Pengusaha Kecewa terhadap Rumusan RUU KUP
Berita

Pengusaha Kecewa terhadap Rumusan RUU KUP

Belum lagi terbit, UU Ketentuan Umum Perpajakan sudah diprotes kalangan pengusaha. Salah satu ketentuan yang masih dalam rancangan tersebut dianggap bertentangan dengan kesepakatan antara pengusaha dengan Menkeu.

Sut
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Kecewa terhadap Rumusan RUU KUP
Hukumonline

 

Sofjan menambahkan, rumusan pasal itu akan menyebabkan dua hal penting. Pertama, timbul ketidaksetaraan antara penilaian yang dilakukan oleh wajib pajak dengan fiskus. Kedua, tidak akan ada putusan yang self assesment seperti yang telah disepakati oleh Menkeu.

 

Self assesment lanjut Sofjan sama halnya ketika orang ingin mengisi SPT (Surat Pemberitahuan). Kita yang mengisi sendiri formulir dan bukan diisikan oleh petugas pajak. Seperti halnya pengisian SPT. Kan anda sendiri yang mengisinya, ujar Sofjan. 

 

Dikatakan oleh Sofjan, berdasarkan putusan Panja, maka dalam prakteknya nanti wajib pajak harus membayar putusan dispute. Dulu, kalau kita selisih satu, biasanya dispute itu bilang sepuluh. Nah, kita ribut dan penyelesaiannya ke pengadilan pajak. Nanti di pengadilan pajak kita akan menemui banyak masalah, seperti harus bayar 50 persen lebih dahulu sebelum diputuskan oleh pengadilan pajak. Akhirnya terjadi deal dan main-main di belakang, ungkapnya.

 

Ketika ditanya tentang pembentukan Badan Keberatan Pajak, Sofjan mengusulkan agar badan tersebut tidak berasal dan tidak di bawah kewenangan Departemen Keuangan, melainkan harus terdiri dari orang-orang yang independen.   

 

Kehilangan Momentum

Mengenai keterlambatan RUU Pajak dan RUU Penanaman Modal untuk diterbitkan, Sofjan mengatakan hal itu akan mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Sebab, menurutnya Indonesia akan kehilangan momentum yang tepat pada saat ekonomi Indonesia saat ini sedang membaik.

 

Pada kesempatan yang sama Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah juga mengaku prihatin dengan belum selesainya RUU Penanaman Modal dan RUU Perpajakan.

 

Lambatnya pengesahan dua UU tersebut bisa menghambat investasi yang akan masuk ke Indonesia. Ini sudah bulan Maret. Kita boleh bertanya kepada diri kita, UU Penanaman Modal masih belum diselesaikan, UU Pajak masih dalam proses. Kalaupun selesai, investasi itu akan muncul bukan pada tahun ini tapi pada tahun yang akan datang, ujar Burhanuddin.

 

Namun Burhanuddin tetap optimistis dengan perekonomian Indonesia di tahun 2007. Pasalnya, tahun ini merupakan saat menentukan atau defining moment bagi upaya menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang dan menyejahterakan banyak orang.

 

Untuk mencapai investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, kata Burhanuddin, stabilitas makro ekonomi dan stabilitas adalah prasyarat. Oleh sebab itu diperlukan investasi yang berkualitas bagi pelaku ekonomi untuk pembentukan modal tetap bruto di sektor produktif.

Ternyata, bukan hanya Kamar Dagang Industri (Kadin) yang kecewa karena usulannya ditolak oleh panitia kerja (panja) RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga merasa berat hati menerima beberapa ketentuan yang ada di dalam draf RUU tersebut

 

Bahkan, Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi menyesalkan DPR yang dianggap tidak peduli pada pengusaha. Pria yang berusia 62 tahun itu tidak setuju dengan rumusan Pasal 25 ayat 7 RUU Pajak.

 

Berdasarkan dokumen hasil pembahasan tertutup antara Ditjen Pajak dan Panja DPR untuk RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, rumusan DIM (daftar inventaris masalah) 478, Pasal 25 ayat 7 berbunyi: Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui bersama dalam pembahasan akhir, sebelum surat permintaan keberatan disampaikan.

 

Mengenai pasal itu, Sofyan mengatakan sebelumnya pihak Apindo dan Menteri Keuangan (Menkeu) telah sepakat bahwa kalau terjadi sengketa (dispute) antara wajib pajak dengan Dirjen Pajak, maka penyelesaiannya melalui prinsip pemeriksaan sendiri (self assesment). Artinya, wajib pajak yang berhak menentukan pembayaran pajak bila terjadi perbedaan hitungan antara fiskus dengan wajib pajak. Bila, ternyata wajib pajak terbukti tidak membayar atau terdapat selisih perhitungan, maka dia akan dikenakan pinalty sampai dengan 100% dari kewajiban pajak yang sebenarnya.

 

Dulu kita pernah sepakat dengan Menkeu, bahwa kalau terjadi dispute yang kita bayar adalah yang kita setujui. Tapi Panja memutuskan yang dibayar itu adalah putusan fiskus (petugas pajak-red). Dan ini yang selalu menjadi perselisihan kita dengan instansi pajak, papar Sofjan di sela-sela peluncuran buku 'Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2006' dan seminar tahunan BI di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (14/3).

Tags: