Pengusaha Kabur Tinggalkan Kewajiban Upah dan Pesangon
Berita

Pengusaha Kabur Tinggalkan Kewajiban Upah dan Pesangon

Sakit menjadi alasan pengusaha untuk hengkang dari Indonesia. Sampai hari ini dia belum kembali. Pekerja yang berjumlah lebih dari tiga ratus orang terlantar.

CR-12
Bacaan 2 Menit

 

Upah tersendat

Hadi yang menjabat sebagai Ketua Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI) PT Miwashi Indonesia itu mengatakan bahwa sebelum bosnya melarikan diri, pekerja sudah diberi tugas. Yaitu mengerjakan pesanan ekspor berupa pakaian dalam wanita. Pesanan terakhir itu datang dari sebuah merek terkenal asal Amerika Serikat dan Malaysia. Untuk menyelesaikan tugasnya, pekerja diharuskan lembur dengan upah lembur sebesar Rp20 ribu per hari.

 

“Buruh kurang bagaimana, diselesaikan sampai pagi lembur sampai pagi,” cetus Hadi.

 

“Sadis itu,” sambut Raymond, pekerja dengan jabatan terakhir sebagai personil keamanan.

 

Pada pertengahan Juni 2011, ada pertemuan antara pekerja dan manajemen. Dalam kesempatan itu, Chou May mengatakan kalau pembayaran dari pemesan macet. Dengan alasan keuangan, pembayaran upah pekerja ikut tersendat. Selama ini, pekerja mengaku tidak pernah diberitahu mengenai keuangan perusahaan. Terhitung sejak Juni, Pekerja sudah tidak lagi mendapat gaji. “Ngomongnya sih rugi-rugi melulu,” kesal pekerja yang telah bekerja sejak perusahaan itu berdiri di Indonesia pada tahun 1996.

 

Padahal, menurutnya, pesanan dari luar negeri cukup lancar. Pesanan terakhir yang sudah dikerjakan pekerja itu nilainya mencapai lebih dari empat miliar rupiah. Pekerja pun dirasa telah melakukan tugasnya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya barang yang dikembalikan oleh pemesan karena barang rusak atau reject. “Selama ini tidak pernah ada barang kembali,” akunya.

 

Menurut Hadi, mayoritas pekerja telah bekerja lebih dari sepuluh tahun. Rata-rata usia pekerja memasuki umur tiga puluhan dan ada juga yang usianya sudah uzur. “Kayak Bu Sri itukan, Bu Rafiqo udah nenek-nenek itu, udah lima puluhan,” tukas Hadi.

 

Diperkirakan jumlah pesangon pekerja mencapai lebih dari dua miliar rupiah dan THR lebih dari Rp200 juta. Sedangkan upah pekerja yang belum dibayar dari Juni sampai Oktober sebesar 736 juta rupiah.

 

Menurut Ade Mulyadi selaku salah satu kuasa hukum pihak pekerja mengatakan aset perusahaan tak cukup untuk membayar hak pekerja. “Mesin sekitar 400 unit, mesin jahit. Hanya itu. Gedung nggak punya, itu punya Kawasan Berikat Nusantara. Mobil tidak ada,” ujarnya kepada hukumonline di PHI Jakarta, Rabu (23/11).

 

Hadi mengaku sudah mendiskusikan permasalahan ini kepada pekerja. Pada intinya proses pembagian akan disesuaikan dengan masa kerja. Ia yakin bahwa uang hasil penjualan aset akan cukup untuk membayar gaji pekerja yang belum dibayar sejak Juni sampai Oktober. Jika ada uang lebih, barulah pesangon dan THR dibicarakan kembali.

 

Ade berharap untuk kasus ini, pemerintah tidak melakukan pemotongan pajak. Misalnya pajak bangunan, pajak cukai dan lainnya. Menurutnya pembebanan pajak akan mengurangi jumlah uang yang seharusnya diperoleh pekerja. “Karena nilai aset tidak sesuai dengan nilai pesangon,” pungkasnya.

Tags: