Pengusaha Desak Perbesar Keran Impor Daging
Berita

Pengusaha Desak Perbesar Keran Impor Daging

Diusulkan pula agar pasokan daing dalam negeri dikelola perusahaan besar ketimbang .

HRS
Bacaan 2 Menit

Rizal menambahkan ketika keran impor dibuka kembali, mekanisme distribusi daging juga perlu mendapat perhatian. Rizal menginginkan agar mekanisme distribusi tidak lagi tersentralistik di pusat, tetapi langsung ke daerah. Artinya, daerah memiliki kewenangan untuk mengatur kebijakan pasokan daging mereka sendiri. Dengan demikian, daerah dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan permainan kartel dapat dihindari.

“Impor dibuka kembali dan biarkan daerah mengatur sendiri kebijakannya,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano menilai program penutupan keran impor daging sapi ke Indonesia kurang cermat. Ketidakcermatan ini terlihat dari target Pemerintah pada tahun 2013, sebanyak 85 persen kebutuhan akan daging sapi dipasok dari sapi lokal.

Namun, target ini tidak didukung dengan data yang tidak detail. Menurutnya, pemerintah lupa melihat struktur populasi sapi tersebut. Dari data yang tersedia disebutkan masyarakat memerlukan 3,2 juta ekor sapi. Namun, dari 3,2 juta tersebut Joni mengatakan hanya ada 1,4 juta sapi jantan dewasa yang siap potong.

Sementara itu, berdasarkan UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, hanya sapi jantan dewasa dan sapi betina yang sudah tidak produktif lagi dibolehkan untuk disembelih.

“Kemana hendak dicari 1,8 juta ekor itu,” tanyanya dalam kesempatan yang sama.

Karena kelangkaan dan dibatasi oleh undang-undang, Joni Liano melihat perlunya perubahan dalam sistem produksi sapi demi tercapainya pemenuhan permintaan masyarakat. Menurutnya, sistem produksi tidak lagi berada pada peternak rumah tangga. Sudah saatnya melibatkan swasta ke bisnis peternakan ini. Artinya, peternakan sapi dikelola oleh korporasi dalam skala yang lebih besar.

Dengan demikian, pengembangbiakan sapi tersebut akan berjalan sesuai dengan target. Soalnya, persoalan yang lama terjadi dalam peternak sapi rumah tangga ini, tidak adanya kepastian dari para peternak untuk menjual sapi-sapi milik mereka.

Senada dengan Joni, Wakil Ketua Umum Bidang Pengolahan Makanan dan Peternakan Juan Permata Adoe menyatakan industri pangan peternakan tidak bisa lagi dalam skala kecil, tetapi harus berskala ekonomi dan bekerja sama dengan perusahaan.

“Tidak bisa lagi berskala kecil. Harus bekerja sama dengan perusahaan,” ucapnya.

Juan juga menyatakan bahwa kebijakan swasembada daging seharusnya perlu dikoordinasikan sebelumnya dengan instansi pemerintah lainnya. Tidak bisa hanya dibebankan kepada satu kementerian. Perlu penanganan khusus. Tidak ujug-ujug menentukan target melarang impor daging tanpa koordinasi dengan instansi pemerintah terkait sehingga kartel pun terjadi.

“Kebijakan pemerintah dapat menjadi penyebab kartel, seperti krisis daging sapi ini,” tukas Juan, Kamis (7/2).

Tags:

Berita Terkait