Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tetap Digelar Secara Langsung
Terbaru

Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tetap Digelar Secara Langsung

Berdasarkan kesepakatan rapat terakhir antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu pelaksanan pilkada secara langsung tetap digelar 2024. Bahkan, diusulkan pilkada dimajukan yang semula November 2024 menjadi September 2024.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pilkada serentak: BAS
Ilustrasi pilkada serentak: BAS

Gagasan mendorong agar penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur, Bupati dan Walikota dievaluasi dan dikembalikan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dianggap bentuk kemunduran demokrasi di tanah air. Menyikapi wacana ini, pemerintah telah bertemu dengan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) membahas gagasan evalusi pelaksanaan Pilkada langsung. Namun, belakangan telah disepakati penyelenggaraan kepala daerah pada 2024 tetap digelar secara langsung.

“Kami Komisi II DPR bersama dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu telah menetapkan tahapan pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serentak secara langsung pada 2024,” ujar anggota Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda kepada Hukumonline, Kamis (13/10/2022).

Ia menerangkan dalam rapat terakhir bersama pemerintah dan penyelenggara Pemilu, Komisi II telah meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar menyampaikan ke Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Nah, Perppu dimaksud terkait percepatan jadwal pelaksanaan Pilkada semula November 2024 sebagaimana diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 tentang  Perubahan Kedua atas UUU No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU, menjadi September 2024.

“Memajukan pelaksanaan Pilkada langsung tersebut bukan tanpa pertimbangan. Tapi ada sejumlah alasan. Antara lain, pelaksanaan masa Pilkada terdapat banyak instrumen pemilu yang kondisi waktunya berdekatan pemilu presiden (Pilpres). Memajukan pelaksanaan pilkada 2024 sebagai jalan tengah,” kata dia.

Misalnya, ketika hasil pilpres menetapkan salah satu calon sebagai pemenang dan dilantik pada 20 Oktober 2024. Sementara pelaksanaan pencoblosan Pilkada digelar November, sehingga hanya rentang waktu satu bulan sesudah pergantian presiden berlanjut dengan pelaksanaan Pilkada. Nah, dalam kurun waktu satu bulan itu boleh jadi belum terbentuk kabinet pemerintahan dan berujung stabilitas politik belum menentu.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpendapat prinsipnya agenda pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi agenda yang disepakati DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu melalui pemilihan secara langsung. Lebih lanjut Rifqi menegaskan gagasan mengevaluasi penyelenggaraan pilkada langsung masih sebatas wacana.

Apalagi Komisi II pun belum melakukan pertemuan terkait usulan mengembalikan pilkada langsung ke DPRD. Menurutnya, Komisi II DPR bakal mengagendakan secara resmi dan terbuka agar gagasan tersebut tidak menjadi diskursus liar. Tapi, menjadi diskusi substansial berkaitan dengan konstitusi dan ketatanegaraan.

Bagi Komisi II, Pilkada mesti berjalan demokratis sebagaimana amanat Pasal 18 UUD 1945. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Karenanya semua pihak bakal dimintakan pandangan dan masukannya sebelum mengambil keputusan soal perlu tidaknya merevisi UU 10/2016.

Terpisah, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani berpandangan dorongan dari pemerintah dan pimpinan MPR agar mengevaluasi pelaksanaan pilkada secara langsung perlu melakukan cara dan pendekatan yang tepat. Sebab, mengevaluasi tanpa instrumen yang jelas hanya isapan jempol belaka.

“Masa mau melakukan evaluasi, yang hasil evaluasinya belum ada, tiba-tiba ada kesimpulan mengganti sistem pemilihan,” ujarnya.

Baginya, kebijakan mengevaluasi dan mengubah sistem pelaksanan pilkada dari langsung menjadi tidak langsung melalui DPRD berkaitan dengan daulat rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Terlebih, pelaksanaan pilkada secara langsung berbasis pengaturan yang diatur dalam konstitusi dan UU.

“Kalau caranya seperti itu, menurut saya asal-asalan. Ndak akan menyelesaikan masalah. Sayang sekali energi elit politik banyak disalurkan untuk hal-hal yang berlawanan dengan keinginan rakyat,” katanya.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan mengembalikan penyelenggaraan pilkada dengan mekanisme melalui perwakilan maupun pileg dengan sistem tertutup dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi, politik uang, dan tingginya biaya politik.  Wacana ini, kata Bamsoet begitu biasa disapa, dapat menyelamatkan demokrasi Pancasila. Setidaknya agar tidak terjebak dalam demokrasi angka yang berdampak pada demokrasi komersialisasi, kapitalisasi, dan ujungnya oligarki. Karenanya, perlunya mengevaluasi penyelenggaraan pilkada secara langsung yang sudah berjalan.

Tags:

Berita Terkait