Penyalahgunaan Wewenang KPK Seharusnya Diuji di Praperadilan
Berita

Penyalahgunaan Wewenang KPK Seharusnya Diuji di Praperadilan

Kepolisian dinilai tak berhak menguji sah atau tidaknya kewenangan pencekalan yang dimiliki pimpinan KPK.

Nov
Bacaan 2 Menit

 

Lebih dari itu, Bibit menyatakan pencekalan terhadap Joko Tjandra, karena Dirut EGP ini diduga terkait dalam kasus penyuapan Urip Tri Gunawan. Ketika itu, dalam percakapan Artalyta Suryani (Ayin) dan Urip, nama Joko Tjandra (Joker) sempat disebut-sebut. Namun, karena keterlibatannya tidak terbukti, pencekalan Joko Tjandra dicabut. Pencekalan ini, menurut Bibit, dilakukan dalam proses penyelidikan dan penyidikan atas upaya pengembangan kasus Urip. 

 

Pemerasannya mana?

Tidak hanya pasal penyalahgunaan wewenang, kedua pimpinan KPK ini juga dikenakan Pasal 12 huruf e jo Pasal 15 UU Korupsi  tentang percobaan pemerasan/penyuapan. Namun, untuk dugaan percobaan pemerasan/penyuapan ini, polisi mengaku belum memiliki bukti. Walaupun laporan utama (pemerasan) belum mampu dibuktikan karena banyak pernak-pernik untuk memenuhi unsur, dalihnya.

 

Seperti diketahui, dugaan pemerasan/penyuapan, untuk sementara terhenti pada tersangka Ary Muladi. Polisi belum dapat membuktikan apakah uang yang diterima Ary dari Anggodo Widjojo, adik Anggoro, sampai ke oknum KPK atau tidak, sebagaimana laporan Ketua KPK non aktif Antasari Azhar.

 

Ternyata yang bisa kami buktikan adalah oleh Ary Muladi. Faktanya, dia terima uang Anggodo sebanyak Rp5,15 miliar yang diserahkan di Hotel Peninsula, Jakarta pada 11 Agustus 2008, 13 November 2008, dan 13 Februari 2009. Ini fakta, dokumen penyerahan uang ada, terang Dikdik.

 

Namun, karena laporan Antasari terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan oleh oknum KPK, polisi tetap memproses itu. Direktur III Tipikor Yoviannes Mahar merunutkan penggalan fakta yang akhirnya menimbulkan dugaan tersebut. Berawal dari penggeledahan Masaro yang dilakukan KPK berdasarkan kasus yang berbeda, yakni Tanjung Api-api. Yang berlanjut pada permintaan cekal terhadap Anggoro yang dinilai polisi tidak ada kaitannya dengan penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan yang tengah dilakukan KPK.

 

Dalam ketidakjelasan status Anggoro, muncul Ary Muladi yang mengaku kenal orang-orang KPK dan dapat menyelesaikan kasus Anggoro dengan satu catatan, yaitu Anggoro harus memberikan atensi kepada para pimpinan KPK. Untuk itu, Anggoro merogoh kocek sebesar Rp5,15 miliar. Tapi, miliaran uang itu tidak mengubah kondisi apapun. Anggoro masih tetap saja dicekal. Kemudian, Ary kembali muncul dan mengatakan ada pimpinan KPK yang belum diatensi, sehingga diberikanlah lagi Rp1 miliar oleh Anggoro.

 

Walau begitu, polisi tetap saja belum menemukan bukti aliran uang Anggoro yang berlabuh di KPK. Dan ini menimbulkan kejanggalan dalam pengenaan Pasal 12 huruf e jo Pasal 15 UU Korupsi kepada Chandra dan Bibit. Suapnya (atau pemerasannya) mana? Kita sih mau to be clear aja deh. Ini masalah hukum dan hukum itu logis. Coba berikan kelogisan di situ, cetus Bambang usai mendampingi Chandra.

Tags: