Pentingnya Advokat Memahami Dasar-dasar Hukum Merger dan Akuisisi
Utama

Pentingnya Advokat Memahami Dasar-dasar Hukum Merger dan Akuisisi

Advokat harus memiliki pemahaman sudut pandang tidak hanya ilmu hukum tapi juga ekonomi.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi advokat: BAS
Ilustrasi advokat: BAS

Transaksi merger dan akuisisi di Indonesia semakin masif terjadi seiring perkembangan bisnis. Tidak hanya persoalan ekonomi saja, merger dan akuisisi sangat erat hubungannya dengan hukum khususnya regulasi-regulasi bisnis yang memungkinkan transaksi merger dan akuisisi dilakukan.

Advokat atau konsultan hukum juga harus memiliki kompetensi atau pemahaman sudut pandang ekonomi saat menangani transaksi merger dan akuisisi. Pemahaman tersebut dibutuhkan untuk memberi penilaian terhadap transaksi merger dan akuisisi yang ditangani mengarah pada keuntungan atau kerugian.

Associates Firma Hukum Tumbuan dan Partners, Risman Yansen Mario, menjelaskan dasar hukum merger dan akuisisi ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Kemudian, aturan turunannya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan PT.

Transaksi merger dan akusisi juga harus mempertimbangkan dari sisi hukum persaingan usaha sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2019. Kemudian, advokat tersebut juga harus mengetahui regulasi khusus per sektor usaha karena ada peraturan-peraturan lain sesuai lini bisnis usaha perseroan seperti bank, asuransi, pertambangan dan konstruksi.

Risman mengungkapkan advokat harus mengetahui tujuan merger dan akuisisi yang ditangani. Menurutnya, terdapat berbagai tujuan transaksi merger seperti efesiensi, penguasaan aset, penguasaan pasar, penguasaan perizinan dan pengendalian perseroan. (Baca: Global Legaltech Report Identifikasi 12 Model Bisnis Hukum Berbasis Teknologi di ASEAN)

Defenisi merger dapat dilihat pada Pasal 1 ayat 9 UU PT. Merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang sudah ada sehingga mengakibatkan aktiva seperti aset dan pasiva seperti utang perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan. Selanjutnya badan hukum perseroan yang menggabungkan diri tersebut berakhir karena hukum. Pengertian ini terdapat pada Pasal 1 ayat 9 UUPT.

Risman juga menjelaskan terdapat unsur-unsur merger yaitu mekanisme peralihan tidak terjadi melalui jual beli atau hibah. Kemudian, objeknya yaitu aktiva dan pasiva. Lalu, status hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir, bukan karena likuidasi atau pailit melainkan diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam praktiknya, terdapat perjanjian pendahuluan yang harus diketahui atau disiapkan advokat dalam transaksi merger. Perjanjian tersebut seperti kondisi-kondisi prasyarat, kewajiban sebelum tanggal penyelesaian dan kewajiban setelah tanggal penyelesaian.

“Kewajiban setelah tanggal perjanjian agar tidak membuat perusahaan tandingan setelah merger,” jelas Risman dalam Webinar “Merger dan Akuisi, Masalah-masalah Hukum”, Jumat (12/6).

Selain itu, dia menjelaskan terdapat perjanjian pendahuluan merger mengenai kewajiban masa lampau seperti penyelesaian utang. Perjanjian pendahuluan merger juga perlu melihat mengenai karyawan kunci, mekanisme penilaian atau konversi harga saham dan pengakhiran perjanjian.

Dalam transaksi merger, terdapat kepentingan pihak-pihak yang perlu diperhatikan seperti perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan. Selain itu, terdapat pihak kreditor dan mitra usaha perseroan. Dan, merger juga harus mempertimbangkan sisi persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Garis waktu transaksi merger dan akusisi berlangsung melalui persetujuan rancangan peleburan oleh dewan komisaris perseroan terlebih dahulu. Kemudian, ada pengumuman ranccangan tersebut kepada karyawan dan surat kabar nasional. Kemudian, pemanggilan RUPS kepada para pihak dan melaksanakan RUPS tersebut. Kemudian, mengumumkan hasil peleburan dalam surat kabar nasional bagi perusahaan tertutup dan terbuka. Terakhir, pengesahan Menteri Hukum dan HAM atas pendirian perseroan baru.

Sementara itu, Associates Firma Hukum Tumbuan dan Partners, Raden Widyantara Priambodo menambahkan advokat juga harus memahami perbedaan merger dan akuisisi. Dia menjelaskan akusisi merupakan perbuatan hukum yang dilakukan badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan sehingga beralihnay pengendalian atas perseroan tersebut. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat 11 UUPT.

Dia menjelaskan unsur-unsur akuisisi antara lain mekanisme peralihannya melalui jual beli, inbreng ddan mekanisme lainnya. Kemudian, objeknya yaitu saham atau aset. Unsur lainnya terdapat perubahan dalam pengendalian perseroan atau aset. Akuisisi saham diputuskan melalui RUPS, namun untuk akusisi aset merujuk pada nilai aset.

Untuk akusisi aset, Widy menjelaskan pembeli membeli seluruh aset atau bagian substansi dari hak milik penjual melalui pembayaran baik berupa uang, saham, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Pembeli memberli aset perusahaan target harus mempertimbangkan pembelian aset dapat dilakukan tanpa memerlukan persetujuan korporasi, pembeli juga menghindari asumsi dan kewajiban dari perusahaan target, kepemilikan pemegang saham pembeli tidak terpengaruh pada akuisisi aset. Lalu, hanya aset dan kewajiban yang teridentifikasi pada perjanjian jual beli saja yang beralih ke pihak pembeli.

Widy mengungkapkan transaksi merger dan akusisi juga harus melihat kategori perseroan tersebut seperti badan usaha milik negara (BUMN) atau swasta. Dalam BUMN, Widy mengatakan perlu ada persetujuan Menteri BUMN, menyampaikan maksud dan tujuan merger, peleburan dan akusisi kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) apabila dimintakan. Kemudian, penyeragaman isi anggaran dasar, perjanjian kerja bersama (PKB) perusahaan yang diambilalih dengan perusahaan BUMN sebagai pemegang saham mayoritas.

Sementara itu, sektor swasta cukup persetujuan pemegang saham, kreditur, dan instansi terkait seperti kementerian dan otoritas lain. Kemudian, transaksi tersebut juga harus memperhatikan pembatasan Daftar Negatif Investasi (DNI). Rencana dan hasil merger, peleburan dan akuisisi harus diumumkan melalui surat kabar nasional. Kemudian, tidak ada perbedaan pada status karyawan.

Dalam transaksi merger dan akuisisi memungkinkan terjadinya permasalahan hukum seperti tidak dapat memberdakan antara merger dan akuisisi, penjual dan pembeli tidak kooperatif, epentingan berbeda antara penjual dan pembeli, Dokumen perseroan target tidak lengkap, terdapat variasi klasifikasi saham, saham target telah digadaikan, ketenagakerjaan, perizinan tidak lengkap atau sulit diperoleh, kepemilikan aset, pembatasan DNI bidang usaha tertentu, persetujaun kreditur, regulasi pasar modal bagi perusahaan terbuka. Terakhir, harga jual beli seperti perbedaan nilai valuasi oleh KJPP penjual dan pembeli, kewajaran harga menurut BPKP dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagi perusahaan BUMN, harga akuisisi mahal karena penambahan aset dan buntu negosiasi harga jual beli.

Tags:

Berita Terkait