Pengusaha Kopi Tiam Dikalahkan Merek Kopitiam
Berita

Pengusaha Kopi Tiam Dikalahkan Merek Kopitiam

Majelis berpijak pada eksepsi tergugat yang menilai gabungan pengusaha warung Kopi Tiam tak memiliki ‘legal standing’.

HRS
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Kopi Tiam Dikalahkan Merek Kopitiam
Hukumonline

Perhimpunan Pengusaha Kopi Tiam Indonesia (PPKTI) terpaksa gigit jari mendengar putusan majelis hakim terkait gugatan pembatalan merek Kopitiam milik Abdul Alex Soelystio. Pasalnya, majelis hakim memutuskan untuk tidak menerima gugatan PPKTI dan menerima eksepsi Abdul Alex, Kamis (4/10).

Dalam eksepsi tergugat dikatakan bahwa PPKTI tidak memenuhi legal standing sebagai pihak yang berkepentingan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pasal tersebut mengatakan bahwa gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6.

Pasal 5 UU Merek menyebutkan ada empat kriteria suatu merek tidak dapat didaftarkan. Apabila suatu merek tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum. Lalu merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Jika dikaitkan dengan gugatan penggugat, penggugat mendalilkan bahwa pendaftaran merek Kopitiam oleh Abdul Alex Soelystiotelah melanggar ketertiban umum. Sementara itu, menurut Abdul Alex, pihak yang dapat membatalkan suatu merek jika merek tersebut melanggar ketertiban umum adalah jaksa, yayasan, lembaga perlindungan konsumen, dan lembaga atau majelis keagamaan.

Sementara itu, Abdul Alex berpandangan PPKTI belum dapat dikatakan sebagai suatu perhimpunan, yayasan, lembaga perlindungan konsumen, ataupun lembaga keagamaan. Pasalnya, PPKTI tidak dapat membuktikan keabsahannya sebagai badan hukum.

PPKTI hanya dapat menunjukkan akta pendiriannya yang didirikan pada 3 Mei 2011. Namun, akta ini belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana yang diharuskan oleh Pasal 1653-1665 KUH Perdata. Sehingga, Abdul Alex Soelystio berpendapat PPKTI tidak memiliki legal standing.

Setelah melihat alasan-alasan hukum yang diajukan Abdul Alex melalui kuasa hukumnya Susi Tan, majelis hakim sepakat dengan eksepsi tersebut. Untuk itu, majelis menyatakan tidak dapat menerima gugatan penggugat dan mengabulkan eksepsi tergugat.

Tidak hanya tidak dapat menerima gugatan penggugat, majelis juga tidak mengabulkan gugatan rekonvensi Abdul Alex. Dalam gugatan tersebut, Abdul Alex meminta agar semua merek kopitiam yang ada di seluruh Indonesia tidak boleh dipasang.

“Karena eksepsi diterima, majelis tidak perlu mempertimbangkan gugatan pokoknya dan gugatan rekonvensi. Untuk itu, menghukum penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp905.000,” ucap ketua majelis hakim Kartim Haerudin, Kamis (4/10).

Usai persidangan, kuasa hukum Abdul Alex Soelystio Susi Tan sepakat dengan putusan majelis hakim meskipun gugatan rekonvensinya tidak dipertimbangkan. Menurutnya, hal tersebut telah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Jika eksepsi diterima, maka gugatan pokok dan rekonvensi tidak dipertimbangkan meskipun kita berharap pokok perkara diterima,” sebut Susi Tan.

Ketika ditanya adakah rencana melakukan gugatan balik kepada pengusaha yang masih menggunakan merek Kopitiam, Susi Tan mengaku belum ada rencana. “Belum ada rencana,” ucapnya singkat.

Sementara itu, Ketua PPKTI Mulyadi Praminta belum bisa berkomentar banyak atas putusan ini. Ia akan berunding dulu dengan pengacaranya dan anggota untuk menentukan sikap. Terkait legal standing, PPKTI memang belum mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini terjadi karena pihak Abdul Alex memberikan somasi ke KementerianHukum dan HAM. Akibatnya, proses pengesahan menjadi terhambat.

“Meskipun proses terhambat, kita terus saja sidang,” pungkasnya.

Tags: