Pengelolaan Energi Belum Berdasarkan Hukum dan Keadilan
Berita

Pengelolaan Energi Belum Berdasarkan Hukum dan Keadilan

Perlu kebijakan yang revolusioner untuk memperbaiki tata kelola energi dan pertambangan.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: www.pushep.or.id
Foto: www.pushep.or.id

Sepanjang tahun 2014 ini, masih banyak masalah yang muncul dalam pengelolaan energi. Mulai dari perizinan bermasalah, korupsi, rente, hingga inefisiensi. Semua itu merupakan bukti bahwa pengelolaan kekayaan alam tidak dilakukan berdasarkan hukum dan keadilan. Akibatnya, kekayaan yang dimiliki Indonesia  belum mampu memberikan kesejahteraan warga masyarakat, bahkan yang berada di sumber energi dan tambang.

Demikian diungkapkan oleh Bisman Bhaktiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), di Jakarta, Senin (29/12). Lebih lanjut Bisman menegaskan, kekayaan alam Indonesia berupa sumber energi dan pertambangan yang melimpah seharusnya dapat membuat rakyat Indonesia sejahtera.

Faktanya, kata Bisman, sampai saat ini kondisi Indonesia belum lepas dari masalah kemiskinan, tingginya pengangguran dan masih minimnya jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.

Ia menjabarkan, izin pertambangan masih banyak yang bermasalah. Menurut catatannya, Bisman menyebut bahwa hanya sekitar 60 persen izin yang tak bermasalah (clean and clear). Dari 10.918 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada, baru 6.042 IUP yang sudah dinyatakan tidak bermasalah (clear and clean). Sementara itu, sisanya sebanyak 4.876 IUP masih bermasalah.

“Terkait IUP bermasalah, pemerintah jangan ragu untuk melakukan proses hukum dan gandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada indikasi penyimpangan dan korupsi," kata Bisman.

Masalah renegosiasi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) juga tak luput dari jeratan problema. Pasalnya, dari 107 perusahaan pemegang KK dan PKP2B, baru 1 perusahaan yang sudah menandatangani amandemen kontrak. Sebanyak 86 perusahaan baru sebatas menandatangani MOU. Sisanya, 20 perusahaan lainnya sama sekali belum ada kejelasan.

Bisman mengingatkan pemerintah agar serius memperhatikan renegosiasi kontrak ini. Ia khawatir, kemauan politik yang tidak kuat dari pemerintah akan membuat renegosiasi kian terbengkalai. Padahal, menurut Bisman, renegosiasi cukup mendesak untuk segera dituntaskan.

“Pemerintah harus serius dalam menuntaskan renegosiasi,” tandasnya.

Di sektor minyak dan gas bumi, Bisman menyoroti persoalan inefisienasi. Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menaikkan harga BBM untuk mengurangi subsidi BBM yang pada APBN tahun 2014 mencapai Rp246,5 Triliun.  Pemerintah juga telah merencanakan pada tahun 2015 akan memberikan subsidi tetap untuk per liter BBM.

Harga jual BBM ke masyarakat akan naik dan turun mengikuti perkembangan harga minyak dunia. Dengan demikian, fluktuasi harga minyak dunia akan langsung ditanggung oleh masyarakat. Bisman mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa penetapan harga BBM yang mengikuti harga pasar adalah inkonstitusional.

"Dengan demikian, pemerintah agar benar-benar mengkaji tentang peran subsidi dan konstitusionalitas penetapan subsidi tetap pada harga BBM, mengingat MK sudah memutus bahwa penetapan harga BBM yang mengikuti harga pasar adalah inkonstitusional," ujarnya.

Peneliti PUSHEP, Ilham Putuhena menambahkan, masalah inefisiensi juga menyelimuti sektor kelistrikan. Akibatnya, tarif listrik harus naik berkali-kali. Sejak bulan Juli 2014 lalu, pemerintah telah menaikkan tarif tenaga listrik secara berkala setiap dua bulan sekali. Nantinya, pada tanggal 1 Januari 2015 nanti masyarakat juga akan mendapatkan hadiah tahun baru berupa kenaikan lagi tarif listrik.

“Kenaikan tarif listrik yang dibebankan kepada masyarakat seharusnya bisa dihindari jika inefisiensi di sektor hulu listrik dapat di atasi. Maka itu, Pemerintah harus fokus memperbaiki tata kelola di sektor pembangkit listrik," kata Ilham.

Ilham menegaskan, perlu ada kebijakan revolusioner untuk mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan. Ia mencontohkan, kebijakan itu  misalnya dengan mewajibkan gedung-gedung pemerintah menggunakan listrik yang bersumber dari matahari. Jika ini bisa diwujudkan, Ilham optimis bisa mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan.

"Perlu kebijakan  yang revolusioner untuk memperbaiki tata kelola energi dan pertambangan," katanya.

Tags:

Berita Terkait