Penjelasan di Balik Larangan Advokat Merangkap Penerjemah Tersumpah
Utama

Penjelasan di Balik Larangan Advokat Merangkap Penerjemah Tersumpah

Tapi, advokat tetap bisa menjadi penerjemah biasa.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Hendra Andy Satya Gurning. Foto: NNP
Hendra Andy Satya Gurning. Foto: NNP
Profesi yang dilarang dirangkap oleh advokat bertambah satu. Profesi yang dimaksud adalah penerjemah tersumpah, profesi yang mempunyai keahlian melakukan terjemahan yang diangkat dan diambil sumpahnya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menjadi menarik, apa sebetulnya alasan di balik larangan itu?
Kepala Sub Direktorat Hukum Perdata Umum Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada Kementerian Hukum dan HAM, Hendra Andy Satya Gurning menjelaskan bahwa alasan advokat dilarang menjadi penerjemah tersumpah lebih kepada konteks netralitas profesi advokat itu sendiri. Menurutnya, ketika advokat merangkap sebagai penerjemah tersumpah, maka akan terjadi bias mengenai peran dan kedudukan mereka sebagai profesi.
“Profesi advokat kita masukan karena dalam UU Advokat sendiri melarang advokat melarang jabatan lain. Jadi netralitas advokat itu,” kata Hendra saat diwawancara hukumonline di kantornya.
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 29 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Pelaporan, dan Pemberhentian Penerjemah Tersumpah, tegas diatur bahwa syarat untuk dapat diangkat menjadi penerjemah tersumpah adalah tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang.  (Baca juga: Penerjemah Tersumpah, Profesi ‘Peninggalan Kolonial’ yang Kembali Eksis)
Jika melirik UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, memang mengatur sejumlah bentuk larangan rangkap profesi bagi seorang advokat. Dalam Pasal 20 aturan tersebut misalnya, advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesilnya. Lalu, advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sehingga merugikan profesi atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas dan profesinya.  
“Karena ini akan jadi jabatan umum yang diangkat oleh pemerintah. Makanya notaris (termasuk advokat) juga tidak bisa disini. Karena tidak mungkin orang akan berdiri di dua kaki,” kata Hendra
Sebagaimana diketahui, advokat juga merupakan profesi yang diambil sumpahnya oleh negara. Bedanya, penerjemah tersumpah diambil sumpahnya oleh Menkumham sementara advokat oleh Ketua Pengadilan Tinggi sesuai domisili hukumnya. Namun, Hendra menegaskan bahwa Permenkumham Nomor 29 Tahun 2016 sama sekali tidak melarang profesi manapun yang ini menggeluti dunia penerjemahan. Yang coba diatur secara detil khusus untuk profesi penerjemah tersumpah. 
“Siapa saja bisa jadi penerjemah, tapi bukan penerjemah tersumpah. Advokat silahkan,” kata Hendra. (Baca Juga: Begini Isi Permenkumham Soal Penerjemah Tersumpah)
Diapresiasi Dengan Catatan
Terpisah, Sekretaris Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), Rosmeilan K. Siagian mengapresiasi terbitnya Permenkumham Nomor 29 Tahun 2016. Bagi HPI, aturan terbaru ini secara tidak langsung menjadi bukti bahwa profesi penerjemah tersumpah telah diakui oleh pemerintah. Namun, terkait dengan substansi di balik larangan advokat menjadi penerjemah tersumpah, ia mengaku tidak mengetahui pasti alasannya.
“Aturan baru ini buat HPI dari segi profesi penerjemah tersumpah diakui pemerintah, itu kami apresiasi. Mereka (pemerintah) juga menyadari bahwa penerjemah tersumpah tidak diatur dengan baik,” katanya melaui sambungan telepon, Senin lalu.  (Baca Juga: Prosedur Menjadi Penerjemah Tersumpah)
Ketidaktahuan itu menjadi maklum lantaran HPI ternyata tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pembahasan aturan pertama yang mengatur profesi penerjemah tersumpah. Bahkan, sampai berita ini diturunkan, HPI sebagai organisasi profesi penerjemah sama sekali belum berhasil bertemu dengan pihak Ditjen AHU. Padahal, ada sejumlah masukan penting yang coba disampaikan kepada Ditjen AHU berkaitan seluk-beluk dunia penerjemahan. 
Kepada hukumonline, Rosmeilan menyatakan bahwa dari 2.000an anggota HPI, tidak ada advokat yang tercatat sebagai penerjemah tersumpah. Pasca digelar Tes Sertifikasi Nasional yang pertama tahun 2010, ada advokat yang telah lulus tetapi sebagai penerjemah biasa. Dikatakan Rosmeilan, ada kemungkinan advokat yang juga merangkap sebagai penerjemah tersumpah tetapi tidak terdaftar sebagai anggota HPI lantaran keanggotan HPI bersifat sukarela.  
“Saya belum terlalu ngerti apa substansi advokat dilarang jadi penerjemah tersumpah, alasannya apa?,” kata Rosmeilan.  (Baca Juga: Urgensi Penerjemah di Pengadilan)

Tags: