Pengujian Periodik Hakim Agung Perlu Kajian Mendalam
Utama

Pengujian Periodik Hakim Agung Perlu Kajian Mendalam

Sudah ada undang-undang yang mengatur masa jabatan hakim.

ASH
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Gayus Lumbuun. Foto: SGP
Hakim Agung Gayus Lumbuun. Foto: SGP

Komisi III DPR diminta melakukan kajian mendalam terhadap rencana pemberlakuan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) hakim agung setiap lima tahun sekali terhadap hakim agung terkait pembahasan RUU MA. “Usulan ini perlu kajian mendalam, sebab sudah ada undang-undang (masa jabatan hakim agung, red) yang mengaturnya,” tutur Kepala Biro Humas MA, Ridwan Mansyur saat dihubungi hukumonline, Senin (9/9).

Ridwan menyarankan yang terpenting saat ini dipikirkan KomisI III DPR cq Panja RUU MA, bagaimana mengisi kekurangan hakim dan hakim agung yang selama ini tidak diberi kuota. Sebab, dalam beberapa seleksi calon hakim agung yang dilakukan KY dan DPR kuota yang diminta MA tidak terpenuhi.

Tak kalah penting, lanjut Ridwan, bagaimana membangun capacity building lewat peningkatan pendidikan dan bimbingan yang efektif. “Kan kalau masalah pelanggaran kode etik dan perilaku hakim atau hakim agung yang tidak profesional sudah ada ketentuan, prosedur yang mengaturnya,” kata Ridwan.

Kaitannya dengan rencana DPR memperpendek masa usia pensiun hakim agung menjadi 67 tahun, Ridwan mempertanyakan rasionalitas batas usia pensiun itu. “Mencari hakim agung saja sulit didapat, mengapa usia pensiunnya harus diperpendek menjadi 67 tahun?”

Menurut dia jika masa usia pensiun hakim agung disahkan menjadi 67 tahun hanya sedikit saja hakim agung yang sampai menjalani masa jabatan selama 10 tahun. “Hanya segelintir hakim agung yang sampai 2 X 5 tahun, karena saat diangkat tentunya mereka sudah berusia lanjut. Itu bisa dilihat dari syarat-syarat menjadi hakim agung,” katanya.

Terpisah, Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun mengatakan terkait wacana itu menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR untuk memutuskan yang terbaik. Akan tetapi, dia meminta agar didahului evaluasi dengan melihat berbagai aspek akan pentingnya fit and proper test per lima tahun.

”Evaluasi dari berbagai aspek seperti tingkat integritas hakim agung yang diragukan atauprofesionalitas yang semakin menurun,” kata Gayus.

Gayus tak memungkiri bahwa hakim agung memang bukan tanpa cela. Namun, dia menilai persoalan terbesar saat ini bukan ada pada kualitas sumber daya manusia tetapi lebih kepada kesejahteraan hakim agung yang perlu ditingkatkan sehingga tidak mudah lagi digoda pihak lain. ”Saya pikir idealnya gaji hakim agung itu Rp250 juta,” katanya.

Ketua KY Suparman Marzuki menyambut positif rencana pengujian kemampuan dan kepatutan secara berkala terhadap hakim agung oleh DPR itu. ”Semangat dari ide itu bagus dan saya sependapat karena DPR ingin ada mekanisme evaluasi periodik,” ujarnya.

Faktanya, kata Suparman, ada saja hakim agung dengan kinerja mengecewakan sehingga bisa diukur saat fit and proper test periodik itu. ”Namun mekanismenya terpenuhinya prinsip transparansi dan akuntabilitas.  Prosesnya juga tetap perlu melibatkan MA dan KY,” katanya.

Usulan pengujian periodik terhadap hakim agung itu mengemuka dalam rapat Panja RUU MA di Komisi III DPR, Kamis (5/9) pekan lalu. Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin mengatakan pengujian periodik dan masa jabatan diperlukan agar setiap hakim agung mawas diri dalam membuat putusan. Diharapkan putusan hakim agung memenuhi rasa keadilan masyarakat. Selama ini DPR yang disalahkan karena yang melakukan fit and proper test.

Usulan ini akan dimasukkan dalam revisi UU MA agar usia pensiun hakim agung pada usia 67 tahun memungkinkan untuk dikontrol selama bertugas. Adanya uji kelayakan secara reguler ini nantinya dapat digunakan untuk evaluasi kerja selama lima tahun terakhir tanpa melalui KY. Jikalau tak lulus uji kelayakan dan kepatutan, DPR dapat mencopot dari jabatan hakim agung. Hal ini semata untuk memperbaiki kinerja MA.

Tags: