Pentingnya Aturan Perlindungan Pegiat Antikorupsi dan HAM
Berita

Pentingnya Aturan Perlindungan Pegiat Antikorupsi dan HAM

DPR pernah menolak dan menyarankan aturan khusus bagi perlindungan aktivis HAM termasuk anti korupsi disisipkan dalam revisi UU HAM. Namun, pembahasan revisi UU HAM tak mengalami kemajuan di DPR.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Anggota Divisi Korupsi Peradilan ICW, Wana Alamsyah mengakui isu perlindungan terhadap pegiat anti korupsi memang diatur dalam beberapa aturan. Seperti UU No.30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Korupsi; UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kemudian, Peraturan  Pemerintah  No. 43  Tahun 2018 tentang Tata Cara  Pelaksanaan  Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Misalnya, dalam Pasal 15 huruf a UU 30/2002, KPK berkewajiban memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor terhadap mereka yang menyampaikan laporan atau memberi  keterangan terjadinya tipikor. Menurutnya, ketiga peraturan perundangan tersebut mewajibkan negara memberi perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat yang memberi laporan yang berkaitan kasus-kasus korupsi.

 

“Sebab tidak ada satupun regulasi yang membatasi hak masyarakat untuk menyampaikan  laporan kasus korupsi melalui cara terbuka ataupun tertutup,” ujarnya.

 

Menurutnya, selama ini serangan dari mereka yang merasa terganggu tindakan korupsinya kerap mengancam (corruptors fightback) baik ancaman fisik maupun psikis, seperti yang dialami Novel dan Tama S Langkun. Namun, implementasi beberapa aturan perlindungan terhadap masyarakat pegiat anti korupsi atau HAM itu belum berjalan optimal.

 

Hukumonline.com

 

Di tempat yang sama, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Katolik Indonesia (UKI) Atmajaya, Asmin Fransisca melanjutkan regulasi amat penting dalam memberi perlindungan terhadap setiap warga negara termasuk pegiat pembela HAM dan antikorupsi. Dia menilai negara seolah belum memiliki keinginan memberi perlindungan terhadap warga negaranya yang memiliki idealisme membela HAM dan anti korupsi.

 

“Tapi, bila terdapat UU atau aturan khusus perlindungan bagi pegiat HAM dan anti korupsi ini mesti ada lembaga pengawas, seperti Komnas HAM. Kewenangan Komnas HAM juga harus ditambah dan dikuatkan dari sebelumnya,” usulnya.

 

Menurutnya, sepanjang negara memiliki political will yang baik, akan mendukung dan mendorong terbitnya aturan khusus perlindungan terhadap pegiat HAM dan anti korupsi ini. Yang pasti, kata dia, membuat aturan setingkat UU sebagai sikap politik masing-masing para pemangku kepentingan mesti dihargai. “Ini political will dari negara,” katanya.

Tags:

Berita Terkait