Penunjukan Gubernur dalam RUU Daerah Khusus Jakarta Bentuk Kemunduran Demokrasi
Utama

Penunjukan Gubernur dalam RUU Daerah Khusus Jakarta Bentuk Kemunduran Demokrasi

Karena menghilangkan hak partisipasi warga untuk memilih pemimpin yang baik dan cakap.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Pasal 10

(1) Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh Gubernur dan dibantu oleh Wakil Gubernur.

(2) Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan  memperhatikan usul atau pendapat DPRD.

(3) Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

(4) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Persetujuan sidang paripurna DPR untuk menjadikan RUU Daerah Khusus Jakarta sebagai RUU usul inisiatif DPR tidak bulat. Ada 1 dari 9 fraksi di DPR yang menolak RUU yakni fraksi PKS. Juru bicara  Fraksi PKS, Hermanto, mengatakan fraksinya memiliki sejumlah catatan terhadap RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Seperti penyusunan dan pembahasan RUU tergesa-gesa dan terkesan ugal-ugalan, di mana seharusnya RUU ini lebih dulu disahkan sebelum UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta, bagi Fraksi PKS belum melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna. Sebagaimana penjelasan UU No.13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan penguatan keterlibatan dan pastisipasi masyarakat secara bermakna dilakukan tertib dan bertanggung jawab.

“Ada 3 syarat (partisipasi masyarakat secara bermakna,-red) yakni hak untuk di dengar pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan,” ujarnya dalam rapat paripurna di Gedung Parlemen beberapa hari lalu.

Selain itu fraksi PKS menyoroti kewenangan khusus bidang kebudayaan sebagaimana diatur pasal 22 ayat (1) RUU Daerah Khusus Jakarta yang tidak menyebut adanya lembaga adat dan kebudayaan Betawi dalam kemajuan kebudayaan. Pelibatan badan usaha dan lembaga pendidikan dalam kemajuan kebudayaan. Hermanto menegaskan lembaga adat dan kebudayaan Betawi itu penting.

Tak ketinggalan, anggota Komisi IV DPR itu mengkritik ketentuan yang mengatur tentang pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dalam RUU. Fraksi PKS meminta proses pemilihan umum kepala daerah di Jakarta itu tetap dipertahankan sebagaimana yang berjalan selama ini untuk mewujudkan demokrasi secara konsisten.

Kendatipun menolak, Fraksi PKS  menawarkan alternatif lain untuk pemilihan kepala daerah di Jakarta. Yakni melalui mekanisme pemilihan melalui DPRD jika yang ingin diutamakan pertumbuhan ekonomi karena butuh kestabilan sosial dan politik. Tapi demikian, fakta di lapangan pemilihan tidak langsung alias melalui DPRD pun masih menjadi pro dan kontra.

“Berdasarkan catatan yang kami paparkan diatas kami menyimpulkan DKI jakarta masih layak jadi Ibukota Negara. Maka kami fraksi PKS, menyatakan menolak RUU Daerah Khusus Jakarta untuk ditetapkan menjadi RUU usulan DPR,” papar Hermanto.

Tags:

Berita Terkait