Penjara Super Maksimum, Solusi untuk Narapidana Korupsi?
Fokus

Penjara Super Maksimum, Solusi untuk Narapidana Korupsi?

Lapas Nusakambangan diperuntukkan bagi napi berisiko tinggi seperti kasus narkotika, terorisme, dan pembunuhan. Napi korupsi tidak berisiko tinggi?

Aji Prasetyo/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
KPK bangun Rutan khusus pelaku tindak pidana korupsi. Foto: HOL
KPK bangun Rutan khusus pelaku tindak pidana korupsi. Foto: HOL

Peribahasa ‘satu orang makan nangka, yang lain kena getahnya’ mungkin tepat digunakan untuk menggambarkan wacana penempatan narapidana korupsi ke Nusakambangan. Wacara ini muncul bersamaan dengan ulah mantan Ketua DPR Setya Novanto. Terpidana kasus korupsi e-KTP ini tertangkap kamera saat berada di salah satu toko bangunan mewah di kawasan Padalarang, Bandung. Ironisnya, ‘pelarian’ itu dilakukan saat ia diberikan izin berobat ke salah satu rumah sakit.

Sejak berstatus narapidana, sudah puluhan kali Setnov meminta izin berobat ke luar Lapas lantaran mengaku sakit. Sebelum kasus tertangkap kamera di toko bangunan, Setnov pernah terpergok warga di salah satu rumah makan padahal saat itu ia izin berobat ke RSPAD Gatot Subroto. Setelah itu, seolah tak kapok, Setnov kembali ‘menyiasati’ izin berobat untuk lepas dari pengawalan. Akibat ulahnya yang terakhir, Setnov dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur Bogor. Pengawasan di Lapas ini diklaim sangat ketat alias super maximum. Selama ini hanya dipergunakan untuk narapidana berisiko tinggi seperti narkotika dan terorisme. Narapidana lain yang pernah menghuni Lapas ini adalah Gayus Tambunan.

Pemindahan Setnov ke Lapas Gunung Sindur bertujuan untuk meminimalisasi potensi penyimpangan serupa terulang. Tetapi adakah yang bisa menjamin? Lapas Sukamiskin sudah dirancang dan disepakati untuk narapidana korupsi, toh terbukti bisa disiasati sebagian napi. Alih-alih mengawasi dan mencegah penyimpang, Kalapas Sukamiskin justru ada yang terjerat kasus suap.

(Baca juga: Realisasi Lapas Khusus Sebaiknya Setelah Dua RUU Ini Disahkan).

Gunung Sindur

Sebelumnya Setya Novanto dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur karena diduga menyalahgunakan izin berobat. Kabag Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto menjelaskan alasan pemilihan Lapas tersebut yang salah satunya karena lokasi ini mempunyai penjagaan yang sangat ketat sehingga diharapkan Novanto tidak bisa melakukan hal serupa.

"Pertimbangannya adalah lapas gunung sindur adalah rutan untuk para teroris, dengan pengamanan maksimum sekurity, one man one cell, diharapkan Setnov tidak akan melakukan kembali   pelanggaran tata tertib lapas dan rutan selama menjalani pidananya," ujar Kabag Humas Ditjen PAS Kemenkumham Ade Kusmanto dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (15/6).

Menurut Ade, penempatan Novanto di Lapas khusus ini bersifat sementara, melihat hasil pemeriksaan kepada Novanto dan petugas yang ikut dalam pengawalan ketika izin berobat. Hasil analisa saat ini, kaburnya Novanto karena petugas Lapas tidak menjalan prosedur yang ada. "Masih dalam pendalaman dan pemeriksaaan. Jika terbukti akan diberikan sanksi tegas," pungkasnya. Toh, hingga sepekan berlalu sejak beristiwa itu tak jelas juga hasil pendalaman dan pemeriksaan yang dimaksud Ade.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan KPK menghargai pemindahan Setnov apalagi kewenangan Lapas ada di Kementerian Hukum dan HAM. Cuma Febri mengingatkan bahwa berulangnya kejadian narapidana ‘plesiran’ di luar Lapas dapat mempengaruhi kredibilitas Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Ditjen Pemasyarakatan. Masyarakat dapat mempersepsikan pengelolaan dan pengawasan Lapas di Indonesia kurang baik.

KPK berharap Ditjen Pemasyarakatan tetap berupaya menjalankan rencana aksi perbaikan pengelolaan Lapas yang sudah pernah disusun dan dikoordinasikan dengan KPK sebelumnya. Selain itu, direktorat yang dipimpin Sri Puguh ini dapat mengabulkan permintaan KPK agar narapidana korupsi ditempatkan di Nusakambangan. "Kami harap Ditjen PAS juga dapat mengimplementasikan apa yang pernah disampaikan sebelumnya tentang rencana penempatan terpidana korupsi di Nusakambangan, kata Febri.

(Baca juga: Kasus Setnov, Visi ‘Asset Recovery’ Belum Jadi Prioritas).

Atau setidaknya, kata Febri, tahapan menuju ke Nusakambangan perlu disampaikan ke publik agar masyarakat memahami bahwa upaya perbaikan sedang dilakukan. Jika masyarakat masih menemukan narapidana keluyuran di luar Lapas, kejadian semacam ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

Berdasarkan catatan hukumonline, Pengiriman napi ke Nusakambangan bukan tak pernah dilakukan. Pada era Menteri Kehakiman Baharuddin Lopa, terpidana korupsi Bos Hasan ditempatkan di Nusakambangan. Di Nusakambangan ada 7 Lapas yakni Lapas Batu, Besi, Kembang Kuning, Permisan, Pasir Putih, lapas narkotika, dan lapas terbuka. Tetapi belakangan, para napi korupsi banyak ditempatkan di Lapas Sukamiskin Bandung. Lapas ini dikenal sebagai tempat ‘pemasyarakatan’ pelaku korupsi.

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Karya Produksi Ditjen Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham, Junaedi mengatakan rencana tersebut masih dalam kajian dan menjadi keputusan Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly. Mengenai penetapan koruptor ada di Nusakambangan, itu adalah kewenangan Menteri. Belum diputuskan itu," kata Junaedi, Senin (17/6).

Mengenai kapan tenggat waktu kajian tersebut, Junaedi juga enggan berkomentar lebih lanjut. "Itu kebijakan ya, tataran kebijakan. Saya tidak bisa komentari. Terkait kebijakan Pak Menteri yang akan mengeluarkan," tuturnya. 

Tidak lama berselang, Menteri Yasonna langsung mengungkapkan bahwa pemindahan napi ke Lapas Nusakambangan tak mudah dijalankan, karena Lapas ini diperuntukkan bagi napi berisiko tinggi  seperti kasus narkoba, terorisme, dan pelaku pembunuhan yang dihukum seumur hidup atau pidana mati. Bagi Yasonna, napi korupsi tidak termasuk napi berisiko tinggi. “Itu persoalannya,” ujar Yasonna di Jakarta, Selasa (18/6).

Rencana aksi: Nusakambangan

KPK, jelas Febri, sudah menyampaikan kepada Ditjen Pemasyarakatan tentang perlunya perbaikan Lapas. Dalam rencana aksi perbaikan Lapas antara lain adalah memindahkan napi korupsi ke Lapas Nusakambangan. Tinggal menentukan siapa saja napi korupsi yang akan dikirim ke sana beserta alasan-alasannya. Febri menyinggu rencana aksi dimaksud.

"Pertama, usulan nama narapidana korupsi yang akan dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, kedua revisi peraturan menteri tentang Remisi yang telah direview KPK sebelumnya dan dipandang berisiko transaksional, dan ketiga evaluasi pedoman teknis sistem permasyarakatan," jelasnya.

Rencana aksi ini kata Febri sudah disusun Ditjen Pas dan telah dibahas bersama tim Pencegahan KPK. Karena itu, Febri berharap Ditjen Pas juga segera dapat melakukan setiap rencana aksi yang ada tersebut. Hal ini perlu agar upaya perbaikan Lapas tetap berjalan terus dalam koridor yang semestinya. "Untuk usulan napi korupsi yang akan dipindahkan ke Nusakambangan dan pembahasan lebih lanjut KPK dan Ditjen Pas semoga dapat segera direalisasikan. Dari kajian yang telah dilakukan KPK dan koordinasi sebelumnya, dalam kondisi saat ini tidak harus menunggu pembangunan Lapas baru di Nusakambangan untuk pemindahan tersebut. Karena sejumlah sel di sana masih belum digunakan," cetusnya.

Dukungan terhadap harapan KPK datang dari Wiranto. Menko Polhukham itu berpandangan penempatan napi korupsi ke tempat terpencil membuat mereka berpikir dua kali untuk keluar dari tahanan. Penempatan napi korupsi di pulau terpencil adalah solusi lain yang ditawarkan. Jika yang dimaksud adalah di luar Lapas Nusakambangan, itu berarti harus membangun Lapas baru.

Tampaknya, mewujudkan keinginan untuk memindahkan napi korupsi ke Nusakambangan, karena pertimbangan pengamanan lebih ketat, tak semudah membalik telapak tangan. Penolakan juga datang dari kalangan advokat. M. Fadli Nasution, kuasa hukum terpidana kasus korupsi Eni Maulani Saragih, berpendapangan dalam proses pembinaan selama menjalani masa pidana, tentu tidak bisa disamakan permasalahan warga binaan yang beragam dan berbeda-beda, seperti narkoba, terorisme, korupsi, dan pidana umum lainnya. Pada prinsipnya pemidanaan  adalah pembinaan bukan penghukuman, karenanya pengadilan ada untuk mengadili bukan menghukum.

“Saya kira pemindahan ke Lapas Nusakambangan bukan solusi yang tepat, karena selama ini kita ketahui Nusakambangan khusus untuk terpidana narkoba dan terorisme. Tindak pidana narkotika dan terorisme beda karakter dalam proses pembinaan dibandingkan kasus korupsi. Tidak cocok digabungkan apalagi dicampuradukkan”, jelas Fadli kepada hukumonline.

Menurut dia, Lapas Sukamiskin Bandung yang sekarang dipakai bagi terpidana korupsi sudah cukup baik. Meskipun masih terjadi penyelewengan, ini seharusnya dijadikan evaluasi untuk peningkatan pengamanan dan proses pembinaannya.

Memang, tindak pidana korupsi masuk dalam kategori tindak pidana khusus. Konsekuensinya, terpidana kasus korupsi juga perlu dibina secara khusus. Bukan berarti harus ada keistimewaan, tetapi terapi penyembuhannya yang perlu dilakukan secara khusus.

UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan sistem pemasyarakatan diselenggarakan untuk membentuk warga binaan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana. Kalau napi terus berusaha mencari celah untuk lolos dari pengawasan petugas Lapas, bukankah tujuan sistem pemasyarakatan itu sulit tercapai? 

Tags:

Berita Terkait