Pengembalian Aset Korupsi BLBI Terganjal MLA
Berita

Pengembalian Aset Korupsi BLBI Terganjal MLA

Lambannya proses pembentukan MLA membuat penanganan kasus BLBI menjadi berlarut-larut. Untuk itu, Kapolri memilih menempuh jalur informal, setidaknya untuk mendapatkan tersangka. Sementara untuk pengembalian aset harus tetap ditempuh melalui MLA.

Nov
Bacaan 2 Menit
Pengembalian Aset Korupsi BLBI Terganjal MLA
Hukumonline

Untuk melakukan pengejaran terhadap para tersangka atau terpidana, serta penelusuran dan pengembalian aset kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kejaksaan Agung telah menjalin kerja sama dengan Polri. Berdasarkan Surat Perintah Menkopolhukam Nomor: Kep-05/Menkopolhukam/01/2009 tanggal 19 Januari 2009, dibentuklah Tim Terpadu untuk mencari terpidana dan tersangka perkara korupsi BLBI.

 

Tim yang diketuai Wakil Jaksa Agung Mochtar Arifin ini, melalui beberapa kali pertemuan telah membahas langkah-langkah serta program kerja khusus untuk tahun 2009. Pembahasan terkahir dilaksanakan 31 Maret lalu dengan hasil, antara lain menetapkan 20 target terpidana dan tersangka yang berstatus buron.

 

Dari kedua puluh target tersebut, tim baru berhasil menangkap lima orang buron. Yang terdiri dari empat orang terpidana, David Nusa Wijaya, Darmono K Lawi, Adrian Kiki Ariawan, dan Tabrani Ismail. Dan satu orang tersangka, Jefri Baso. Satu terpidana lainnya bernama Chairudin, diketahui telah meninggal dunia. Sehingga, sampai saat ini masih 14 buron target yang belum tertangkap. 

 

Pengejaran dan penangkapan para buron ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Karena tidak semua negara memiliki perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Indonesia. Beberapa buron terlacak berada di luar negeri. Dan untuk menangkapnya, Polri memanfaatkan jaringan NCB Interpol -red notice- dan bekerja sama dengan polisi otoritas setempat.

 

Australian Federal Police (AFP), misalnya. Adrian Kiki Ariawan berhasil ditangkap oleh AFP, 28 November lalu. Saat ini sedang berada dalam penahanan Commonwealth Director of Public Prosecution (CDPP). Walau pihak Australia menyatakan akan membantu proses ekstradisi, tapi sesuai dengan undang-undang ekstradisi di Australia, termohon ekstradisi akan diperlakukan sebagai suspect atau tersangka. Kemudian, untuk pelacakan aset, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Autralia hanya dapat dilakukan untuk masa enam tahun ke belakang. Sehingga, untuk kasus Adrian Kiki ini, pelacakan aset telah melampaui batas.

 

Penangkapan lainnya terhadap Maria Pauline Lumowa terkait kasus LC fiktif BNI. Meski telah dilakukan pembicaraan dengan pemerintah Belanda. Kemungkinan ekstradisi Maria Pauline sangat kecil, karena ia berkewarganegaraan Belanda.

 

Oleh karena itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji telah mengirimkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM (27/3) untuk segera melayangkan permintaan resmi kepada pemerintah Belanda terkait permohonan ekstradisi dan kerja sama MLA, khusus untuk kasus Maria Pauline. Sayang, belum menunjukkan perkembangan hingga saat ini.

 

Begitu juga dengan permintaan bantuan pemblokiran aset sejumlah AS$5,2 juta di Swiss atas nama ECW Neloe �kasus korupsi Bank Mandiri. Tim telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan otoritas dan Departemen Kehakiman Swiss. Pada prinsipnya Swiss membantu pemerintah Indonesia untuk melakukan pemblokiran. Namun, pemintaan formal MLA yang telah dilengkapi sesuai dengan ketentuan hukum Swiss, sampai saat ini masih menunggu pemberitahuan lebih lanjut dari pemerintah Swiss.

 

Hal serupa terjadi pada pelacakan dan pengembalian aset Irawan Salim -kasus korupsi Bank Global. Pada dasarnya, pemerintah federal Swiss telah menyetujui permintaan MLA untuk melakukan pembekuan aset sejumlah AS$9,9 juta milik Irawan di Bank Swiss. Namun, sampai saat ini juga masih menunggu tindak lanjut dari pihak kejaksaan federal Swiss. Kemudian, untuk aset Irawan lainnya di Jersey. Pemerintah Indonesia telah mengirimkan permintaan resmi kepada pihak Kejaksaan Agung Jersey, tetapi tetap harus melalui mekanisme MLA. Sehingga, untuk sementara pemblokiran dilakukan pemerintah Jersey, sebuah pulau yang berlokasi di Eropa bagian barat, secara informal.

 

Mekanisme MLA ini ternyata tidak dapat dilakukan secara instan. Oleh karena itu, tim juga membahas proses MLA dalam upaya pemburuan dan pembekuan aset para tersangka kasus korupsi BLBI yang ada di luar negeri. MLA itu prosesnya panjang. Melalui Menkumham untuk merumuskan MLA-nya seperti apa. Dari Menkumham baru ke negara yang bersangkutan, ujar Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD).

 

Skenario baru

Untuk itu, kata Anggota Komisi V DPR Abdullah Azwar Anas, diperlukan skenario-skenario baru dari Polri dan Kejaksaan Agung untuk percepatan pengejaran tersangka, serta penelusuran dan pengembalian aset. Kedua lembaga harus berkoordinasi karena progress penanganan dan penyelesaian kasus korupsi BLBI ini dirasa Azwar belum menggembirakan.

 

Dari delapan red notice kan baru David Nusa Wijaya saja.  Yang lain belum ada progress. Selain itu, red notice yang dikeluarkan hanya yang lama-lama saja (tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006). yang baru kan nggak ada, ujar anggota Tim Pengawas Penyelesaian Kasus KBLI dan BLBI ini.

 

BHD mengakui kalau belum ada red notice baru yang dikeluarkan. Namun, dari red notice yang sudah dikeluarkan sejak 2003 itu, Polri dan Kejagung masih mengharapkan hasil yang menggembirakan. Salah satu hasil yang didapat adalah David Nusa Wijaya yang dapat kami �hadirkan� berkat kerja sama dengan FBI, tuturnya.

 

Memang untuk pengejaran dan penangkapan, Polri bisa mengusahakan kerja sama dengan kepolisian otoritas negara setempat. Bahkan, dapat diupayakan dengan proses informal atau di bawah tangan. Jadi, walau perjanjian ekstradisi dan MLA belum ada, dengan lobi-lobi, buron yang menjadi target dapat dibawa ke Indonesia.

 

Namun, tidak begitu dengan pengambilan aset. Menurut BHD, pengambilan aset ini mau tidak mau harus melalui MLA. Upaya pengambilan aset yang tidak melalui MLA akan berbenturan dengan aturan hukum acara negara setempat. Salah satunya yang disebutkan BHD adalah Jersey dan Singapura. Karena semua, kita berbenturan dengan hukum acara di negara lain. Ini yang jadi masalah, ungkap BHD.

 

Sehingga, walau telah ada kesepakatan atau lobi-lobi sebelumnya MLA tetap tidak dapat ditandatangani. Dengan Singapura kan sampai hari ini, walau sudah ada kesepakatan-kesepakatan. Tapi, untuk ekstradisi dan MLA belum pernah bisa ditandatangani karena ada hal yang spesifik dan khusus, imbuhnya.

 

Terlepas dari panjangnya membuat MLA dengan negara lain. Azwar mengatakan Polri harus memperkuat koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan menetapkan target. Tidak mengalir saja seperti saat ini. Solusinya, untuk ke depan perlu ada koordinasi. Pengejaran pun dengan tenggat waktu tertentu. Bukan seperti sekarang, kan hanya mengalir saja, kritiknya.

Tags: