Pengetatan Kepemilikan Kartu Kredit Dinilai Positif
Berita

Pengetatan Kepemilikan Kartu Kredit Dinilai Positif

Anggota DPR, bankir, dan dosen ekonomi mendukung pengetatan aturan kepemilikan kartu kredit.

Yoz/CR-11
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP

Niat Bank Indonesia (BI) memperketat aturan kepemilikan kartu kredit untuk mencegah munculnya kredit macet yang merugikan bank dan nasabah mendapat dukungan berbagai pihak. Anggota Komisi XI DPR Kemal Azis Stamboel berpendapat, penggunaan kartu kredit yang berlebihan dapat membuat bangkrut nasabah.

 

Selama ini sebagian nasabah perbankan telah menggunakan kartu kredit yang berlebihan dan tidak sehat. Menurut Kemal, di tengah semakin banyaknya kebangkrutan rumah tangga akibat penggunaan kartu kredit yang tak terkendali, beberapa negara telah memberlakukan kebijakan limitasi. Apalagi bank dan penerbit kartu kredit terkadang melakukan penerbitan yang tidak hati-hati.  

 

“Saat ini banyak masyarakat yang menganggap kartu kredit sebagai tambahan pendapatan sehingga digunakan untuk belanja yang bukan kebutuhan utamanya,” ujarnya.

 

BI berniat mengeluarkan regulasi baru kartu kredit yang merupakan penyempurnaan dari PBI APMK versi tahun 2009 dengan beberapa batasan baru yang lebih ketat. Batasan yang tersebut antara lain, nasabah harus berpenghasilan minimal Rp3 juta. Untuk nasabah berpenghasilan Rp10 juta ke bawah maksimal hanya bisa memiliki dua kartu kredit sedangkan di atas Rp10 juta tergantung penilaian bank.

 

Bunga kartu kredit juga dibatasi maksimal 3 persen per bulan. Selain itu juga terdapat batasan umur, yaitu minimal 21 tahun/minimal 18 tahun bila sudah menikah. Plafon pinjaman sebesar 3 kali gaji. Serta juga diatur cara penagihan dan jadwal penagihan.

 

Menurut Kemal, batasan suku bunga juga harus diikuti transparansi informasi suku bunga dari pihak bank. Pemahaman atas risiko perhitungan bunga kartu kredit penting agar konsumen paham konsekuensi setiap penggunaan kartu kreditnya. Perlu ada aturan yang mewajiban bank untuk mejelaskan detil suku bunganya dan informasi yang memang dibutuhkan oleh nasabah.

 

“Bank atau penerbit tidak boleh lagi menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui konsumen, seperti opsi pembebasan bunga cicilan dan penjadwalan ulang pembayaran,” kata politisi PKS ini.

 

Dijelaskan Kemal, penetapan batasan suku bunga sangat tepat. Karena jika melihat data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), bunga kartu kredit memang sangat bervariasi dan terlalu tinggi. Untuk bunga kartu kredit ritel untuk belanja rentangnya antara 2,68-4,5 persen. Sementara itu, bunga kartu kredit tarik tunai berkisar 3,25-4 persen.

 

Kondisi saat ini penerbitan kartu kredit juga meningkat pesat. Menurut data AKKI sejak akhir 2010 hingga Oktober 2011 jumlah kartu kredit meningkat dari 13 juta kartu ke 14,4 juta. Akhir tahun ini, AKKI memperkirakan jumlah kartu kredit di dalam negeri bisa mencapai 14,5 juta.

 

Keinginan bank sentral memperketat kepemilikan kartu kredit juga didukung kalangan bankir. Direktur Ritel PT Bank Mega Tbk, Kostaman Tayib, mengatakan adanya aturan pembatasan  maksimum suku bunga kartu kredit sah-sah saja. Namun, ia mengingatkan agar BI memperhatikan peluang bagi perbankan untuk mengambil keuntungan, jangan sampai batas maksimum ini nanti merugikan pihak bank.

 

“Jika suku bunga maksimum dibatasi hingga 3,75 persen, ini merupakan batas yang wajar karena  masih memberikan kesempatan bagi bank untuk bergerak. Soal untung rugi tergantung pada pengelolaan,” tuturnya.

 

Menurut Kostaman, sudah sewajarnya ada pembatasan kartu kredit dalam pengertian ada pembatasan maksimum kartu kredit yang didasarkan pada pendapatan nasabah. Dia berharap dengan adanya peraturan ini tidak menghalangi bank yang baru untuk berkembang.

 

Tanggapan positif juga datang dari Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Dewi Hanggraeni. Dia beranggapan aturan memperketat kepemilikan kartu kredit oleh BI adalah kebijakan yang baik. Soalnya, dengan cara itu konsumen dapat terlindungi. Begitu juga dengan pihak bank, tidak akan mengalami kerugian meski tingkat suku bunga kredit antar semua bank sama.

 

Kendati demikian, Dewi mengakui dengan pembatasan penerbitan kartu kredit potential income bank akan berkurang. Meski kemungkinan potential lost itu ada dengan pengurangan penerbitan kartu kredit, namun bisa ditutupi dengan volume kartu kredit. “Selain itu, ini akan mempermudah BI untuk mengawasi perbankan yang ada di Indonesia karena pembatasan ini,” tandasnya.

Tags: