Pentingnya Insentif PPN Obat-obatan bagi Konsumen di Masa Pandemi
Berita

Pentingnya Insentif PPN Obat-obatan bagi Konsumen di Masa Pandemi

Dalam situasi ekonomi yang sedang surut di masa Pandemi Covid-19, penurunan pendapatan mempengaruhi konsumen Indonesia yang mengandalkan obat-obatan, baik untuk pencegahan ataupun disaat melakukan pengobatan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pandemi Covid-19 menyebabkan berbagai harga barang kebutuhan utama masyarakat termasuk obat-obatan semakin mahal. Kondisi ini tentunya semakin memberatkan masyarakat khususnya berpenghasilan rendah yang ekonominya semakin tertekan akibat pandemi. Atas hal tersebut, pemerintah diminta segera terbitkan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar harga obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat saat ini semakin terjangkau.

Usulan tersebut disampaikan, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing yang mendesak Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk mengeluarkan Kebijakan PPN atas obat-obatan dihapuskan atau ditanggung pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan masyarakat tidak mampu yang mengalami kesulitan ekonomi saat pandemi.

Dia melihat beberapa aspek yang menonjol di saat Pandemi Covid-19 antara lain kesehatan, ekonomi dan hukum sehingga pemerintah diminta adil dalam mengeluarkan kebijakan penghapusan pajak atau ditanggung pemerintah. David menilai insentif perpajakan pada sektor properti dan kendaraan otomotif belum cukup untuk membantu masyarakat. Menurutnya, kebijakan tersebut hanya mendorong konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah atas.

“Hingga saat ini sudah ada beberapa kebijakan dalam perpajakan antara lain penghapuskan pajak penghasilan tertentu, fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019, penghapusan pajak untuk kendaraan barang mewah (PPnBM), dan pajak penjualan rumah susun atau tapak dimana hal ini belum dirasakan oleh semua kalangan,” jelas David, Rabu (10/3).

“Insentif perpajakan sebelumnya itu kan untuk masyarakat menengah keatas, Pemerintah harus fair dong perhatikan juga masyarakat tidak mampu salah satunya dengan PPN obat-obatan dihapuskan atau ditanggung pemerintah,” tambah David. (Baca: Menyoal Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Asuransi)

Menurutnya, masyarakat jangan hanya diwajibkan harus menjaga protokol kesehatan dalam rangka mencegah penyebarluasan Covid-19, sementara harga harga obat-obatan tinggi dan dikenakan pajak. Sehingga, dia meminta perlu ada insentif dari pemerintah karena masyarakat harus mempersiapkan obat-obatan yang diperlukan minimal vitamin, antiseptik tangan dan obat-obatan.

Dalam situasi ekonomi yang sedang surut di masa Pandemi Covid-19 yang tidak diketahui kapan berakhirnya, penurunan pendapatan mempengaruhi konsumen Indonesia yang mengandalkan obat-obatan, baik untuk pencegahan ataupun disaat melakukan pengobatan apabila mengalami sakit. Obat-obatan saat ini kan menjadi kebutuhan primer sehingga Pemerintah harus segera menurunkan harga obat-obatan melalui insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di seluruh. Masa untuk pajak mobil dan penjualan rumah susun atau tapak bisa, sedangkan untuk obat-obatan tidak bisa,” jelas David

David menegaskan sudah saatnya PPN terhadap obat-obatan dihapuskan di semua farmasi tanpa terkecuali oleh pemerintah.

Sorotan mengenai harga obat saat pandemi juga pernah disampaikan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indoensia (YLKI), Tulus Abadi. Dia menyampaikan diperlukan penguatan dari sisi regulasi yang dapat memperkuat perlindungan konsumen, khususnya di masa pandemi saat ini. Menurut Tulus, reformasi hukum perlindungan konsumen perlu dilakukan agar dapat meminimalisasi kerugian konsumen saat melakukan pengaduan.

Tulus juga mengungkapkan isu aktual perlindungan konsumen selama masa pandemi, yaitu mengenai alat kesehatan produk kefarmasian yang mahal dan langka, relaksasi produk jasa keuangan, sulitnya pengajuan pengembalian pembelian tiket pesawat dan hotel, fenomena billing shock tagihan listrik, kendala pelayanan dan belanja internet, komersialisasi dan efektivitas tes rapid sebagai persyaratan perjalanan/aktivitas, serta klaim kesembuhan obat Covid-19.

“Advokasi yang dilakukan oleh YLKI, dengan meminta Dirjen PKTN Kementerian Perdagangan untuk memperketat pengawasan. Juga mendorong aparat hukum agar tegas memberikan sanksi bagi penjual nakal yang terbukti merugikan konsumen," tambah Tulus.

Sementara itu, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Rizal E Halim juga menyatakan, sesuai UU Perlindungan Konsumen, BPKN melaksanakan fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Pelaksanaan fungsi ini dilakukan melalui fasilitasi pengaduan konsumen sebagai dasar pemberian rekomendasi kepada pemerintah untuk dapat ditindaklanjuti.

“Peningkatan transaksi elektronik selama masa pandemi Covid-19 menambah risiko kerugian bagi konsumen. Untuk itu, perlu ditingkatkan kesadaran konsumen dalam membela haknya melalui saluran pengaduan atau penyelesaian sengketa konsumen,” ujar Rizal.

Tags:

Berita Terkait