Pengawasan Lemah, Penyelundupan Marak di Perbatasan
Berita

Pengawasan Lemah, Penyelundupan Marak di Perbatasan

Polri sudah merancang suatu konsep yang dinamakan security belt yang diperuntukkan bagi pulau-pulau terluar di wilayah Indonesia.

MVT
Bacaan 2 Menit
Perbatasan Indonesia rawan akan kejahatan transnasional<br> seperti illegal fishing, illegal logging. Foto: SGP
Perbatasan Indonesia rawan akan kejahatan transnasional<br> seperti illegal fishing, illegal logging. Foto: SGP

Komunikasi intensif dengan masyarakat daerah perbatasan Indonesia sangat diperlukan sebagai bagian dari pemberantasan kejahatan penyelundupan dan pembajakan. Pembajak dan penyelundup sering mengandalkan jaringan ekonomi lokal untuk mendukung kejahatan mereka dan seringkali ditoleransi oleh masyarakat perbatasan.

 

“Penting untuk mengetahui bagaimana mereka (pembajak dan penyelundup) terlibat dalam kegiatan ekonomi masyarakat sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan penanggulangannya,” kata Justin V. Hastings, akademisi dari Universitas Sidney, Australia, dalam diskusi di Universitas Atmajaya Jakarta, Jumat (22/7).

 

Lanjutnya, Indonesia memiliki banyak daerah perbatasan yang berpotensi sebagai jalur penyelundupan serta wilayah pembajakan. Di antaranya, Selat Malaka (perbatasan Indonesia-Malaysia-Singapura), Entikong di Kalimantan (Indonesia-Malaysia), dan perbatasan Indonesia-Filipina.

 

Hastings mengatakan penting bagi pemerintah Indonesia untuk memahami kontur (pola) hubungan masyarakat di daerah perbatasan. Menurutnya, ketiga daerah perbatasan yang tadi ia sebutkan memiliki karakteristik yang berbeda.

 

Para para pembajak dan penyelundup masih tergantung pada jaringan ekonomi lokal dan geografi di perbatasan Indonesia untuk beroperasi,” ujarnya.


Sementara, akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Stephanus Desi Prastianto, menambahkan komunikasi antar negara yang terkait juga sangat diperlukan. Artinya, Indonesia perlu mendorong meningkatnya koordinasi dan kerjasama dengan Singapura, Malaysia, serta Filipina dalam mengatasi kejahatan pembajakan dan penyelundupan ini.

 

Stephanus melanjutkan, persoalan utama dalam upaya pemberantasan pembajakan dan penyelundupan adalah lemahnya pengawasan negara. “Memang, kondisi wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan menyulitkan pengawasan sehingga mempermudah kejahatan tersebut,” katanya.

 

Ia menilai, instrumen hukum internasional maupun nasional sudah cukup lengkap untuk menjerat pembajak dan penyelundup. Di antaranya, United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang diratifikasi melalui UU No 17 Tahun 1985. Juga, ada Keputusan Presiden No 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention for the Safety Life at Sea.

 

Awal tahun lalu, Polri juga sudah merancang suatu konsep yang dinamakan security belt. Konsep ini diperuntukkan bagi pulau-pulau terluar di wilayah Indonesia. Karena pulau-pulau terluar dianggap rawan disintegrasi, maka diperlukan border management untuk memperkuat ketahanan nasional. Selain ancaman disintegrasi, ancaman penyelundupan, dan perdagangan manusia (human trafficking) juga sering terjadi di pulau-pulau terluar Indonesia.

 

Dengan demikian, Polri meminta mantan pejabat Badan Intelijen Nasional (BIN) ini membantu menyusun border management untuk pulau-pulau terluar tersebut.

 

Mantan anggota Badan Intelijen Negara yang juga anggota DPR Suripto, ikut membantu. “Saya diminta ikut membantu membuat semacam security belt, kalau saya sih istilahnya border management dalam rangka bagaimana memperkuat ketahanan nasional kita di pulau-pulau terluar”.

 

Ia katakan, sudah sangat mendesak untuk merancang konsep itu karena di Indonesia sering sekali terjadi penyelundupan.

 

Padahal, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pulau-pulau terluar itu mestinya terintegrasi, mulai dari siaran-siaran pemberitaan dalam negeri sampai pada bidang ekonomi dan sosial. Maka dari itu, dengan adanya border management ini diharapkan semua instansi dan unit akan terfokus hanya pada satu pintu.

 

Suripto menerangkan, konsep ini sudah diterapkan oleh negara-negara di bagian timur Eropa yang juga mengalami banyak pembajakan dan penyelundupan, terutama orang (migrasi gelap). “Karena border management-nya itu benar-benar disikapi dengan satu pintu dan dipadukan dalam konteks adanya illegal human trafficking, maupun migrasi gelap yang banyak dari negara, seperti Polandia dan Bulgaria, maka daerah-daerah perbatasan itu diperkuat ketahanannya dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di sana,” ujarnya.

 

Untuk konsep border management ini, Mantan Kepala Badan Pembinaan dan Keamanan (Babinkam) Mabes Polri Iman Hariatna menyatakan kata sepakat. Menurutnya, kedaulatan negara itu penting, sehingga penanganannya harus dilakukan secara komperhensif. “Terutama menyangkut infrastruktur komunikasi dan pembangunan sarana dan prasarana, khususnya di pulau-pulau terpencil yang bependuduk,” katanya.

 

Kata Iman, Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Daerah-daerah perbatasan itu rawan karena rentan akan kejahatan transnasional, illegal fishing, illegal logging, dan sebagainya. “Yang paling rawan itu pulau-pulau yang di perairan,” pungkasnya.

Tags: