Pengusaha Akan Uji Materi PP Minerba
Berita

Pengusaha Akan Uji Materi PP Minerba

Hanya solusi jangka pendek agar implikasi pemutusan hubungan kerja besar-besaran tidak terjadi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Akan Uji Materi PP Minerba
Hukumonline
Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) akan mengajukan uji materi Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2014 yang mengatur mengenai aturan ekspor bahan mineral dan kewajiban membangun smelter.

Apemindo merasa penerapan PP ini tidak adil dan berpihak pada perusahaan pemegang Kontrak Karya. Direktur Eksekutif Apemindo, Ladjiman Damanik mengatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum dengan mengajukan judicial review terkait PP yang diterbitkan pemerintah.

“Kami minta keadilan karena kami (pemegang izin usaha pertambangan) tidak pernah berpikiran untuk menjual tanah air. Kami akan menempuh jalur uji materi. Kan di undang-undang hanya disebutkan pengendalian ekspor bukan pelarangan,” tegasnya, Kamis (16/1).

Pengamat energi Marwan Batubara menilai, PP mengenai pelarangan ekspor mineral itu belum sesuai dengan amanat UU Minerba. Ia menekankan, maksud pelarangan ekspor di dalam UU minerba harus dimaknai secara menyeluruh. Namun demikian, aturan di dalam PP justru memberi izin ekspor bagi PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Menurutnya, bila pilih kasih ke kedua perusahaan tersebut adalah kemunduran dan tidak komiten terhadap UU Minerba.

"Karena bukan itu yang dimaksud UU itu. Tapi yang dimaksud ini harus 100%. Saya kira ini kan hal yang sangat logis, dalam UU itu tujuannya untuk hilirisasi full supaya nilai tambah optimal," tandas Marwan.

Dalam PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ditentukan bahwa perusahaan wajib melakukan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sementara, batasan minimum pengolahan dan pemurnian lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri ESDM.

Di dalam Permen ESDM terbaru mengenai nilai tambah mineral, konsentrat tembaga yang boleh diekspor turun lebih dari 80%. Dalam peraturan baru itu diatur, kadar konsentrat tembaga yang bisa diekspor harus memiliki kadar Cu minimal 15%. Padahal, sebelum Permen ESDM No.20 Tahun 2013 direvisi, konsentrat tembaga yang boleh diekspor harus memiliki kadar minimal Cu 99,9%.

Penurunan kadar tersebut, dinilai banyak kalangan menguntungkan Freeport dan Newmont. Pasalnya, kedua perusahaan besar itu serta para pemegang Izin Usaha Pertambangan akan lolos dari larangan ekspor. Freeport dan Newmont hingga kini baru dapat memproduksi konsentrat tembaga dengan kadar 20% sampai 30%.

“Kalau kita lihat pajak negara dari sektor mineral itu kan mayoritas dari sana (Freeport dan Newmont) dan kita harap nilai tambah akan sangat signifikan naik kalau hilirisasi itu konsisten dijalankan. Justru Mereka berdua yang jadi biang dan tidak ada niat baik sehingga hilirisasi jadi tersendat-sendat," katanya.

Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menganggap PP No. 1 Tahun 2014 dan Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 hanya solusi jangka pendek dari pemerintah. Ia menyebut, kedua peraturan itu menjadi jalan tengah agar implikasi pemutusan hubungan kerja besar-besaran tidak terjadi.

“Saya kira terbitnya PP hanya untuk mencari jalan tengah, dalam hal ini pemerintah maju kena, mundur kena. Saya menganggap Peratutan Pemerintah (PP) No. 1Tahun 2014 dan Permen ESDM No. 1Tahun 2014 semangatnya tidak sama dengan UU itu sendiri,” tuturnya.
Tags:

Berita Terkait