Pengusaha Nilai Pembahasan RUU Migas Tak Transparan
Berita

Pengusaha Nilai Pembahasan RUU Migas Tak Transparan

Saat ini masih dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi oleh Badan Legislasi DPR.

KAR
Bacaan 2 Menit
Diskusi Ketahanan Energi di FK-UI. Foto: RES
Diskusi Ketahanan Energi di FK-UI. Foto: RES
Pelaku usaha sektor minyak dan gas mengeluhkan masih adanya ketidakpastian hukum di sektor tersebut. Menurut Sekretaris Indonesia Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah, hal itu menjadi kendalabagi pengusahaan migas di tanah air, dimana investor seringkali dirugikan.

Sammy berharap pemerintah segera mengeluarkan aturan main yang jelas dalam bentuk undang-undang. Dia menilai sejauh ini pemerintah tidak transparan dalam membahas revisi UU Migas. Ia mengaku tak pernah sekalipun diajak membahas rancangan kerangka hukum tersebut.

“Sampai sekarang kami belum lihat draf-nya. Jika pun ada pertemuan dengan pemerintah terkait RUU itu, sifatnya hanya sosialisasi. Kami berharap ada keterbukaan dari pemerintah,” katanya di Jakarta, Senin (5/5).

Lebih lanjut Sammy mengingatkan, pentingnya kepastian hukum dalam bentuk UU Migas yang mengakomodasi partisipasi pelaku usaha. Ia mencontohkan, baru-baru ini kasus pajak bumi dan bangunan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sedang melakukan eksplorasi migas. Ketentuan mengenai hal itu tak pernah ada dalam kontrak sebelumnya. Akibatnya, timbul perbedaan pendapat antara pemerintah dan pelaku usaha.

“Setiap kontrak memiliki dalam tanda kutip, kesuciannya sendiri. Kedua belah pihak harus mematuhinya. Pengusaha tak mempermasalahkan isi kontrak yang membahas soal prosentase pembagian keuntungan namun yang terpenting adalah jaminan akan komitmen atas kontrak yang telah dibuat," ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR RI, Dito Ganundito,menegaskan pihaknya berusaha mempercepat penyelesaian RUU Migas. Sayangnya, ia tidak bisa memastikan kapan revisi tersebut dapat rampung karena panjangnya proses yang harus dilalui. Saat ini, katanya, Komisi VII DPR telah selesai membahas revisinya dan diserahkan ke Baleg DPR untuk dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi.

“Pasti kami upayakan cepat selesai karena kita semua tahu KKKS menunggu ini selesai. Setelah pembahasan di Baleg, rancangan UU dibahas dalam Paripurna DPR. Setelah rancangan disahkan, maka pimpinan DPR akan mengirimkannya ke Presiden,” paparnya.

Sekretaris Jenderal Indonesian Energy Watch (IEW), Muhammad, mengatakan bahwa subtansi persoalan migas di Indonesia terletak pada undang-undang migas. Oleh karena itu, menurutnya RUU Migas harus segera diselesaikan. Ia menyebut, UUNo. 22 Tahun 2001 tentang Migas yang masih belum ada revisinya itu merupakan akar dari ambur-adulnya sistem tata kelola migas.

“Sejak tahun 2010, sebenarnya sudah ada wacana untuk membuat UU Migas yang baru. Namun, draf RUU Migas itu masih dibahas sampai sekarang yang tak ada ujung pangkalnya. Salah satu cara mudah melihat seberapa besar tarik-menarik dalam pembuatan undang-undang adalah pengesahannya butuh waktu yang lama,” tandasnya.

Dia juga menyampaikan harapan agar para calon presiden yang akan bertarung dalam pemilu mendatang memperhatikan nasib migas di Indonesia. Hanya saja, Muhammad melihat, selama masa kampanye tak satupun dari para capres memaparkan tentang persoalan ketahanan energi. Ia mencatat, belum ada capres yang menjadikan persoalan krisis minyak di Indonesia untuk diusung sebagai program.

"Percakapan politik pra Pileg 2014 lebih banyak diisi euforia mengejar popularitas dan elektabilitas, tanpa mengukur kedalaman pengetahuan partai dan calon, tentang kebijakan yang akan mereka jalankan jika terpilih kelak," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait