Penggunaan Ganja di Bidang Medis dari Perspektif Kepastian dan Kemanfaatan Hukum
Kolom

Penggunaan Ganja di Bidang Medis dari Perspektif Kepastian dan Kemanfaatan Hukum

Perlu dilakukan riset secara mendalam mengenai manfaat ganja dalam bidang medis dan kesehatan. Hasil riset dapat memberikan sumbangsih keilmuan mengenai pemanfaatan ganja secara proporsional dan sesuai kaedah ilmiah.

Bacaan 9 Menit

Rekomendasi

Pada tanggal 3 April 2017 Menteri Kesehatan (Nila Moeloek) menanggapi Kasus FAS. Menteri Kesehatan, pada intinya menyatakan bahwa penggunaan ganja kemungkinan sama halnya dengan penggunaan morfin. Keduanya bukan untuk menyembuhkan melainkan penghilang rasa sakit. Pernyataan dari Menteri Kesehatan ini sangat bermakna dan relevan hingga saat ini. Beberapa rekomendasi yang dapat Penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

  1. Perlu dilakukan riset secara mendalam mengenai manfaat ganja dalam bidang medis dan kesehatan. Pernyataan Menteri Kesehatan tersebut disampaikan pada tahun 2017 (5 tahun yang lalu). Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang medis serta kesehatan berkembang pesat. Hasil riset dapat memberikan sumbangsih keilmuan mengenai pemanfaatan ganja secara proporsional dan sesuai kaedah ilmiah dalam bidang medis dan kesehatan. Sehingga, dapat dihindari terjadinya penyalahgunaan ganja.
  2. Ganja bukan untuk menyembuhkan, tetapi dapat diposisikan sebagai penghilang rasa sakit. Artinya, dalam hal ini perlu dioptimalkan layanan medis dan kesehatan yang berbentuk paliatif (palliative home care) bagi pasien dengan stadium terminal. Hal ini selaras dengan Compassionate Use of Medical Cannabis Pilot Program Act yang diterapkan di Negara Bagian Illinois USA, dimana pada section 10 menyatakan bahwa penggunaan ganja dalam bidang medis dapat diberikan terhadap penderita penyakit terminal, salah satu jenis penyakitnya adalah syringomyelia. Hingga saat ini, pelayanan medis dan kesehatan di Indonesia masih menitikberatkan pada aspek kuratif. Sudah saatnya, aspek paliatif mendapatkan perhatian agar dapat lebih memberikan pelayanan yang optimal dan dapat dijangkau oleh orang yang membutuhkannya. Misalnya dengan menyediakan layanan paliatif yang dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia di berbagai wilayah dan menyediakan layanan paliatif yang secara finansial dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia (misalnya, memperluas area layanan paliatif yang ditanggung oleh Sistem Jaminan Sosial Nasional).
  3. Mewujudkan regulasi yang dapat memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum mengenai penggunaan ganja dalam bidang medis dan kesehatan, khususnya dalam layanan paliatif (palliative home care).

*)Wahyu Andrianto, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Univeristas Indonesia dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait