Ketua Komisi V DPR Fary Djemy Francis berpandangan isu strategis dalam UU Jasa Konstruksi terkait dengan penyelenggara jasa konstruksi di dalam negeri agar menjadi tuan rumah di rumah sendiri. “Isu strategis dalam UU Jasa Konstruksi agar penyelenggara jasa konstruksi menjadi tuan rumah di rumah sendiri,” kata dia.
Sebab, praktik penyelenggaran jasa konstruksi selama ini mayoritas didominasi oleh negara luar. Karena itu, dibutuhkan payung hukum agar penyelenggaraan jasa konstruksi didominasi pelaku dalam negeri. Pengaturan mulai peran pemerintah dan pusat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi diatur secara gamblang. Begitu pula dengan kewajiban badan usaha asing yang menjadi penyelenggara jasa konstruksi mesti lebih banyak mempekerjakan warga Indonesia ketimbang warga negara asing.
“Kita atur supaya mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja kita. Kalau badan usaha asing yang tidak mempekerjakan warga kita, pemerintah harus bersikap tegas. Siapapun badan usaha asing harus mempekerjakam warga kita. Itu tegas (tertulis dalam UU-nya),” ujarnya mengingatkan.
Menurutnya, aturan lain terkait sengketa pun mengedepankan asas musyawarah mufakat. Dengan begitu, sebisa mungkin penyelesaian sengket tanpa harus bermuara ke pengadilan. Instrumen penguatan tenaga kerja menjadi bagian penting dalam pengaturan jasa konstruksi. Baca Juga: Begini Aturan terhadap Tenaga Kerja Konstruksi Asing di Indonesia
Selain itu, transfer ilmu pengetahuan bidang jasa konstruksi menjadi keharusan dilakukan oleh warga asing yang menjadi penyelenggara jasa konstruksi kepada tenaga kerja Indonesia. Dengan berbagai aturan dan instrumen dalam UU Jasa Konstruksi diharapkan mampu memperkuat penyelenggara jasa konstruksi dalam negeri dalam membangun berbagai infrastruktur dengan hasil dan kualitas yang baik.
“Ruhnya adalah pelaku jasa konstruksi harus menjadi tuan rumah. Kita minta supaya UU ini tidak menjadikan aturan yang tidak diterapkan,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Direktur Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Yaya Supriatna mengamini pandangan Fary. Menurutnya, UU Jasa Konstruksi sudah sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan jasa konstruksi. Ia mengatakan UU Jasa Konstruksi terbaru sudah disosialisasikan ke profesi jasa konstruksi.
Prinsipnya, kata Yaya, sebagai negara berkembang Indonesia menjadi pasar di bidang jasa konstruksi terbesar di Asia Tenggara. Karena itu, dibutuhkan payung hukum dalam mewujudukan infrastruktur yang andal. Sekaligus, memberi peran besar terhadap pengusaha-pengusaha jasa konstruksi agar bisa menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
“Ketika kita menyatakan begitu besarnya pasar infrastruktur dan kita harus menjadi tuan rumah ,tidak ada kata lain untuk meraih pasar sebesar-besarnya,” kata dia.
Dikatakan Yaya, pemerintah mesti menyiapkan penyelenggara infrastruktur yang andal. Dalam rangka itu, sudah diatur dalam UU sebelumnya terkait keandalan. Yakni pelaku penyelenggara jasa konstruksi mesti mampu mempekerjakan konstruksi dengan baik. Makanya, pelaku jasa konstruksi mesti disertifikasi sebagai bentuk dukungan terhadap sumber daya manusia yang mencukupi dalam bidang pengetahuan. Baca juga: Jasa Konstruksi Asing Mau Beroperasi di Indonesia? Ini Syaratnya
Menurutnya bila sumber daya manusianya memiliki kompetensi yang mumpuni dan bersertifikasi, setidaknya menjadi penguat penyelenggaraan jasa konstruksi yang jauh lebih baik. Meskipun faktanya, penyelenggara jasa konstruksi dalam lingkup besar masih didominasi “pemain” asing. “Tentu kita bisa merebut khususnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam rangka mengamankan pasar infrastruktur yang begitu besarnya,” harapnya.
Masih kuli
Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy berpandangan tantangan ketimpangan regional merupakan bagian dari ketimpangan struktural. Ia berpendapat melihat kerangka jasa konstruksi tak saja dapat dilihat dari satu aspek. Tetapi juga aspek moda transportasi yang kerap didominasi oleh pemain dari Jepang, Korea, India dan Korea. Negara-negara tersebut kerap mendominasi sektor moda transportasi.
“UU Jasa Konstruksi jangan dilihat single regulasi. Karena dia berhubungan dengan SDM, Keuangan,” ujarnya.
Ketika pemerintah mengharuskan pembangunan infrastruktur jalan, jasa konstruksi dalam pembangunan infrastruktur jalan pun faktanya didominasi pemain dari Tiongkok dan Jepang. Dia menyebut pembangunan jalan kereta api cepat, meski belum jelas pembangunannya, proyek ini bakal ditangani negara lain. Meskipun praktik pelaksana di lapangan dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia. Baca juga: Kini, Proyek Strategis Nasional Dapat Dikerjakan BUMD Melalui Penunjukan Langsung
“Tetapi, di tingkat konseptor dan manajerial tetap dipegang oleh warga asing. Operator di tingkat bawah tetap dikendalikan oleh tenaga kerja Indonesia. Ironisnya, biaya pembangunan infrastruktur pun masih hutang dengan negara lain,” bebernya.
Dia mencontohkan jasa konstruksi pembangunan di Jakarta saja, Indonesia seolah menjadi kuli. “Pemainnya Jepang, kemudian Korea dan India termasuk Tiongkok. Ketika kita pinjem dan utang, maka kita didikte. Jadi kita susah menjadi tuan rumah sendiri,” ujarnya pesimis.