Pengembalian Dana Elnusa Tunggu Proses Hukum
Berita

Pengembalian Dana Elnusa Tunggu Proses Hukum

PT Elnusa Tbk merasa diperlakukan tidak adil.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Foto: SGP
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Foto: SGP

Direktur Utama PT Elnusa Tbk Suharyanto dan Bupati Pemkab Batubara OK Arya Zulkarnain harus bersabar. Soalnya, Bank Indonesia (BI) belum memberikan lampu hijau kepada PT Bank Mega Tbk untuk mencairkan dana mereka yang dibobol di bank tersebut. Bank sentral meminta semua pihak untuk menaati dan menunggu proses penyelesaian kasus yang saat ini sedang berjalan.

 

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Kamis (21/7), Suharyanto dan Zulkarnain meminta agar Bank Mega segera mencairkan dana mereka yang dibobol. Mereka mengaku, tidak punya masalah hukum dengan bank umum nasional milik taipan Chairul Tandjung tersebut.

 

Suharyanto menyayangkan tidak adanya perlindungan yang diberikan kepada perusahaan sebagai nasabah perbankan. Menurutnya, kasus penggelapan simpanan tersebut adalah masalah antara bank dan individu sehingga tidak adil jika pengembalian uang perusahaan harus menunggu keputusan hukum terkait dugaan penggelapan dana.

 

“Kami tidak ada persoalan hukum dengan Bank Mega. Kami mengajukan gugatan perdata karena kami meminta dana milik sendiri,” ujarnya.

 

Suharyanto mengatakan, tidak adil jika pihaknya harus menunggu proses hukum yang saat ini sedang berjalan. Pasalnya, hal itu akan memakan waktu yang cukup lama. Apalagi, lanjutnya, Elnusa membutuhkan dana cash flow dalam menjalankan roda bisnis.

 

Arya Zulkarnain juga mengaku tidak ada sengketa antara Kabupaten Batubara dengan Bank Mega. Ia mengatakan roda pembangunan di daerahnya terhambat karena dana simpanan yang dibobol belum juga cair.

 

“Deposito berjangka kami, diubah menjadi deposito on call. Kami hanya berharap dana yang kami simpan segera cair,” tuturnya.

 

Seperti diberitakan hukumonline sebelumnya, manajemen Elnusa baru menyadari bahwa pembobolan deposito berjangka yang ditempatkan di Bank Mega cabang Jababeka-Cikarang sebesar Rp111 miliar, ketika aparat polisi mendatangi perusahaan dan menanyakan soal kepemilikan dana deposito di bank tersebut.

 

Suharyanto dalam jumpa pers, Minggu (24/4), mengatakan saat itu pihak Elnusa bersama polisi langsung mendatangi Kantor Cabang Bank Mega dimana deposito ditempatkan. Setiba di lokasi, Kepala Cabang Bank Mega menyatakan secara lisan bahwa dana yang dimaksud telah dicairkan sebelumnya tanpa memberitahukan keterangan waktu pencairan.

 

“Mereka bilang dicairkan pihak Elnusa, padahal kami tidak pernah mencairkannya,” ujar Suharyanto ketika itu.

 

Polisi lalu menginterogasi dan mencecar Kepala Cabang Bank Mega atas pencairan dana tersebut serta menggiringnya untuk diperiksa di Polda Metro Jaya. Menurut Suharyanto, pihak Bank Mega mencairkan dana deposito karena adanya surat permintaan pencairan dana yang telah ditandatangani oleh Direktur Keuangan dan Direktur Utama Elnusa.

 

Anehnya, dirut yang menandatangani adalah orang lama, yaitu Eteng Ahmad Salam. Eteng pun merasa tanda tangannya dipalsukan dan akhirnya turut mengadukan laporan ke Kepolisian. Oleh sebab itu, Elnusa masih berkeyakinan pencairan dana tersebut ilegal. Deposito tersebut ditempatkan di Bank Mega sejak 7 September 2009.

 

Awalnya, deposito tersebut bernilai Rp161 miliar yang terbagi dalam lima bilyet deposito berjangka waktu 1-3 bulan. Penempatan dana dilakukan oleh Elnusa sesuai dengan standar prosedur yang ditetapkan. Elnusa baru mencairkan satu bilyet bernilai Rp50 miliar pada 5 Maret 2010 lalu dan dananya telah diterima oleh Elnusa. Seharusnya, sisa dana Rp111 miliar masih ada di Bank Mega.

 

Modus penggelapan dana Elnusa mirip dengan yang dialami Pemkab Batubara yang kehilangan dana Rp80 miliar di Bank yanng sama. Wakil Ketua PPATK Gunadi dalam rapat dengan Komisi XI beberapa waktu lalu mengatakan, dalam kedua kasus ini ditemukan adanya tindak pidana pencucian uang. PPATK menemukan aliran dana Elnusa dan Pemkab Batubara menuju rekening perseorangan. Temuan ini mengisyaratkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan di Kantor Cabang Bank Mega Jababeka.

 

Sayangnya, rapat kali ini tidak dihadiri oleh PT Harvestindo Asset Management dan PT Discovery Indonesia, dua perusahaan yang disinyalir terlibat dalam kasus ini. Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qosasih menegaskan akan memanggil paksa jajaran direksi dua perusahaan tersebut. Dia menganggap keduanya telah melecehkan parlemen dengan tidak hadir dalam acara rapat dengar pendapat.

 

Proses Hukum

Sementara itu, pihak Bank Mega mengaku belum bisa mencairkan dana Elnusa dan Pemkab Batubara sebelum ada ketetapan hukum dari pengadilan dan izin dari BI. “Tanpa ada ketetapan dari pengadilan dan izin dari bank sentral, kami belum bisa mengembalikan,” kata Direktur Utama Bank Mega J.B. Kendarto di tempat yang sama.

 

Hal yang sama dilontarkan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Dia menegaskan, meski ada desakan dari nasabah untuk mencairkan dananya, bank sentral akan tetap  mengikuti proses hukum yang ada. Ia menyarankan, semua pihak mentaati dan menunggu penyelesaian kasus hukum yang saat ini sedang berjalan.

 

Halim mengatakan, Bank Mega sendiri telah dijatuhkan sanksi oleh BI terkait kasus ini. Salah satu sanksi yang diberikan adalah melakukan fit and proper test ulang terhadap para pejabat di bank tersebut. “Saat ini prosesnya sedang berlangsung. Ada beberapa tingkatan yang nanti kita panggil,” terang Halim.

 

Komisi XI dalam kesimpulannya menyatakan hal yang sama. Komisi mengimbau agar Elnusa dan Pemkab Batubara tidak mendahului keputusan pengadilan. Terkait sanksi yang diberikan BI kepada Bank Mega, komisi menganggap sanksi tersebut adalah sanksi yang tepat. “Sanksi yang diberikan kepada Bank Mega kami pikir sudah cukup berat,” tandas Maruarar Sirait.

Tags: