Pentingnya Memahami Term and Condition Saat Menggunakan Platform Digital
Utama

Pentingnya Memahami Term and Condition Saat Menggunakan Platform Digital

Di sisi lain pelaku usaha diminta menjalankan usaha dengan iktikad baik, serta memberikan informasi yang benar dan utuh kepada konsumen.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustras: HOL
Ilustras: HOL

Hidup di era digital memang menawarkan berbagai kemudahan dalam berbagai sektor. Di sisi lain, era digital turut memberikan peluang kepada siapa saja untuk mengambil kesempatan dalam membangun bisnis. Tak sekedar dalam hal jual beli, saat ini dunia digital sudah merambah ke sektor keuangan, termasuk perbankan.

Namun bak dua mata pisau, kemajuan teknologi bisa menjadi boomerang jika tidak dikelola dengan baik terutama menyoal isu perlindungan data pribadi. Hari ini di Indonesia, regulasi perlindungan data pribadi konsumen di pasar e-commerce belum memadai, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di DPR masih belum jelas kapan akan disahkan.

Mengingat belum adanya aturan yang memadai untuk melindungi data pribadi, maka konsumen dituntut untuk cerdas saat menggunakan berbagai platform digital. Apalagi belakangan waktu marak terjadi hal-hal yang merugikan konsumen hampir di seluruh platform digital, baik itu jual beli, keuangan digital, hingga pinjaman online. (Baca: Kemendag Catat Ribuan Pengaduan Konsumen di Sektor E-Commerce)

Menurut Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Warsito Aji, apapun transaksi yang dilakukan melalui platform digital layak untuk diwaspadai. Pasalnya tidak sedikit konsumen yang dirugikan setelah platform digital mengalami kebocoran data.

“Banyak kejadian data pribadi tersebar ke pihak ketiga. Misal konsumen membuka rekening secara online, tiba-tiba ada SMS atau telepon dari piihak asuransi yang menawarkan produk padahal konsumen merasa tidak pernah memberikan nomor telepon ke pihak asuransi. Konsumen perlu hati-hati ketika melakukan transaksi melalui uang digital,” kata Aji dalam sebuah diskusi daring, Jumat (29/10).

Belum tersedianya payung hukum perlindungan data pribadi membuat konsumen sulit untuk bertindak. Bahkan dalam beberapa kasus, lanjut Aji, banyak konsumen yang dilaporkan mencemarkan nama baik setelah menuntut keadilan atas kerugian yang dialami konsumen. Aji menyebut pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menerbitkan regulasi yang mumpuni, serta melakukan pengawasan untuk melindungi konsumen.

“Konsumen ini juga tidak tahu kok bisa data bocor di platform e-commerce, tapi ‘kan harus ada fungsi pengawasan dari pemerintah terkait perlindungan data konsumen,” imbuhnya.

Sehingga untuk meminimalisir terjadinya hal-hal yang merugikan dan menimbulkan sengketa, Aji mengingatkan konsumen untuk tidak mengabaikan term and condition yang ada di seluruh platform digital. Term and condition yang diberikan oleh pelaku usaha e-commerce dapat menjadi bahan pertimbangan konsumen untuk terus melakukan transaksi atau sebaliknya.

“Konsumen harus hati-hati saat transaksi smartphone mengerti term and condition dari sebuah aplikasi online entah itu pinjol, belanja online, dibaca dulu. Karena ketika terjadi sengketa dan konsumen tidak atau belum baca, itu salah si konsumen,” jelasnya.

Mengingat minimnya literasi konsumen Indonesia terkait pentingnya perlindungan data pribadi dan term and condition dalam sebuah kontrak terutama kontrak digital, Aji meminta pemerintah terutama OJK untuk gencar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada konsumen.

“Kebanyakan konsumen maunya yang simpel belanja tidak mau baca aturan minimal term and condition karena memang hurufnya kecil-kecil, dan banyak konsumen yang tidak paham bahasa hukum,” tegasnya.

Senada, Pengurus Harian YLKI Sularsi menilai banyak sengketa yang terjadi di platform digital, terutama untuk kasus pinjaman online dikarenakan kurangnya perhatian konsumen terhadap term and condition. Tapi dibalik lalainya konsumen, banyak juga pelaku usaha yang menjalankan bisnis dilandasi iktikad tidak baik.

Menurut Sularsi, pelaku usaha selayaknya memberikan informasi yang benar dan utuh sebelum konsumen melakukan transaksi. Namun sejauh ini yang terjadi adalah sebaliknya, informasi yang utuh justru diberikan saat konsumen sudah melakukan transaksi, ditambah sulitnya melakukan pembatalan transaksi terutama pada kasus pinjaman online. Praktik usaha semacam ini bertujuan untuk menjebak konsumen.

“Yang terjadi adalah ketika mengajukan pinjaman online, banyak konsumen yang tidak mendapatkan informasi. Saat transaksi berhasil, baru ketahuan informasinya seperti apa, dana yang diterima tidak utuh, ada biaya apa saja, ini tidak diinformasikan dari awal. Apalagi kita tidak boleh cancel, sangat sulit sekali melakukan cancel,” jelas Sularsi.

Terkait kasus pinjaman online, pemerintah sendiri sudah berupaya untuk menertibkan pinjaman online ilegal yang sangat merugikan konsumen. Namun Sularsi menilai ada sesuatu yang salah dari bentuk pengawasan yang dilakukan pemerintah, di mana pinjol ilegal dengan mudah tumbuh menjamur meski telah dilakukan penertiban.

“Kenyataannya, pinjol ilegal yang tidak terdaftar di OJK jumlahnya jauh lebih banyak dari pada yang legal. Satu aplikasi pinjol ilegal di takedown, yang lain tumbuh. Kenapa begini? Karena mudahnya orang membuat aplikasi, dan bisnis ini menggiurkan sekali. Dan lagi, terkadang satu orang punya aplikasi ilegal, bukan hanya satu nama itu saja, tapi banyak brand lain,” tuturnya.

Untuk itu, Sularsi meminta konsumen untuk memperhatikan dan membaca term and condition saat mengajukan pinjaman atau melakukan transaksi secara digital. Dan tentunya adanya itikad baik dari pelaku usaha saat menjalankan bisnis dengan memberikan informasi yang benar dan utuh kepada konsumen.

Tags:

Berita Terkait