Pengusaha Distributor Rokok Terpaksa Suap PPNS Pajak
Berita

Pengusaha Distributor Rokok Terpaksa Suap PPNS Pajak

Saksi takut melapor ke polisi karena khawatir permasalahan akan bertambah rumit.

NOV
Bacaan 2 Menit
Laurentinus saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Laurentinus saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV

Salah satu orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes dan Globe Asia tahun 2008, Laurentinus Suryawidjaja Djuhadi merasa terganggu dengan ulah dua PPNS pajak, M Dian Irwan Nuqisra dan Eko Darmayanto. Kekesalan Surya terungkap saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang perkara Dian dan Eko di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (12/11).

Surya yang merupakan Direktur PT Delta ini mengatakan, Dian dan Eko sempat mengancam akan membawa permasalah pajak PT Delta Internusa ke ranah pidana jika Surya tidak memberikan uang. Sebagai pebisnis, Surya merasa takut kelancaran usahanya terganggu, sehingga terpaksa menuruti permintaan Dian dan Eko.

“Sebenarnya, soal status kami tidak khawatir karena dari regulasi kami sudah benar. Tapi, kami pelaku bisnis yang perlu fokus pada lancarnya operasional perusahaan, kalau dibeginikan terus, kami selaku pelaku bisnis terganggu. Dengan sangat terpaksa kami memberikan (uang kepada Dian dan Eko),” katanya.

Atas ancaman Dian dan Eko, Surya sudah mempertimbangkan untuk melaporkan kedua PPNS pajak itu ke polisi. Namun, melihat gelagat Dian dan Eko, Surya khawatir permasalahan akan bertambah rumit. Surya akhirnya memutuskan memenuhi permintaan Dian dan Eko agar bisnis PT Delta tidak terganggu.

Surya menjelaskan, semula Tim Bukti Permulaan (Buper) Kanwil DJP Jakarta Timur sudah menyatakan clear permasalahan pajak PT Delta. Entah mengapa, sejak Dian dan Eko menggantikan Tim Buper terdahulu, permasalah pajak PT Delta kembali dibuka. Dian dan Eko menganggap, seharusnya nilai penjualan Rp13 tirliun bukan Rp6 triliun.

Selain itu, Dian dan Eko menilai PT Delta bukan perusahaan distributor, melainkan perusahaan di bidang jasa keagenan. Alhasil, Dian dan Eko memanfaatkan kesempatan untuk kembali memanggil karyawan PT Delta. Saat bertemu anak buah Surya, Giwangseh, Eko meminta bertemu Surya selaku pengambil kebijakan PT Delta.

Surya awalnya menolak karena masalah pajak PT Delta ditangani Giwangseh. Lama kelamaan Surya merasa jengah, sehingga dia menemui Dian dan Eko di Kanwil DJP Jakarta Timur. Surya menyatakan, secara regulasi, PT Delta merupakan distributor salah satu perusahaan pabrikan rokok, PT Nojorono Tobaco International.

PT Delta sudah mengklarifikasi jenis usahanya beberapa kali. Namun, Dian dan Eko tetap mempermasalahkan pajak PT Delta. Akhirnya, disepakatilah pemberian sejumlah uang kepada Dian dan Eko. Karyawan PT Delta, Addi Winarko yang bersaksi bersamaan dengan Surya membenarkan Dian dan Eko meminta uang Rp10 miliar.

“Terdakwa satu (Dian) minta Rp10 miliar. Saya sampaikan ke Pak Surya sebagai Direktur PT PT Delta. Pak Surya bilang hanya sanggup Rp500 juta. Pak Surya minta ada semacam diskon. Kemudian diturunkan menjadi Rp3,25 miliar. Permintaan itu disetujui dan realisasinya sekitar bulan Maret 2013,” ujarnya.

Winarko menerangkan, uang Rp3,25 miliar itu diambil dari PT Nojorono Rp1,7 miliar dan PT Delta Rp1,55 miliar. Setelah uang terkumpul, Winarko menerima uang dari Kristanto Pitoyo. Selanjutnya, Winarko bersama-sama Adi Setiawan menyerahkan uang yang dikemas dalam dua koper kepada Dian dan Eko di Hotel Ciputra.

Dian dan Eko meninggalkan uang Rp550 juta untuk Winarko dan Adi Setiawan sebagai ucapan terima kasih. Akan tetapi, Adi Setiawan merasa sebaiknya uang dikembalikan kepada Dian dan Eko. Sayang, uang itu tidak sempat dikembalikan kepada Eko dan Dian. Winarko dan Adi Setiawan memutuskan membawa uang kembali ke Kudus.

“Supaya tidak mencolok, saat pulang ke Kudus, uang tersebut kami bagi dua. Saya coba telepon Pak Eko, tapi Pak Eko tidak pernah menyahut. Berkas-berkas PT Delta sudah dikembalikan. Terus ada pemeriksaan KPK. Dengan iktikad baik, saya kembalikan uang itu ke KPK secara utuh Rp550 juta,” tutur Winarko.

Keterlibatan jaksa
Selain saksi-saksi dari PT Delta, mantan Aspidum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Heru Sriyanto juga dihadirkan sebagai saksi. Dalam dakwan Dian dan Eko, Heru disebut mengetahui adanya penyerahan uang kepada jaksa peneliti yang menangani perkara pajak PT Genta Dunia Jaya Raya, Albertinus Parlinggoman Napitupulu.

Albertinus disebut menerima uang AS$50 ribu dari Dian dan Eko. Uang itu bersumber dari Kepala Bagian Keuangan PT Nusa Raya Cipta Handoko Tejowinoto yang ingin perkara pajaknya tidak ditindaklanjuti ke ranah pidana. Namun, di persidangan, Heru membantah mengetahui Albertinus menerima uang.

Heru mengaku tidak mengenal kedua terdakwa. Saat menjabat sebagai Aspidum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 2011-2012, Heru pernah kedatangan rombongan dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Timur. Ada enam orang yang bertemu dengan Heru, salah satunya Kakanwil Hario Damar.

Ia menjelaskan, ketika itu Hario beserta rombongan berkoordinasi mengenai penanganan perkara pajak PT Genta Dunia Jaya Raya. Tidak ada pembicaraan lain selain koordinasi. Pertemuan berlangsung singkat karena Heru harus mengikuti rapat. “Saya bilang silakan. Saya serahkan ke Kasi TPUL (Tindak Pidana Umum Lainnya),” katanya.

Setelah pertemuan itu, tiga orang jaksa peneliti ditunjuk untuk berkoordinasi dengan PPNS Kanwil DJP Jakarta Timur. Selain Albertinus, jaksa peneliti lainnya adalah Dian Ertina dan Endang. Menurut Heru, semua jaksa peneliti sudah bekerja sesuai Standard Operating Procedure (SOP) dan profesional dalam menangani perkara PT Genta.

Perkara PT Genta dinyatakan lengkap pada Agustus 2012. Kemudian, PPNS Kanwil DJP Jakarta Timur melakukan pelimpahan tahap dua pada November 2012. “Selanjutnya saya tidak mengikuti karena sudah dipindah dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Saya dengar perkara itu sudah disidang dan berkekuatan hukum tetap,” ujar Heru.

Tags:

Berita Terkait