Pengelolaan Dana Parpol Rawan Praktik Korupsi
Berita

Pengelolaan Dana Parpol Rawan Praktik Korupsi

UU Parpol No 2 Tahun 2008 amat minim mengatur masalah akuntabilitas dan transparansi dana partai politik.

CR-3/CR-4
Bacaan 2 Menit
Pengelolaan Dana Parpol Rawan Praktik Korupsi
Hukumonline

 

Terkait pertanggungjawaban keuangan, UU yang dulu lebih baik karena semua entitas penerimaan harus dilaporkan ke KPU setiap tahun. Namun UU sekarang (UU No. 2/2008-Red) tak ada kewajiban untuk itu. Eksesnya, Parpol akan mudah dimasuki dana-dana tak jelas/terlarang atau mem-backing praktek illegal, akibatnya Parpol akan berwatak korup, ujar Fahmi.            

 

Selain itu, lanjut Fahmi, audit eksternal yang selama ini dijalankan oleh akuntan publik menjadi ditiadakan oleh UU 2/2008. Hal ini akan berimplikasi pada model pencacatan, pelaporan, dan audit keuangan Parpol tanpa standar baku. Terlebih Pasal 39 UU No. 2 Tahun 2008 menggeser urusan standar pengelolaan keuangan Parpol menjadi hanya urusan internal Parpol lewat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

 

Dalam UU Parpol sekarang ini, Parpol tak ada kewajiban untuk diaudit oleh auditor eksternal terkait sumbangan individu atau perusahaan. Yang diaudit hanya dana subsidi anggaran negara oleh BPK. Mungkin sebagian besar masyarakat tak tahu dari mana dana Parpol berasal, ujar Fahmi.  Jadi kalau Parpol mau berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi, mereka harus mengaturnya lewat Anggaran Rumah Tangga Parpol.   

 

Selain itu, Fahmi mengusulkan Departemen Dalam Negeri untuk menerbitkan peraturan pemerintah terkait standar mekanisme pelaporan keuangan Parpol. UU Parpol ini meski prinsipnya harus transparan, tetapi mekanisme pembukuan/pencatatannya seperti apa, dimana, dan standar apa, ini harus diperjelas. Paling memungkinkan diatur lewat PP, sarannya.

 

Meski UU No. 2/2008 tak mengatur peran akuntan publik dan KPU dalam mengawasi laporan keuangan Parpol, namun Peraturan KPU No. 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu telah mengaturnya.

 

Sebagai contoh, Pasal 12 ayat (3) Peraturan KPU menegaskan setiap Parpol harus memberikan laporan awal dana kampanye Pemilu dalam rekening khusus kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, paling lambat 7 hari sebelum pelaksanaan kampanye dimulai.  Sementara Pasal 14 Peraturan KPU No. 1/2009 juga menegaskan pembukuan dana kampanye Pemilu dimulai sejak 3 hari setelah Parpol ditetapkan sebagai peserta Pemilu dan ditutup 7 hari sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.   

 

Jangan Andalkan Subsidi

Terkait dengan pengaturan dana Parpol, Fahmi menyarankan Parpol harus mandiri tak bergantung pada penyumbang yang memiliki kekuasaan (pejabat publik) dan uang (pengusaha). Kita tak mau aspirasi konstituen bisa dikooptasi oleh segelintir pejabat atau pengusaha yang memiliki uang, tukasnya.

         

Lebih jauh Fahmi menyarankan agar Parpol tak mengandalkan dana yang berasal anggaran negara. Jika Parpol hanya berharap hidup dari subsidi negara, maka Parpol itu akan cendrung akan korup, dalihnya.

 

Dalam kesempatan terpisah, Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan pihaknya akan mengawasi seluruh dana kampanye dari setiap Parpol terutama dana yang bersumber dari keuangan negara sebagai bentuk preventif terjadinya korupsi. Seluruh dana kampanye akan kita awasi terutama dari pejabat publik yang mempergunakan dana lembaga negara, ujar Antasari di sela-sela rapat koordinasi dengan jajaran pimpinan KPU dan Depdagri di Gedung KPU, Jumat (27/02).

Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) dinilai minim akuntabilitas yang akan berakibat melanggengkan praktek pendanaan parpol yang tak transparan dan akuntabel kepada publik. Pasalnya, Undang-undang ini memberi kelonggaran dalam pengelolaan keuangan yang menjadi urusan internal partai.                    

 

Hal ini terungkap dalam konferensi pers Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang Catatan Korupsi Partai Politik, pada Jum'at (27/02) di Jakarta. Konferensi pers ini sebagai respon Deklarasi Antikorupsi 44 Partai Politik Indonesia antara seluruh pimpinan Parpol dan Pimpinan KPK di Gedung KPK, Rabu (25/02) kemarin.    

 

UU No. 2/2008 sangat mengecilkan makna akuntabilitas publik, dimana publik tak memiliki kesempatan untuk mengetahui berapa sebenarnya jumlah sumbangan yang masuk ke Parpol, terutama dari pihak lain selain dari pengurus dan kader Parpol, ujar Fahmi Badoh, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW. 

 

Menurut Fahmi UU Parpol yang baru mengatur keuangan Parpol tak lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan UU Parpol sebelumnya (UU No. 31/2002). UU Parpol yang sekarang tak lagi mewajibkan melaporkan hasil audit dana Parpolnya setiap tahun ke KPU. Hal ini akan berpotensi timbulnya dana-dana liar atau tak jelas ke Parpol seperti kasus aliran dana Departemen Kelautan dan Perikanan ke sejumlah Parpol.     

Tags: