Rieke juga mengajak para aktivis perempuan untuk bergabung ke parpol dan menjadi anggota dewan. Ia mengatakan setiap aktivis yang ingin menjadi calon legislatif harus sudah mengetahui apa yang akan diperjuangkan dan dimana akan memperjuangkannya. “Saya sejak awal ketika menjadi caleg sudah bertekad untuk berjuang di komisi perburuhan. Jadi, ketika sudah menjadi anggota DPR sudah bisa langsung bekerja, dan tidak perlu belajar lagi,” ujarnya.

Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Reni Suwarso menyatakan Indonesia perlu melakukan evaluasi perjuangan terhadap isu gender dalam 10 atau 15 tahun terakhir dan membuat grand design bagaimana ke depannya. “Dari hasil penelitian WRI ini, ada indikasi bahwa perempuan wakil rakyat di DPR jumlahnya akan menuruh pada pemilu 2014,” pungkasnya. 

Tags: