Peralihan Asabri ke BPJS Tak Kurangi Manfaat Peserta
Berita

Peralihan Asabri ke BPJS Tak Kurangi Manfaat Peserta

Bagi Asabri, sejatinya pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan wajib memberi kesejahteraan yang lebih baik kepada peserta. Tidak boleh ada manfaat yang berkurang karena karakteristik yang khas dari anggota TNI dan Polri jika gugur saat menjalankan tugas.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Pengalihan program asuransi sosial untuk pembayaran pensiun di PT Asabri (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan berangkat dari prinsip kegotong-royongan, nirlaba, dana amanat, dan lainnya. Karena itu, konsep jaminan sosial ini tidak dapat dikelola oleh BUMN yang bersifat profit oriented, melainkan dilaksanakan badan hukum publik yang keuntungannya diperoleh, digunakan, dikembalikan pada manfaat yang diterima peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Renstra dan TI BPJS Ketenagakerjaan Sumarjono selaku pihak terkait dalam sidang lanjutan pengujian Pasal 65 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (UU BPJS) terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029 yang dipersoalkan sejumlah purnawirawan, Kamis (24/7/2020). Pihak terkait lain PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) hadir memberikan keterangan.

"Pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan pelaksanaan dari kehendak negara, tidak dimaksudkan mengurangi nilai manfaat peserta sebagai pensiunan TNI dan Polri," kata Sumarjono. (Baca Juga: Aturan Peralihan Asabri ke BPJS Tak Rugikan Purnawirawan)

Ia mengingatkan tujuan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan tersebut semakin dipertegas dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam UUD Tahun 1945," ujarnya.

Menurutnya, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional telah memenuhi Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 bahwa negara memiliki kewajiban mengembangkan sistem jaminan sosial yang mampu memberdayakan masyarakat yang lemah. Namun terkait pengaturan dan kelembagaan mekanisme BPJS merupakan kebijakan pembentuk undang-undang (open legal policy).

"Pembentuk undang-undang mengupayakan mekanisme pengelolaan jaminan sosial melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial," tegasnya.

Sumarjono menanggapi dalil pemohon mengenai kerahasiaan data pribadi yang harus dijaga apabila terjadi pengalihan dari Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Sumarjono, pemberian informasi dilakukan secara langsung kepada peserta perorangan, sehingga kerahasiaan data peserta tetap terjamin dan tidak dapat diketahui oleh orang lain.

Karakteristik khas

Sementara, Pihak Terkait lain, Direktur Utama PT Asabri (Persero) Sony Wijaya menerangkan penyelenggaraan asuransi sosial bagi TNI dan Polri maupun pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri memiliki sejarah dan dasar pertimbangan yang khusus karena sifat spesifik dan memiliki karakteristik yang khas.

Sejarah lembaga penyelenggaraan asuransi sosial bagi anggota Asabri diawali dengan dibentuknya Taspenmil pada 1964 sebagai cabang khusus dari Taspen untuk urusan militer. “Karena ada karakteristik khas yakni risiko penugasan yang tinggi saat menjalankan tugas yaitu gugur saat menjalankan tugas atau tewas, sehingga ada santunan khusus bagi yang gugur maupun santunan khusus bagi yang tewas saat menjalankan tugas," ungkap Sony.


Sony menjelaskan program asuransi sosial di Asabri meliputi program tabungan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan program pensiun. Selain itu, ada program pinjaman uang muka KPR, pinjaman polis, proteksi beasiswa Taspen Life dan lain-lain, Sedangkan peserta Asabri terdiri atas para anggota TNI dan Polri maupun pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri baik yang masih aktif maupun sudah pensiun.

Menanggapi dalil pemohon soal potensi kerugian karena terjadinya penurunan manfaat apabila terjadi pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan, Sony berpendapat dasar filosofi lahirnya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial yaitu memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Dalam hal ini adanya jaminan sosial bagi anggota TNI dan Polri maupun pegawai ASN di lingkungan Kemenhan dan Polri, maka sejatinya pengalihan program Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan kesejahteraan yang lebih baik kepada peserta. Tidak boleh ada manfaat-manfaat yang berkurang karena karakteristik yang khas dari anggota TNI dan Polri jika gugur saat menjalankan tugas," ujarnya.

Ia menyebut PT Asabri memiliki dua sasaran strategis ke depan yaitu melakukan transformasi menjadi BPJS TNI atau Polri paling lambat pada 2029. Kedua, merancang program yang memiliki manfaat sebanding risiko yang dihadapi peserta.

Sedangkan, Direktur Utama PT Taspen (Persero), A. N. S Kosasih menjelaskan PT Taspen (Persero) sebelumnya telah memberi keterangan yang sama dengan perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019. Namun, menurut Kosasih, ada hal yang perlu ditambahkan dan ditekankan pihak Taspen yakni soal ketegasan pemerintah bahwa bentuk jaminan sosial bagi penyelenggara negara adalah dikelola sendiri, tidak digabungkan dengan tenaga kerja umum atau pihak swasta.

Kosasih menerangkan PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) sebagai pengelola jaminan sosial para pemohon yang merupakan lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan sosial. "Tugas yang diamanatkan pada PT Taspen juga dianut oleh negara-negara yang secara sosial, politik, demografi, tingkat kemakmuran dan lainnya mirip dengan Indonesia. Misalnya Malaysia, Filipina, Thailand dan Korea Selatan," katanya.

Permohonan ini diajukan oleh Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin; Laksamana TNI (Purn) M. Dwi Purnomo; Marsma TNI (Purn) Adis Banjere; dan Kolonel TNI (Purn) Ir. Adieli Hulu. Mereka menganggap hak konstitusionalnya akan dirugikan karena ada potensi penurunan manfaat program jika dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka selama ini telah menikmati manfaat prima yang diberikan oleh PT Asabri.

Asabri bentuk wujud keadilan pemerintah atas perlindungan jaminan sosial yang memadai bagi TNI dan Polri sehubungan dengan risiko kematian (gugur atau tewas) dalam melaksanakan tugas. Ketentuan penyelenggaraan program asuransi sosial angkatan bersenjata ini dilakukan terpisah dari asuransi PNS yang diatur PP No. 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata.

“Ini karena risiko tinggi yang dihadapi peserta asuransi sosial angkatan bersenjata dan kepolisian. Jadi, mereka membutuhkan program asuransi sosial yang spesifik dan data yang rahasia,” kata kuasa hukum para pemohon, Bayu Prasetio dalam sidang pendahuluan, Senin (27/1/2020) lalu.

Menurutnya, data pribadi peserta baik prajurit TNI maupun Polri harus dijaga kerahasiaannya karena menyangkut profesi jabatan yang diemban. Sifat ketenagakerjaan prajurit TNI dan anggota Polri berbeda dengan sifat ketenagakerjaan yang diatur UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Seperti, jam kerja, lembur, upah, cuti, kebebasan berserikat.

Baginya, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberi jaminan kebutuhan dasar hidup layak setiap peserta dan/atau anggota keluarganya berdasarkan asas-asas umum, seperti asas manfaat yang selama ini telah diperoleh dan dirasakan para anggota TNI dan Polri baik aktif ataupun pensiunan PT Asabri. Karena itu, ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Tags:

Berita Terkait