Pengusaha Menggugat, Asosiasi Kurator Menjawab
Utama

Pengusaha Menggugat, Asosiasi Kurator Menjawab

Seorang pengusaha mempersoalkan kewenangan kurator ke Mahkamah Konstitusi. Akibat dugaan kesewenang-wenangan dalam pemberesan boedel pailit. AKPI bersuara.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Sekjen AKPI, Imran Nating selaku pihak terkait saat menyampaikan keterangannya dalam sidang uji materi UU Kepailitan dan PKPU, Senin (22/6). Foto: Humas MK
Sekjen AKPI, Imran Nating selaku pihak terkait saat menyampaikan keterangannya dalam sidang uji materi UU Kepailitan dan PKPU, Senin (22/6). Foto: Humas MK
Dalam pemberesan boedel pailit seharusnya kurator tak bisa bertindak sewenang-wenang. Bahkan dalam setiap tindakan pengurusan harta pailit itu sang kurator minta persetujuan lebih dahulu dari pemilik aset alias debitor. Begitulah kira-kira intisari permohonan uji materi yang diajukan seorang pengusaha ke Mahkamah Konstitusi.  

Tato Suwarto, pengusaha dimaksud, adalah Direktur Utama PT Batamas Jala Nusantara ketika perusahaan ini dinyatakan pailit. Tato merasa dirugikan oleh tindakan kurator. Karena itu, ia mempersoalkan Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan. Beleid itu dinilai tidak memberi batasan tegas terhadap tugas dan kewenangan kurator lantaran kurator tidak diwajibkan memberi persetujuan kepada debitor pailit dalam pemberesan harta pailit.

Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) memandang dalil uji materi Pasal 69 ayat (2) huruf a UU UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) keliru. AKPI berpandangan, tanpa ketentuan ini, dapat dipastikan kurator tidak akan pernah mampu bekerja untuk mengurus dan membereskan harta pailit. Soalnya, seorang debitor pailit demi hukum tak berkuasa lagi mengurus harta pailit.

“Kewenangan Kurator akan menjadi sia-sia jika ada keharusan terlebih dahulu memperoleh persetujuan debitor pailit untuk setiap tindakan pengurusan dan pemberesan,” ujar Sekjen AKPI, Imran Nating, saat menjadi pihak terkait dalam sidang lanjutan pengujian UU Kepailitan di Mahkamah Konstitusi, Senin (22/6).

Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugasnya, kurator: (a) tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitor atau salah satu organ debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan”.

Imran mengingatkan dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam UU Kepailitan telah memberi kekhususan. Pertama, putusan pernyataan pailit serta merta harus dijalankan, sekalipun diajukan kasasi atau peninjauan kembali (PK). Kedua, tindakan Kurator dianggap sah sekalipun putusan pailit dibatalkan di tingkat kasasi/PK. Ketiga, segala tindakan kurator harus memperoleh persetujuan Hakim Pengawas, jika tidak kurator tetap bertanggung jawab jika ada kesalahan kepada debitor pailit dan kreditor.          

Jadi, dalam kepailitan tidak mungkin setiap tindakan kurator harus mendapat persetujuan debitor pailit. Sebab, debitor pailit sudah tidak lagi berwenang menguasai dan mengurus hartanya sehingga konsekwensi tidak harus debitor pailit. “Hampir bisa dipastikan tidak mungkin debitor pailit dengan mudahnya memberi persetujuan atas semua tindakan kurator, apalagi jika sudah menyangkut pengalihan aset debitor pailit,” lanjutnya.

Menurut AKPI, Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan sudah tepat, sesuai dengan ‘roh’ UU Kepailitan dimana kepailitan adalah sita umum atas seluruh harta debitor pailit dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Keliru, apabila dikatakan perlawanan pemohon sebagai debitor paiit atas dugaan kesewenang-wenangan Kurator dianggap melanggar konstitusi,” tegasnya.  

Imran beralasan, persoalan yang dialami pemohon seharusnya menempuh jalur penyelesaian yang telah tersedia dalam UU Kepailitan itu. Misalnya, mengajukan keberatan ke Hakim Pengawas atas tindakan kurator, melaporkan ke Dewan Kehormatan Organisasi asal kurator untuk diperiksa dugaan pelanggaran etik, dan meminta pertanggungjawaban baik perdata ataupun pidana atas tindakan sewenang-wenang dan ketidakprofesionalan Kurator.

“Khusus di AKPI, Dewan Kehormatan akan menindak tegas setiap anggotanya yang terbukti tidak profesional dan melanggar kode etik dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit,” lanjutnya.

“Kebetulan Kurator yang menangani perkara pemohon bukan anggota kami, AKPI yang anggotanya sekitar 650-an orang. Karena itu, seharusnya permohonan ini ditolak atau tidak dapat diterima karena kita tidak melihat adanya kerugian hak konstitusional yang dilanggar dengan berlakunya Pasal 69 ayat (2) huruf a UU Kepailitan.”

Sebelumnya, Tato mempersoalkan UU Kepailitan lantaran pernah dinyatakan pailit. Dalam proses kepailitan itu,  ia menganggap kuratorseenaknya melelang barang-barang bergerak/tidak bergerak termasuk lelang saham pesero tanpa persetujuannya. Seolah, debitor pailit sebagai pihak luar dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, sehingga pemohon kehilangan hak mengurus harta pailit yang diurus secara penuh oleh kurator di bawah hakim pengawas.Pemohon minta pasal itu dihapus.
Tags:

Berita Terkait