Penghapusan Intervensi Rapat Komisi Tak Jamin Independensi Majelis Komisi KPPU
Utama

Penghapusan Intervensi Rapat Komisi Tak Jamin Independensi Majelis Komisi KPPU

Pakar usulkan penghidupan kembali fungsi kelompok kerja layaknya ALJ pada US FTC serta pembentukan Perkom baru terkait kode etik yang melahirkan Majelis Etik Komisi.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Semua itu sekarang sudah di tangan investigator. Kalau dulu, itu semua harus lewat persetujuan komisi,” katanya.

 

Berkaitan dengan pemisahan fungsi, Ia merasa hilangnya intervensi komisioner cukup menjawab kekhawatiran terlapor terkait independensi majelis komisi dalam memutus. Dulu, katanya, Komisioner yang memegang perkara juga merupakan penentu masuk atau tidaknya suatu perkara ke pemeriksaan.

 

Artinya, jelas banyak yang menduga di situ bahwa dari awal komisioner telah memiliki keberpihakan terhadap investigator dan berfikir bahwa terlapor memang bersalah, sehingga independensinya dalam memutus seringkali dikritik banyak pihak.

 

“Kan banyak yang mengatakan bahwa ini sudah tidak fair, bagaimana mungkin Majelisnya ikut memutus itu masuk jadi perkara atau tidak tapi dia juga yang jadi hakimnya. Untuk itu dengan Perkom baru ini, Komisioner tak lagi terlibat,” jelasnya.

 

Persoalannya, bilamana bukti yang dihadirkan investigator dalam pemeriksaan pendahuluan dinyatakan tidak cukup kuat, bisakah investigator mengajukan pemeriksaan kembali untuk kasus yang sama?

 

Ia menyebut dalam Perkom 1/2019, bila masih dalam tahap penyelidikan maka kasus tersebut masih bisa diajukan kembali, namun bila sudah jatuh putusan, perkara akan sulit diajukan kembali. Hal itu dipandang wajar, katanya, mengingat perkara yang sama memang tak bisa disidangkan untuk kedua kalinya.

 

Kendati demikian, Ia mengatakan lantaran produk dari pemeriksaan pendahuluan (PP) adalah berupa penetapan, maka pengajuan PP kembali seharusnya sah-sah saja dilakukan. Beda halnya jika perkara sudah masuk pemeriksaan lanjutan yang mana produknya sudah berbentuk putusan.

 

“Di Perkom ini sebetulnya juga enggak strict diatur, enggak ada enggak bolehnya suatu perkara bisa diajukan kembali. Yang jelas di praktik bisa saja terjadi, yang jadi persoalan apakah nanti majelis akan menerima?,” imbuhnya.

 

Tags:

Berita Terkait