Penguatan Akses Keadilan Lewat Program Bantuan Hukum Pro Bono
Pro Bono Awards 2021

Penguatan Akses Keadilan Lewat Program Bantuan Hukum Pro Bono

BPHN, kantor hukum, perguruan tinggi, memiliki cara sendiri memperkuat akses keadilan melalui program bantuan hukum pro bono.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Narasumber webinar bertajuk 'Sinergi Advokat, Lembaga Pemerintah, Institusi Pendidikan dan Swasta dalam Memberikan Bantuan Hukum Pro Bono' sebagai rangkaian gelaran Indonesia Pro Bono Awards 2021, Kamis (16/12/2021). Foto: RES
Narasumber webinar bertajuk 'Sinergi Advokat, Lembaga Pemerintah, Institusi Pendidikan dan Swasta dalam Memberikan Bantuan Hukum Pro Bono' sebagai rangkaian gelaran Indonesia Pro Bono Awards 2021, Kamis (16/12/2021). Foto: RES

Pelaksanaan bantuan hukum terhadap masyarakat secara probono diatur dalam UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Meski dana dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau APBD, tapi realita pelaksanaan pemberian bantuan hukum belum optimal. Karena itu, perlu penguatan pelaksanaan program bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan.

Kepala Sub Bidang Program Bantuan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)  Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Masan Nurpian mengatakan terdapat sebaran pusat bantuan hukum di 514 kabupaten/kota. Namun hanya 215 kabupaten/kota yang memiliki organisasi bantuan hukum (OBH). Sedangkan 299 kabupaten/kota tak memiliki OBH.

Menurutnya, sinergitas penguatan akses mendapatkan keadilan perlu dilakukan secara masif. Sebab, masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan bantuan hukum. Selain program bantuan hukum dari pemerintah, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan kebijakan peniadaan pengenaan biaya perkara bagi masyarakat miskin melalui Peraturan MA (Perma) No.1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.

Di sisi lain, adanya kewajiban bagi advokat untuk memberikan bantuan hukum secara pro bono (gratis/cuma-cuma) bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kewajiban tersebut diamanatkan Pasal 22 ayat (1) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan, “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.

“Ada upaya pemerintah juga dalam upaya penguatan pro bono,” ujar Masa Nurpian dalam webinar bertajuk “Sinergi Advokat, Lembaga Pemerintah, Institusi Pendidikan dan Swasta dalam Memberikan Bantuan Hukum Pro Bono” sebagai rangkaian gelaran Indonesia Pro Bono Awards 2021, Kamis (16/12/2021). (Baca Juga: Wamenkumham: Pro Bono Sekaligus Edukasi Hukum Bagi Masyarakat)

Dia menerangkan upaya yang dilakukan pemerintah melalui BPHN. Pertama, BPHN dan kantor wilayah (Kanwil) menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas advokat melalui pusat bantuan hukum. Kedua, BPHN menyiapkan ruang pelaporan kegiatan pro bono melalui aplikasi Sistem Database Informasi Bantuan Hukum (Sidbankum) yang merupakan fitur dari bantuan hukum mandiri. Setidaknya advokat yang terdaftar dalam 524 pusat bantuan hukum.

Ketiga, BPHN memberikan apresiasi berupa peningkatan akreditasi bagi pusat bantuan hukum yang advokatnya telah aktif melakukan pro bono. Keempat, mengupayakan integrasi kebijakan dan sistem dengan MA melalui upaya membebaskan biaya perkara (prodeo, red). Kelima, perlu adanya pemberian penghargaan untuk meningkatkan motivasi dan membudayakan pro bono bagi advokat yang tergabung dalam pusat bantuan hukum.

Hukumonline.com

Kepala Sub Bidang Program Bantuan Hukum BPHN Masan Nurpian.  

Managing Partner Oentoeng Suria & Partners in Association With Ashurst, Ratih Nawangsari mengatakan kantor hukum tempatnya bernaung melakukan pro bono bagi para personilnya. Firma hukum tersebut membuat kebijakan yang mewajibkan praktisitnya, mulai paralegal hingga partner memberikan pro bono masing-masing 52 jam. “Ini dijadikan kebijakan dan panduan melakukan pro bono,” kata dia.

Menurutnya, dalam pemberian jasa bantuan hukum secara pro bono terdapat standar layanan, seperti konsistensi dan penuh profesinalisme untuk memberikan layanan terbaik. Sistem ini telah dibangun di firma hukum Oentoeng Suria & Partners in Association With Ashurst secara terstruktur, terstandarisasi dan terorganisir dengan baik. Apalagi, kantor hukum tersebut merupakan bagian dari jaringan kantor hukum berlabel internasional. Misalnya, setiap melakukan kegiatan pro bono terdapat mekanisme pelaporan, mengisi timesheet, dan sebagainya.

“Kita juga harus yakin dan paham benar serta komit bisa memberikan bantuan bermutu. Ini semua kita lakukan serius,” katanya.

Hukumonline.com

Managing Partner Oentoeng Suria & Partners in Association With Ashurst, Ratih Nawangsari. 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Yenny Eta Widyanti menyoroti dukungan penguatan bantuan hukum pro bono di lembaga pendidikan. Menurutnya, fakultas hukum di banyak perguruan tinggi menjadi “primadona” bagi para calon mahasiswa. Terbukti, mahasiswa dari fakultas hukum kerap terbanyak dibanding dengan fakultas lainnya.

Kondisi tersebut bisa menjadi momentum akademisi hukum menyadarkan pentingnya pemahaman pro bono bagi mahasiswa. Seperti menumbuhkan kepedulian mahasiswa terhadap akses untuk mendapatkan keadilan bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan termarjinalkan.

Selin itu, perguruan tinggi penting memberikan pendidikan dan pelatihan pro bono bagi mahasiswa. Seperti program magang dalam bentuk kuliah kerja lapangan (KKL) di kantor hukum. Melalui pelaksanaan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi.

“Mahasiswa dapat melakukan magang/praktik kerja yang diselenggarakan oleh fakultas hukum bekerja sama dengan law firm dan kantor notaris,” usul Wanita yang juga menjabat Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum FH Universitas Brawijaya ini.

Hukumonline.com

Dosen FH Universitas Brawijaya, Yenny Eta Widyanti.

Selain itu, melakukan perekrutan paralegal, kegiatan magang di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perguruan Tinggi memberi bantuan hukum pro bono dengan pendampingan para dosen dan/atau advokat berupa litigasi ataupun nonlitigasi yang dapat dikonversi nilai sebagai pengganti KKL. “Melakukan workshop bantuan hukum pro bono dan pendidikan serta pelatihan pararegal.”

Tags:

Berita Terkait