Pengujian Aturan Saksi Menguntungkan Nebis in Idem
Berita

Pengujian Aturan Saksi Menguntungkan Nebis in Idem

Pengertian saksi yang menguntungkan bagi terdakwa dalam Pasal 65 KUHAP harus dikaitkan dengan Pasal 160 ayat (1c) KUHAP.

ASh
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) nyatakan pengujian aturan saksi menguntungkan Nebis in Idem. Foto: SGP
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) nyatakan pengujian aturan saksi menguntungkan Nebis in Idem. Foto: SGP

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan pengujian Pasal 65 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana (KUHAP) yang mengatur pengajuan saksi yang menguntungkan yang diajukan tersangka/terdakwa tidak dapat diterima. “Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan putusan di ruang sidang Gedung MK Jakarta, Selasa (23/8).

 

Sebagaimana diketahui, pengujian ini dimohonkan 17 advokat diantaranya Petrus Bala Pattyona, Teuku Nasrullah, Rico Pandeirot, Afrian Bondjol, Rachmawati, Vincencius Tobing yang menguji Pasal 65 KUHAP. Petrus dkk menilai Pasal 65 KUHAP itu berpotensi merugikannya jika suatu mereka berstatus sebagai tersangka atau terdakwa.  

 

Menurutnya, penerapan Pasal 65 KUHAP seringkali ditafsirkan secara keliru oleh aparat penegak hukum, dalam hal tersangka/terdakwa mengajukan saksi/ahli yang menguntungkan. Aparat penegak hukum seringkali menolak saksi/ahli yang menguntungkan lantaran tidak ada kewajiban baginya untuk menerima atau memeriksa saksi/ahli yang diajukan tersangka/terdakwa di tingkat penyidikan dan pengadilan.   

 

Pasal 65 berbunyi, “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.”

 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan Pasal 65 KUHAP terkait hak tersangka/terdakwa untuk mengajukan saksi menguntungkan, juga telah diatur secara tegas dalam Pasal 116 KUHAP yang menyatakan penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi yang diajukan tersangka.

 

Akan tetapi, persoalannya dalam praktik – sebagaimana yang telah dipertimbangkan dalam putusan nomor 65/PUU-VIII/2010 tanggal 8 Agustus 2011 yang dimohonkan Prof Yusril Ihza Mahendra – penyidik seringkali mengabaikan dan tidak memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan tersangka dengan alasan tidak memenuhi syarat sebagai saksi sesuai Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Pasalnya, dalam praktik saksi yang diajukan tersangka ditolak penyidik dengan alasan yang tidak relevan.

 

“Dalam putusan itu dinyatakan Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3), (4), Pasal 184 ayat (1a) KUHAP adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang pengertian saksi dalam pasal-pasal itu tidak dimaknai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri,” kata hakim kontitusi Hamdan Zoelva.

 

Soal dalil para pemohon terkait kewajiban hakim untuk memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan terdakwa, menurut Mahkamah secara tegas diatur dalam Pasal 160 ayat (1c) KUHAP. Pasal 160 ayat (1c) menyebutkan saksi baik menguntungkan maupun memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa/penasihat hukum/jaksa selama berlangsung sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.          

 

“Pengertian saksi yang menguntungkan bagi terdakwa dalam Pasal 65 KUHAP harus dikaitkan dengan Pasal 160 ayat (1c) KUHAP, sehingga hakim wajib memanggil dan memeriksa saksi menguntungkan yang diajukan terdakwa atau penasihat hukumnya. Hal ini juga telah dipertimbangkan dalam putusan nomor 65/PUU-VIII/2010, sehingga permohonan para pemohon nebis in idem (perkara yang sama pernah diputus),” kata Hamdan.

Tags: