Pengembangan Budidaya Tanaman Tetap Libatkan Masyarakat
Berita

Pengembangan Budidaya Tanaman Tetap Libatkan Masyarakat

Seorang petani asal Pasuruan menilai program varietas benih yang diluncurkan oleh pemerintah merugikan petani.

ASH
Bacaan 2 Menit
Petani tetap dilibatkan dalam pengembangan budidaya tanaman. Foto: ilustrasi (Sgp)
Petani tetap dilibatkan dalam pengembangan budidaya tanaman. Foto: ilustrasi (Sgp)

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Udhoro K Anggoro menegaskan bahwa sertifikasi pemuliaan benih oleh pemerintah bertujuan melindungi konsumen dan menghindari kerusakan lingkungan.

“Sehingga tidak tepat dan tidak berdasar jika ketentuan beberapa pasal dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Jadi tidak benar adanya kriminalisasi terhadap petani,” papar Udhoro ketika memberikan keterangan mewakili pemerintah dalam di sidang Gedung MK, Selasa (4/12).

Dikatakan Udhoro, pengujian atau penilaian varietas benih harus dilakukan guna menjamin mutu benih yang akan diedarkan. Untuk itu, dalam produksi benihnya dilakukan serangkaian sertifikasi, yang bertujuan mempertahankan mutu benih dan kemurnian varietas.

Lagipula, dalam proses pengembangan budidaya tanaman, pemerintah tetap melibatkan masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU Sistem Budidaya Tanaman. Dalam Pasal tersebut dikatakan, petani memiliki kebebasan untuk menentukan jenis tanaman yang dibudidayakan.

Hanya saja, kata Udhoro, kebebasan ini harus diikuti dengan keterlibatan petani dalam program pemerintah. Sehingga ada kewajiban bagi para petani untuk mendukung program pemerintah dalam pengembangan budidaya tanaman di wilayahnya.

“Pasal 12 mensyaratkan varietas hasil pemuliaan harus dilepas melalui sertifikasi dan oleh Menteri Pertanian. Jika belum dilepas, dilarang untuk diedarkan karena belum memenuhi syarat. Namun, pengembangan budidaya tanaman itu tetap melibatkan masyarakat, dan pemerintah tidak pernah melarang petani untuk mengembangkan tanaman tertentu,” ujar Anggoro.

Pemerintah, lanjut dia, khawatir jika sejumlah pasal yang diuji dibatalkan MK akan terjadi kekacauan dalam rencana pengembangan budidaya tanaman. Pemerintah juga khawatir swasembada nasional tidak tercapai. “Terlebih lagi akan terjadi kekosongan hukum terhadap pelaksaaan kegiatan sistem budidaya tanaman,” dalihnya.

Rugikan Petani
Mendukung dalil permohonan, Joharifin, seorang petani asal Kabupaten Indramayu, mengaku dirinya beserta kelompok tani di tempat asalnya berhasil mengembangkan varietas benih unggul padi yang sesuai dengan wilayahnya. Namun, varietas ini dilarang digunakan dan dianggap ilegal oleh Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu karena belum memiliki sertifikasi.

“Padahal benih ini berhasil, dan tidak menggunakan bahan pestisida sama sekali, tetapi kami malah dikucilkan. Padahal, benih itu tahan terhadap hama,” katanya dalam sidang.

Joharifin menegaskan varietas itu telah mendapatkan pengakuan dari pihak luar berupa penghargaan “Danamon Awards”. Penghargaan ini merupakan bukti nyata kalau benih yang telah dikembangkannya lebih menguntungkan masyarakat walaupun belum diakui oleh pemerintah.

Selain Joharifin, Salim, petani asal Pasuruan juga menilai program varietas benih yang diluncurkan oleh pemerintah itu justru telah merugikan petani. Fakta di lapangan, tanah yang digarap para petani menjadi haus akan pupuk dan rawan penyakit.

“Ketika saya melaporkan ini ke dinas pertanian setempat, saya malah dianggap merepotkan dan tidak diberi benih lagi. Padahal saya menyampaikan fakta di lapangan,” jelas Salim.

Untuk diketahui, pengujian undang-undang ini diajukan oleh Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD), Aliansi Petani Indonesia (API) dan Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa). Mereka memohon pengujian Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan c UU Sistem Budidaya Tanaman.

Pasal itu dinilai mengakibatkan pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan perencanaan, penetapan wilayah, dan pengaturan produksi. Menurut pemohon, Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, dan c jika dihubungkan dengan Pasal 6 ayat (2) UU Sistem Budidaya Tanaman mengakibatkan pertentangan antara kewenangan pemerintah dan hak petani. Sebab, hak petani harus tunduk kepada perencanaan pemerintah, sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum antara hak dan kewajiban petani.

Pasal 5 ayat (1) huruf d UU Sistem Budidaya Tanaman dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28C Ayat (2), Pasal 28F, Pasal 28I Ayat (2) serta Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945. Sebab, yang terjadi selama ini petani tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan, pengembangan, pengaturan produksi dan penetapan wilayah.

Tags: