Surat Dakwaan: Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya
Terbaru

Surat Dakwaan: Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Surat dakwaan adalah surat yang digunakan dalam ranah pidana pada tahap penuntutan. Ada 5 bentuk surat yang digunakan, berikut ulasannya.

Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi surat dakwaan. Sumber: pexels.com
Ilustrasi surat dakwaan. Sumber: pexels.com

Salah satu wewenang penuntut umum adalah membuat surat dakwaan. Surat ini dibuat jika penuntut umum merasa bahwa dapat dilakukannya penuntutan dari hasil penyidikan. Selain itu, surat dakwaan memiliki fungsi khusus, baik bagi penuntut umum sebagai pembuatnya, bagi hakim, hingga bagi terdakwa.

Pengertian Surat Dakwaan

Surat dakwaan adalah jenis surat yang digunakan dalam ranah pidana pada tahap penuntutan. A. Karim Nasution dalam Masalah Surat Dakwaan dalam Proses Pidana mengartikan surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan. Kemudian, bila ternyata cukup bukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.

Pasal 14 huruf d KUHAP menerangkan bahwa membuat surat dakwaan adalah salah satu kewenangan dari penuntut umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 140 ayat (1) KUHAP, surat dakwaan dibuat secepatnya apabila penuntut umum berpendapat bahwa dapat dilakukannya penuntutan dari hasil penyidikan.

Surat dakwaan yang dibuat tersebut akan disertakan penuntut umum saat melimpahkan perkara ke pengadilan negeri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 143 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.

Baca juga:

Fungsi Surat Dakwaan

Fungsi dari surat dakwaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori:

  1. Bagi pengadilan atau hakim: sebagai dasar sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan dan menjadi dasar petimbangan dalam penjatuhan keputusan.
  2. Bagi penuntut umum: sebagai dasar pembuktian atau analisis yuridis, tuntutan pidana, dan penggunaan upaya hukum.
  3. Bagi terdakwa: sebagai dasar untuk mempersiapkan pembelaan.

Pembuatan Surat Dakwaan

Terkait pembuatannya oleh penuntut umum, Pasal 143 ayat (2) KUHAP menerangkan bahwa surat yang dibuat harus diberi tanggal dan ditandatangani. Adapun isinya memuat informasi sebagai berikut.

  1. Identitas terdakwa berupa nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan.
  2. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Apabila pembuatan surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, surat tersebut dinyatakan batal demi hukum.

Tanggal, tanda tangan penuntut umum, dan identitas terdakwa merupakan syarat formil. Kemudian, uraian yang dituliskan merupakan syarat materiil. Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-004/J.A/11/1993 menerangkan bahwa surat dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila telah mampu memberi gambaran secara utuh dan bulat akan:

  1. Tindak pidana yang dilakukan.
  2. Siapa yang melakukan tindak pidana.
  3. Di mana dilakukannya tindak pidana.
  4. Kapan tindak pidana dilakukan.
  5. Bagaimana tindak pidana dilakukan.
  6. Akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana.
  7. Apa yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut.
  8. Ketentuan pidana yang diterapkan.

Bentuk-Bentuk Surat Dakwaan

Bentuk pasti surat dakwaan tidak dimuat dalam undang-undang. Namun, sebagaimana diterangkan Surat Edaran Jaksa Agung, dalam perkembangannya, ada lima jenis surat dakwaan, yakni tunggal, alternatif, subsidair, kumulatif, dan kombinasi.

Surat Dakwaan Tunggal

Jenis ini digunakan pada pendakwaan satu tindak pidana saja. Sebab, tidak ada kemungkinan untuk mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti. Contoh surat dakwaan tunggal adalah untuk tindak pidana pencurian.

Surat Dakwaan Alternatif

Jenis ini memiliki dakwaan yang disusun berlapis. Lapisan yang satu merupakan alternatif yang bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lain. Bentuk ini umumnya digunakan saat belum ada kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat dan dapat dibuktikan.

Contoh surat dakwaan alternatif ini ada pada penggunaan kata sambung “atau”:

Pertama: Pencurian (Pasal 362 KUHP)

atau

Kedua: Penadahan (Pasal 480 KUHP)

Surat Dakwaan Subsidair

Jenis ini sama dengan jenis alternatif yang terdiri atas lapisan dakwaan. Dalam jenis subsidair, lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematika lapisan disusun berurutan dimulai dari tindak pidana dengan ancaman tertinggi hingga terendah.

Pembuktiannya dilakukan secara berurutan, mulai dari yang teratas hingga lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.

Contoh surat dakwaan subsidair misalnya didakwakan:

Primair : Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP),

Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP),

Lebih subsidair : Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (Pasal 351 ayat (3) KUHP).

Surat Dakwaan Kumulatif

Jenis ini digunakan untuk pendakwaan beberapa tindak pidana sekaligus, semua dakwaan harus dibuktikan satu per satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasannya dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal terdakwa melakukan beberapa tindak pidana yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri.

Contoh surat dakwaan kumulatif:

Kesatu: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP),

Kedua: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), dan

Ketiga: Perkosaan (Pasal 285 KUHP).

Surat Dakwaan Kombinasi

Jenis ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternatif atau subsidair. Timbulnya bentuk surat ini karena perkembangan kriminalitas yang semakin variatif, baik dalam bentuk ataupun dalam modus yang digunakan.

Contoh surat dakwaan kombinasi:

Kesatu:

Primair : Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);

Subsidair : Pembunuhan (Pasal 338 KUHP);

Lebih subsidair : Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (Pasal 351 ayat (3) KUHP);

Kedua:

Primair : Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);

Subsidair : Pencurian (Pasal 362 KUHP), dan

Ketiga : Perkosaan (Pasal 285 KUHP).

Kesulitan mengikuti perubahan berbagai peraturan? Pusat Data Hukumonline menyediakan versi konsolidasi yang menghimpun perubahan peraturan dalam satu naskah. Akses penuh Pusat Data Hukumonline dengan berlangganan Hukumonline Pro Plus sekarang!

Tags:

Berita Terkait