Pengujian Aturan Perintah Penahanan Kandas
Berita

Pengujian Aturan Perintah Penahanan Kandas

MK menilai permohonan ini ne bis in idem.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Akil Mochtar (tengah). Foto: SGP
Ketua MK Akil Mochtar (tengah). Foto: SGP

MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan uji materi Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Permohonan yang diajukan Taufik Basari yang mengatasnamakan advokat ini dinyatakan nebis in idem (objek perkara sama) karena pernah diputus MK melalui putusan MK No. 069 PUU/X/2012.

“Permohonan permohonan nebis in idem, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” tutur Ketua Majelis MK, M. Akil Mochtar saat membacakan putusan bernomor 53/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Rabu (23/9).     

Taufik memohon pengujian pasal itu meminta tafsir ulang terkait penerapan Pasal 197 (1) huruf k KUHAP khususnya pada kata “ditahan dan “tahanan”. Frasa itu dinilai mengandung ketidakpastian hukum. Sebab, penerapan pasal itu masih menimbulkan perdebatan di kalangan praktisi hukum. Terutama sejak mencuatnya kasus penolakan eksekusi mantan Kabareskrim Susno Duadji oleh kejaksaan terkait tak dimuatnya perintah penahanan dalam putusan banding dan kasasi.

Dalam putusannya, Mahkamah menegaskan pengujian Pasal 197 ayat (1) huruf k sudah pernah diputus lewat putusan MK bernomor 69/PUU-X/2012. Dalam putusan itu disebutkan Pasal 197 ayat (2) huruf k bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga putusan  pengadilan pidana yang tidak memuat “perintah supaya terdakwa ditahan atau  tetap dalam tahanan atau dibebaskan” tidak dengan sendirinya batal demi hukum.

“Putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, harus dianggap sah dan berlaku sampai ada putusan pengadilan lain yang berwenang membatalkannya,” kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan hukum.

Karena itu, menurut Mahkamah, frasa “ditahan” dan “tahanan” dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tidak perlu ditafsirkan lagi. Permohonan Pemohon yang meminta  penafsiran konstitusional frasa “ditahan” dan “tahanan” dalam Pasal 197 ayat  (1) huruf k untuk memastikan putusan pengadilan yang  tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k sebelum adanya putusan MK No. 69/PUU-X/2012 tidak dengan sendirinya batal demi hukum, telah terjawab dalam putusan Nomor 69/PUUX/2012 itu.

“Permohonan Pemohon ne bis in idem,” tegas Hamdan.  

Untuk diketahui, dalam putusan kasasi, MA menolak permohonan kasasi yang diajukan penuntut umum dan terdakwa (Susno), sehingga eksekusi mengacu pada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, majelis banding dalam amarnya tidak memuat perintah penahanan dan keliru mencantumkan nomor register, nama, dan tanggal perkara.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berdalih ketika amar putusan banding yang tidak mencantumkan perintah penahanan tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum. Soalnya, status penahanan Susno - yang saat putusan itu dijatuhkan tidak dalam status tahanan– merupakan diskresi hakim tinggi. Sebab, dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP tidak ada klausul agar “terdakwa tetap tidak ditahan.”  

Tags: