Pengusaha Berharap Mogok Kerja Berlangsung Tertib
Berita

Pengusaha Berharap Mogok Kerja Berlangsung Tertib

Untuk menjaga investasi guna mendorong pembangunan ekonomi nasional.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Berharap Mogok Kerja Berlangsung Tertib
Hukumonline

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, berharap mogok kerja nasional 2013 yang akan digelar Serikat Pekerja (SP) berlangsung tertib. Mogok kerja memang hak pekerja, tetapi Sofjan mengingatkan mogok kerja hanya dapat dilakukan ketika perundingan gagal. Menurutnya, perundingan mengenai upah minimum di Dewan Pengupahan berjalan baik. Sehingga, semua pihak harusnya bersabar menunggu keputusan upah minimum dari Gubernur DKI Jakarta.

Sofjan menjelaskan, untuk menjaga iklim investasi penetapan upah minimum sebaiknya tidak ditentukan berdasarkan tekanan seperti mogok dan demonstrasi. Tindakan semacam itu cukup merisaukan kalangan pengusaha. Gara-gara kenaikan upah minimum tahun lalu saja tidak sedikit pengusaha hengkang ke luar negeri. Pengusaha domestik di Jabodetabek pindah ke wilayah yang upah minimumnya rendah seperti Jawa Tengah. Ujungnya, sekitar 200 ribu pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dampak negatif tersebut penting diingat agar SP yang melakukan mogok kerja dapat menjaga ketertiban. Pekerja yang tak ikut mogok seharusnya tidak dipaksa ikut. Sofyan berharap aparat menjaga keamanan dan ketertiban selama pelaksanaan mogok.

Sesuai Inpres

Selain menaruh harap pada keamanan dan ketertiban mogok, Sofjan menyinggung penetapan upah minimum. Ia berharap penetapan upah disesuaikan dengan Inpres No. 9 Tahun 2013tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimumdalam Rangka Keberlangsungan Usahadan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.  

“Saya harap penetapan upah minimum di Dewan Pengupahan sesuai Instruksi Presiden (Inpres) dan Peraturan Menteri,” kata Sofjan dalam jumpa pers di kantor APINDO Training Center Jakarta, Selasa (29/10).

Sofjan menekankan pertumbuhan ekonomi nasional tidak mungkin berhasil tanpa kerjasama para pemangku kepentingan: pengusaha, buruh, dan pemerintah.

Walaupun pemerintah memprediksi tahun depan pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen, tapi Sofjan memperkirakan hanya berkisar di angka 5,5-5,7 persen. Sedangkan World Bank memprediksi tahun depan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,2 persen. “Kami akan berusaha agar pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 persen,” ujarnya.

Mengingat 2014 Indonesia masuk tahun politik, Sofyan berharap agar bidang ketenagakerjaan tidak dijadikan komoditas politik. Sebab hal tersebut berpotensi semakin merunyamkan persoalan ketenagakerjaan. Menurutnya, untuk pengupahan, khususnya menentukan upah minimum, lebih baik mengikuti mekanisme yang sudah berjalan. Setelah upah minimum ditetapkan, Sofjan mengimbau kepada para pengusaha yang mampu agar membayar lebih dari upah minimum. Sedangkan bagi pengusaha yang tidak mampu, tidak perlu membayar dan melakukan penangguhan upah minimum.

Sofjan berpendapat, upah bukan satu-satunya alat untuk menyejahterakan para pekerja. Pemerintah harus aktif menerbitkan kebijakan yang mendukung kesejahteraan pekerja seperti membangun perumahan, transportasi dan pelayanan kesehatan yang murah dan layak. Langkah ini juga dilakukan di negara lain. Dengan begitu bukan berarti pengusaha menginginkan agar upah pekerja dipatok rendah, tapi kenaikan upah harus memperhatikan kemampuan dunia usaha. “Soal kesejahteraan itu tidak melulu upah,” paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Umum DPN APINDO, Suryadi Sasmita, berharap soal pengupahan agar tidak dibanding-bandingkan secara parsial dengan negara lain. Menurutnya, jika mau membandingkan Indonesia dengan negara lain maka harus yang setara atau apple to apple. Namun, ia menjelaskan jika dibandingkan dengan China dan Vietnam, Indonesia cukup tertinggal di bidang efisiensi dan produktifitas. Sehingga, barang produksi yang dihasilkan kedua negara itu dapat ditekan murah dan mampu berkompetisi. Sedangkan upah para pekerjanya bisa didongkrak lebih tinggi dari Indonesia.

Sebagaimana Sofjan, Suryadi menekankan agar semua pihak bekerjasama untuk membangun perekonomian Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Apalagi tahun 2015 pekerja berketerampilan dari luar negeri mudah untuk masuk ke Indonesia. “Hal itu yang harus kita pikirkan bersama,” urainya.

Sebelumnya Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengimbau agar serikat pekerja mengutamakan dialog sosial ketimbang demonstrasi atau mogok kerja. Dialog itu dapat dilakukan di berbagai forum seperti Dewan Pengupahan, lembaga kerja sama (LKS) Bipartit dan Tripartit. Menurutnya, segala keluhan, harapan dan keprihatinan para pekerja menjadi agenda pemerintah. Termasuk peningkatan kesejahteraan dan pendapatan pekerja. “Jangan khawatir, itu agenda kita semua, bukan hanya agenda dan keinginan pekerja,” tuturnya.

Menanggapi hal tersebut Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan mogok kerja nasional yang digelar merupakan bentuk dari kekecewaan terhadap pemerintah dan organisasi pengusaha yang tidak mengakomodir kepentingan pekerja. Misalnya, dalam pembahasan penetapan kebutuhan hidup layak (KHL) di Dewan Pengupahan DKI Jakarta, unsur pemerintah dan pengusaha menetapkan KHL 2013 sebesar Rp2.2299.860.

Padahal, Iqbal melanjutkan, unsur serikat pekerja mengusulkan agar besaran KHL mendekati kebutuhan riil para pekerja yaitu Rp2.767.320. Mengingat usulan itu tidak diterima, serikat pekerja menolak KHL 2013 Jakarta. Jika Gubernur DKI Jakarta tidak mempertimbangkan dan menerima usulan tersebut, maka serikat pekerja akan menggelar mogok kerja nasional pada 31 Oktober sampai 1 November 2013.

Tags:

Berita Terkait