Pengusaha Ancam Gugat Aturan Hilirisasi Mineral
Utama

Pengusaha Ancam Gugat Aturan Hilirisasi Mineral

Diduga ada upaya mengooptasi berbagai kewenangan pemerintah daerah menjadi kewenangan pusat.

M agus yozami
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum ANI Shelby Ihasan Saleh menyatakan siap gugat Permen Hilirisasi Mineral. Foto: Yoz
Ketua Umum ANI Shelby Ihasan Saleh menyatakan siap gugat Permen Hilirisasi Mineral. Foto: Yoz

Para pengusaha nikel yang tergabung dalam Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) meminta pemerintah untuk menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Permen ini dinilai bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi.

Ketua Umum ANI Shelby Ihsan Saleh mengatakan, seluruh pelaku usaha pertambangan mineral bersama pejabat perangkat daerah kabupaten/kota dan provinsi, meminta pemerintah menunda pemberlakuan Permen ESDM No 7 Tahun 2012. Menurutnya, beberapa pasal yang ada di Permen tersebut telah menimbulkan keresahan dan ketidakpastian hukum di kalangan pelaku usaha. 

“Kami baik secara bersama-sama atau secara individu, akan menempuh jalur hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku jika hal ini diabaikan,” katanya dalam diskusi “Bedah Permen ESDM No 7 Tahun 2012 Dilihat dari Segi Hukum, Pemda, dan Pengusaha”, Minggu (11/3), di Jakarta.

Dijelaskan Shelby, Permen yang terbit pada 6 Februari 2012 itu bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pejabat pemerintah pusat dan pejabat pemerintah daerah, tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Pelaku usaha dan perangkat daerah menilai ada upaya mengooptasi berbagai kewenangan pemerintah daerah menjadi kewenangan pusat. Hal ini bertentangan dengan azas, tujuan, dan prinsip otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dia menguraikan beberapa pasal dalam Permen ESDM No 7 Tahun 2012 yang dianggap bermasalah. Pertama, Pasal 8 butir 4 yang menyatakan IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, Pasal 21 yang menyatakan pada saat Permen ini berlaku, pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Permen ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya Permen ini.

Menurut Shelby, pasal-pasal itu bertentangan dengan UU Pemerintahan Daerah. Salah satunya, Pasal 14 ayat (1) huruf m UU Pemerintahan Daerah ini menyatakan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang meliputi pelayanan administrasi penanaman modal.

Sedangkan ayat 2 pasal yang sama menjelaskan, urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.   

“Kami berharap pemerintah dapat memahami kerugian negara, pemda, dan pengusaha akibat Permen ini,” ujarnya.

Pakar otonomi daerah, Ryaas Rasyid membenarkan pernyataan Shelby. Dia mengatakan, Permen ESDM No 7 Tahun 2012 bisa berdampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat daerah. Dampak sosial yang sangat terasa akibat Permen ini adalah munculnya masalah pengangguran. Dia mendukung keinginan pemerintah daerah dan pengusaha tambang untuk menempuh jalur hukum dengan menggugat Permen tersebut.

“Saran saya Permen itu harus digugat secara legal oleh bupati, pengusaha dan Kadin ke Mahkamah Agung, jangan hanya mengimbau Menteri ESDM untuk dicabut,” tuturnya di acara yang sama.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Natsir Mansyur, mengatakan pihaknya juga mempermasalahkan Pasal 21 dalam Permen tersebut. Menurutnya, pihak Kadin di daerah banyak yang menolak aturan ini.

“Pasal itu mengartikan ekspor barang setengah jadi beberapa hasil tambang kita tidak bisa diekspor dan ini merugikan pengusaha,” kata Natsir.

Mengenai keluhan Kadin ini, Kepala Biro Hukum Perundang-undangan Kementerian ESDM, Fadli Ibrahim, menjelaskan Pasal 21 dibuat berdasarkan data ekspor bijih ke luar negeri yang mengalami peningkatan 800 kali lipat sejak adanya UU Minerba. Dia mengatakan, aturan ini merupakan masukan dari Kementerian Perdagangan.

Fadli menyayangkan Bupati selaku pejabat yang memiliki wewenang untuk menerbitkan Izin Usaha pertambangan (IUP), tidak bisa mengingatkan pelaku usaha pertambangan mengenai kewajibannya yang tertuang di Pasal 95 huruf c, Pasal 102, Pasal 103 ayat (1) serta Pasal 170 dalam UU Minerba.

“Hasil tambang merupakan SDA yang tidak dapat diperbaharui dan setelah Permen ini berlaku pada 7 Mei 2012,  maka seluruh ekspor hasil tambang bijih akan dihentikan,” tegasnya beberapa waktu lalu.

Tags: