Pengusaha Bersikeras Tolak Larangan Ekspor Mineral
Berita

Pengusaha Bersikeras Tolak Larangan Ekspor Mineral

Pemerintah menilai larangan ekspor mineral mentah akan membuat perusahaan tambang bekerja serius.

KAR
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Bersikeras Tolak Larangan Ekspor Mineral
Hukumonline

Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) akan ajukan uji materil atau judicial review terhadap UUNo. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Uji materi tersebut terkait dengan ditetapkannya larangan ekspor bijih mineral yang mulai berlaku pada 12 Januari 2014. Menurut Ketua Umum Apemindo, Poltak Sitanggang, uji materi ini dilakukan karena larangan ekspor akan menganggu kinerja industri tambang mineral nasional.

“Kami akan ambil tindakan hukum dengan melakukan judicial review terhadap UU No. 4 Tahun 2009 ke MK. Karena industri tambang mineral merasa belum siap di tengah gejolak ekonomi yang ada saat ini," ujar Poltak Sitanggang di Jakarta, Rabu (11/12).

Selain itu, Poltak berpendapat pemerintah telah melanggar UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Pasalnya, UU itu mengamanatkan agar renegosiasi kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) dibereskan setelah peraturan dikeluarkan satu tahun. Menurut Poltak, itu artinya pemerintah harus mendahulukan penyelesaian renegosiasi sebelum menetapkan pelarangan ekspor bijih mineral.

Poltak mengatakan, hingga kini pemerintah belum menyelesaikan permasalahan peralihan izin KK ke izin usaha pertambangan (IUP). Mekanisme IUP yang digunakan perusahaan tambang nasional telah berjalan delapan tahun. Sementara itu, mekanisme KK sudah berjalan berpuluh tahun dan belum satu pun perusahaan KK mengubah mekanisme izin sesuai mandat pemerintah.

“Apa pemerintah sudah lakukan itu? Dengan belum diselesaikannya permasalahan peralihan izin KK ke IUP, sebenarnya pemerintah sendiri telah melanggar aturan UU," ungkapnya.

Menurut Poltak, pada dasarnya industri tambang mineral nasional mendukung kebijakan hilirisasi di sektor pertambangan. Akan tetapi, ia menilai kebijakan yang telah diundangkan tersebut seharusnya dibarengi dengan ketersediaan infrastruktur penunjang dalam membangun smelter.

Poltak menyampaikan bahwa banyak pengusaha yang merasa terbebani karena selain harus membangun smelter, merekajuga harus membangun power plant. Oleh karena itu, dirinya berharap pemerintah bisa memberi kelonggaran ekspor bijih mineral pada 12 Januari 2014. Sebab, ia menilai pelarangan ekspor mineral mengganggu kinerja mineral nasional.

"Kami ini para pengusaha tambang, selain ada tuntutan bangun smelter, juga tuntutan bangun power plant," ungkap Poltak.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, tidak takut dengan ancaman dari perusahaan tambang yang menolak untuk mengolah mineral mentah dalam negeri. ''Satu bangsa bersatu masa takut,'' katanya seusai rapat kerja Komisi VII DPR.

Wacik mengatakan, pihaknya telah meminta pengertian dari DPR terkait kelonggaran untuk perusahaan tambang yang serius membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Namun, DPR mendesak agar aturan tersebut tetap dijalankan tanpa adanya pengecualian. Menurutnya, saat aturan itu mulai diterapkan perusahaan tambang akan kelimpungan. Akan tetapi, apabila dijalankan, perusahaan itu akan berproses dan bisa beradaptasi.

“Apabila ekspor mineral mentah langsung distop perusahaan tambang akan bekerja serius dan cepat untuk membangun smelter. Hal itu berbanding terbalik apabila ada pengecualian dan pelonggaran,” tegasnya.

Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, juga menegaskan pemerintah tidak mengkhawatirkan arbitrase dari perusahaan luar negeri yang memiliki kontrak jangka panjang dengan perusahaan tambang seperti PT Freeport Indonesia atau PT Newmont Nusa Tenggara. Menurutnya, tuntutan yang diajukan pada perusahaan tambang  tidak berpengaruh langsung pada Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah tetap optimis dapat menjalan UU No.4 Tahun 2009.

"Itu urusan mereka bukan dengan pemerintah," ujarnya.

Tags:

Berita Terkait