PERADI: Revisi UU Advokat Bukan Solusi Perpecahan
Berita

PERADI: Revisi UU Advokat Bukan Solusi Perpecahan

Forum Munas diajukan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah perseteruan ini.

RFQ
Bacaan 2 Menit
PERADI: Revisi UU Advokat Bukan Solusi Perpecahan
Hukumonline

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) semakin mantap dengan sikapnya menolak revisi UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sikap itu kembali dengan tegas disampaian PERADI dalam kesempatan rapat dengan Panitia Khusus (Pansus) DPR, Senin (25/11). Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan mengatakan revisi UU Advokat bukanlah solusi atas perselisihan yang terjadi di tubuh organisasi advokat.

Diakui Otto, perselisihan yang terjadi memang menjadi persoalan kronis. Oleh karenanya, perlu segera ditanggulangi. Namun, sekali lagi ditegaskan Otto, solusi atas masalah ini bukan revisi undang-undang. Jalan revisi undang-undang, menurut dia, hanya membuang energi dan merusak masa depan advokat serta merugikan pencari keadilan.

Otto justru menawarkan solusi lain yakni musyawarah nasional (Munas). Melalui Munas, lanjut dia, semua elemen advokat Indonesia, termasuk organisasi advokat dapat terlibat dalam merumuskan penyelesaian masalah.

“Saya nyatakan bila perlu kita melakukan Munas Advokat Indonesia, sehingga semuanya bisa ikut berkompetisi di dalam itu. Karena saya lihat persoalannya kepengurusan organisasi tersebut,” ujar Otto di Gedung DPR.

Otto berharap eksistensi PERADI tidak dihilangkan karena selama ini PERADI telah menjalankan amanat UU Advokat. PERADI juga telah mendapatkan pengakuan secara internasional. Salah satu bentuk pengakuan itu misalnya, PERADI sering dijadikan tempat penelitian oleh organisasi advokat luar negeri.

“Jadi sayang sekali PERADI yang sudah dikenal di dalam dan dikenal di luar negeri dan sudah bisa melaksanakan tugasnya membuat ujian advokat yang akuntabel, zero KKN, itu sayang sekali kalau sampai dihancurkan oleh segelintir orang saja,” ujarnya.

Ketua Umum Himpunan Advokat Pengacara Indonesia, Suhardi Somomoeljono sependapat dengan Otto. Menurut dia, tidak ada yang salah pada UU Advokat. Persoalannya adalah implementasi. Suhardi justru melihat ada persoalan kultur komunikasi di tubuh PERADI. Makanya, dia setuju dengan ide Munas yang dilontarkan Otto.

“Pak Otto itu harus mengundang pimpinan organisasi, kemudian dirumuskan membuat Munas Advokat Indonesia tadi. Jadi sudah clear, undang-undang ini tidak ada yang salah, ini hanya implementasinya saja yang salah,” ujarnya.

Anggota Pansus RUU Advokat, Trimedya Pandjaitan juga melihat ada persoalan komunikasi di tubuh PERADI. Spesifik,  Trimedya menilai Pimpinan PERADI kurang berkomunikasi dengan para advokat senior sehingga konflik terus memuncak. “Otto kurang komunikasi dengan senior-senior advokat. Kalau ada komunikasi, tidak adalah Pansus (RUU Advokat) ini,” ujarnya.

Sulit Rampung
Terkait proses pembahasan di DPR, Trimedya mengaku pesimis RUU Advokat dapat dirampungkan pada masa sidang sekarang. Selain masa sidang yang sangat singkat, menurut Trimedya, proses pembahasan RUU Advokat juga akan berjalan alot. Apalagi, pihak pemerintah belum menyerahkan daftar isian masalah terkait RUU Advokat.

“Saya tidak optimis RUU Advokat ini akan bisa selesai sekarang. Apalagi dengan adanya perdebatan-perdebatan ini. Jadi tidaknya RUU Advokat, organisasi advokat harus kuat,” ujar politisi PDIP itu.

PERADI berharap pembahasan RUU Advokat ditunda. Otto mengatakan DPR sebaiknya mendahulukan RKUHP dan RKUHAP. “Kita minta agar pembahasan RKUHAP terlebih dahulu. Agar ada sinkronisasi dan harmonisasi dengan undang-undang lain.”

Tags:

Berita Terkait