Penyidik Kasus Chevron Dilaporkan ke Komjak
Berita

Penyidik Kasus Chevron Dilaporkan ke Komjak

Penahanan harus dilakukan sesuai KUHAP. Komjak akan menindaklanjuti laporan pengacara keempat karyawan CPI.

NOV
Bacaan 2 Menit
Maqdir Ismail (tengah) pengacara karyawan CPI katakan penetapan tersangka tidak berdasarkan bukti. Foto: Sgp
Maqdir Ismail (tengah) pengacara karyawan CPI katakan penetapan tersangka tidak berdasarkan bukti. Foto: Sgp

Tim pengacara empat karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) melaporkan penyidik kasus korupsi bioremediasi CPI ke Komisi Kejaksaan (Komjak). Laporan itu ditujukan agar Komjak mengawasi kinerja dan perilaku jaksa dalam pelaksanaan proses penyidikan yang dinilai banyak kejanggalan dan tidak profesional.

Dalam kasus tersebut, penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka. Lima tersangka berasal dari CPI, dua sisanya dari perusahaan pemenang tender bioremediasi, PT Sumigita Jaya (SJ) dan PT Green Planet Indonesia (GPI). Empat tersangka dibebaskan setelah PN Jakarta Selatan menyatakan penahanan tidak sah.

Keempat tersangka itu adalah mantan General Manajer SLS Operation Bachtiar Abdul Fatah, Manajer SLN dan SLS Endah Rumbiyanti, Team Leader SLN Kabupaten Duri Widodo, dan Team Leader SLS Migas Kukuh Kertasafari. Selain penahanan yang tidak sah, PN Jakarta Selatan juga menyatakan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah.

Salah seorang pengacara karyawan CPI, Maqdir Ismail mengatakan penetapan tersangka tidak dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Penyelidikan pun tidak dilakukan berdasarkan fakta yang akurat sesuai tugas pokok dan keseharian masing-masing tersangka. Contohnya, dalam penetapan tersangka Endah Rumbiyanti.

Penetapan tersangka dilakukan setelah Endah secara sukarela memberikan penjelasan mengenai bioremediasi kepada penyelidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Sebagai orang yang pernah belajar mengenai teori bioremediasi, Endah bersedia memberikan penjelasan kepada penyelidik.

Ternyata berita acara wawancara yang ditandatangani Endah itu, menurut Maqdir malah dipergunakan sebagai keterangan saksi. Tidak lama setelah memberikan penjelasan, Endah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 63 hari. Padahal, Endah sama sekali tidak ada kaitannya dengan bioremediasi yang diduga fiktif ini.

Cerita serupa juga dialami Kukuh Kertasafari. Maqdir menjelaskan, ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab Kukuh tidak ada kaitannya dengan pelelangan dan pelaksanaan bioremediasi di SLS. Sebab, faktanya Kukuh adalah Team Leader Produksi yang mengurusi minyak dan bukan mengurusi bioremediasi di SLS Minas.

Ketika Kukuh menjelaskan duduk permasalahan dan hubungan pekerjaan bioremediasi kepada Koordinator Penyidik Amarullah, penyidik tidak dapat menjelaskan posisi dan hubungan Kukuh dengan pekerjaan bioremediasi. Kukuh bukan merupakan Team Leader bioremediasi di SLS seperti yang diduga oleh penyidik.

Sementara, kegiatan Bachtiar Abdul Fatah yang terkait dengan bioremediasi adalah menandatangani bridging kontrak akhir Agustus 2011. Penandatangan dilakukan karena ada pekerjaan mendesak yang harus segera diselesaikan sesuai dengan perjanjian dengan Kementerian Lingkungan Hidup sesudah mendapat PROPER Biru.

“Pekerjaan mendesak itu harus segera diselesaikan sesuai janji kepada Kementerian Lingkungan Hidup, sebelum akhirnya dia dipindahkan ke Jakarta pada 1 September 2011, sedangkan pembahasan kontrak baru belum selesai dilakukan. Demikian juga halnya dengan Widodo yang hanya staf biasa,” terang Maqdir, Rabu (5/12).

Selain itu, kejanggalan lainnya adalah penggunaan keterangan ahli bernama Edison Efendi. Maqdir menyatakan, Edison adalah wakil dari perusahaan yang beberapa kali gagal mengikuti tender CPI. Penggunaan Edison sebagai ahli mengandung konflik kepentingan, sehingga penyidikan tidak obyektif dan rentan direkayasa.

Dengan dilaporkannya penyidik kasus bioremediasi CPI ke Komjak, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi tidak banyak berkomentar. Dia mempersilakan pihak-pihak yang merasa keberatan untuk melaporkan penyidik. “Silakan saja melakukan itu jika memang ada yang keberatan,” ujarnya.

Sementara, Komisioner Komjak Kaspuni Nor mengatakan akan mempelajari aduan tersebut. “Artinya, kalau ada putusan pengadilan yang tidak ditaati, ya kami ingatkan. Secara prosedur harus ada pleno. Kalau ada pemaksaan perkara di situ akan kelihatan. Penahanan kan harus berdasarkan KUHAP. Jadi kami akan lihat nanti,” tandasnya.

Tags: