Penting! 3 Rambu INI Perlu agar Notaris Tak Sembarang Buat Akta Selama Wabah Covid-19
Utama

Penting! 3 Rambu INI Perlu agar Notaris Tak Sembarang Buat Akta Selama Wabah Covid-19

Pelanggaran prosedur sesuai undang-undang bisa membatalkan status akta autentik. Notaris bisa digugat penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga oleh pihak yang dirugikan.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi akta notaris. Selama Covid-19, notaris harus tetap mengikuti kode etik dalam membuat akta. Ilustrator: BAS
Ilustrasi akta notaris. Selama Covid-19, notaris harus tetap mengikuti kode etik dalam membuat akta. Ilustrator: BAS

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) menerbitkan imbauan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19 lewat aktivitas kerja Notaris. Melalui surat No.67/35-III/PP-INI/2020, ada tiga rambu agar kerja notaris tetap berjalan sesuai regulasi dan kode etik di tengah wabah Covid-19. Dengan kata lain, PP INI berharap agar setiap notaris bekerja sesuai kode etik.

Secara khusus hukumonline mendapatkan penjelasan dari notaris Aulia Taufani dari PP INI dan Cahyo Rahadian Muzhar, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU)  Kementerian Hukum dan HAM.

Pertama, Aulia menjelaskan bahwa pelaksanaan kerja notaris dari rumah sesuai anjuran work from home sah berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto UU No. 2 Tahun 2014 (UU Jabatan Notaris). Notaris tidak perlu khawatir dengan larangan pasal 17 UU Jabatan Notaris. Ia merujuk larangan bagi notaris untuk meninggalkan wilayah jabatan lebih dari tujuh hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah. “Ini penafsiran PP INI. Work from home tidak melanggar Pasal 17 UU Jabatan Notaris ,” kata Aulia.

(Baca juga: Cegah Corona, Pengurus INI Diminta Hindari Hindari Aktivitas Kerumunan).

Pasal 17 UU Jabatan Notaris mengatur larangan bagi notaris. Antara lain, notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; dan meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah. Larangan inilah yang dikhawatirkan notaris.

Menurut Aulia, notaris yang wilayah jabatan dengan rumah domisilinya menyatu tentu tidak ada masalah sama sekali dalam hal work from home. Cuma, bagi yang wilayah jabatannya berbeda dengan rumah domisili tentu tidak bisa menjalankan tugas dari rumah. Hal itu karena upaya mencegah penyebaran wabah Covid-19 termasuk dengan tidak bepergian keluar rumah.

“Saat ini alasan wabah Covid-19 yang ditetapkan bencana nasional beserta protokol pencegahan dari Pemerintah sudah cukup jadi alasan yang sah,” kata Aulia. Notaris yang mengalami kondisi itu tidak perlu khawatir dianggap melakukan pelanggaran dalam jabatannya. Nah, bagi mereka yang masih bisa menunaikan tugas jabatan notaris, ada tiga rambu-rambu dari PP-INI sebagai berikut.

1. Mengatur ulang jadwal pembubuhan tanda tangan akta dengan para penghadap

Salah satu prosedur mutlak pembuatan akta notaris adalah bertemunya notaris, penghadap sebagai pihak pembuat akta, dan saksi. Kehadiran itu berkaitan dengan pengenalan notaris terhadap penghadap sekaligus untuk membubuhkan tanda tangan di akta.

“Atur jadwalnya sampai nanti kondisi memungkinkan untuk bertemu,” kata Aulia. Kehadiran fisik ini tidak bisa dihindari dalam pembuatan akta. Jika dilanggar, bisa membuat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Bahkan bisa menjadi alasan bagi pihak merasa dirugikan untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris.

2. Merekomendasikan notaris lain yang lebih aman untuk bertugas

Alternatif lainnya adalah mengalihkan penghadap untuk dilayani notaris lain. “Opsinya, rekomendasikan ke notaris,” kata Aulia. Notaris bisa mengontak secara langsung rekan sejawatnya atau meminta bantuan informasi dari struktur kepengurusan INI di wilayahnya. Pertimbangan rekomendasi ini untuk memudahkan mobilitas penghadap di masa pembatasan aktivitas di luar rumah selama wabah Covid-19. Tentu saja kesehatan dan keselamatan notaris yang bertugas juga dipertimbangkan. Notaris diharapkan tidak memaksakan diri apalagi jika termasuk kelompok rentan terhadap Covid-19.

3. Membuat klausula khusus di akta bawah tangan

“Selain itu, sebetulnya ada juga kebutuhan akta yang tidak harus dengan akta notaris berdasarkan undang-undang. Misalnya Rapat Umum Pemegang Saham,” Aulia menjelaskan. Kebiasaan menuangkannya dalam akta notaris hanya dalam rangka antisipasi jika harus digunakan sebagai akta autentik. Perlu diingat bahwa akta notaris sebagai akta autentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat.

“Silakan saja dibuat sendiri oleh penghadap dengan status akta di bawah tangan dengan klausula khusus di bagian penutupnya,” kata Aulia. Klausula yang dianjurkan dalam imbauan itu berbunyi ‘akan dibuat/dinyatakan kembali dalam Akta Autentik segera setelah kondisi darurat Covid-19 dicabut oleh Pemerintah’.

Tiga rambu-rambu tersebut adalah alternatif yang diusulkan PP INI saat ini. Aulia mengatakan tidak menutup kemungkinan cara lain jika memang ada. “Prosedur membuat akta autentik oleh notaris ini batasannya diatur ketat dalam undang-undang. Kalau dilanggar maka aktanya hanya bernilai di bawah tangan,” katanya.

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Cahyo Rahadian Muzhar memberikan konfirmasi soal rambu-rambu tersebut. “Belum ada arahan teknis dari Dirjen AHU. Kami belum berkoordinasi dengan PP INI. Nanti segera dibicarakan,” kata Cahyo kepada hukumonline. Ia mengatakan fokus utama pemerintah saat ini adalah melawan penyebaran wabah Covid-19.

Bolehkah menggunakan video conference?

Aulia menyatakan untuk saat ini PP INI sebatas mengusulkan tiga alternatif notaris dalam bekerja di masa wabah Covid-19. Kemungkinan lainnya sangat dibolehkan asalkan tidak melanggar undang-undang dan kode etik notaris. “Video conference itu belum memenuhi prosedur wajib pembuatan akta autentik dalam undang-undang,” katanya.

Persoalan video conference dalam pembuatan akta notaris masih menjadi perdebatan. Notaris mungkin tidak keluar dari wilayah jabatannya. Hanya saja tidak ada kejelasan soal kehadiran fisik penghadap. Belum ada penafsiran lain yang diterima dunia hukum soal menghadap ke notaris selain dengan cara kehadiran fisik.

“Kalau ada yang butuh dengan jasa notaris, mereka yang harus datang ke tempat notaris. Bukan sebaliknya,” Aulia menegaskan. Penghadap bisa leluasa memilih notaris di mana saja. Pembatasan wilyah kerja hanya mengikat notaris.

Cahyo mengakui bahwa Pemerintah perlu membuat kebijakan khusus agar pelayanan publik tetap bisa berjalan baik. Termasuk pula pelayanan oleh notaris yang berkaitan administrasi hukum umum. Cuma, kebijakan itu pun tidak boleh menabrak ketentuan dalam undang-undang. “Pemerintah pun harus konsultasi dengan pemangku kepentingan seperti dunia usaha dan PP INI.”

Ia berpendapat fasilitas teknologi video conference untuk pelayanan notaris dalam pembuatan akta tidak bisa langsung diterapkan. “Dalam situasi seperti ini kita harus bijak bersikap. Ada aturan dalam undang-undang. Saat ini memang semua aktivitas dibatasi,” kata Cahyo.

Tags:

Berita Terkait