Pengawasan Ketenagakerjaan Fokus Cegah Penularan Covid-19
Berita

Pengawasan Ketenagakerjaan Fokus Cegah Penularan Covid-19

Membangun/menyusun kebijakan di sektor ketenagakerjaan harus mengacu konstitusi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Pemerintah sudah mulai menerapkan kebijakan new normal atau tata kehidupan normal baru di tengah pandemi Covid-19. Intinya, kebijakan ini mendorong masyarakat melakukan aktivitas seperti biasa dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat, seperti menggunakan masker, sering cuci tangan. Medio Mei 2020 lalu, Menteri Ketenagakerjaan telah menerbitkan surat edaran bernomor M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Perusahaan.

Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PNK3) Kementerian Ketenagakerjaan Ghazmahadi mengatakan surat edaran itu untuk memberi perlindungan pekerja dan keberlangsungan kegiatan usaha dari dampak pandemi Covid-19 yang masih mewabah di Tanah Air. Ghazmahadi menjelaskan edaran ini memuat 7 langkah yang perlu diperhatikan dalam rangka melindungi keberlangsungan usaha dari dampak pandemi.

Pertama, mengenali prioritas usaha, antara lain menentukan produk/layanan utama usaha, dengan melakukan identifikasi dan membuat pemeringkatan berdasarkan tingkat kepentingannya. Kedua, identifikasi risiko pandemi, ini dilakukan untuk mendapat prioritas dari skenario ancaman untuk dilakukan upaya mitigasi atau respon pada tahap berikutnya. Ketiga, merencanakan mitigasi risiko, seperti menyusun standar operasional prosedur, penerapan K3 dengan langkah-langkah pencegahan penularan di tempat kerja. Keempat, identififkasi respon dampak pandemi, misalnya memastikan pekerja memahami upaya pencegahan penularan Covid-19.

Kelima, merancang dan mengimplementasikan perencanaan keberlangsungan usaha. Keenam, mengkomunikasikan perencanaan keberlangsungan usaha. Ketujuh, melakukan pengujian perencanaan keberlangsungan usaha. Selain itu, protokol kesehatan juga harus diterapkan di perusahaan, misalnya menyediakan sarana cuci tangan, memakai masker. Bahkan dalam melaksanakan new normal, Ghazmahadi mengingatkan protokol kesehatan harus ketat dilakukan sejak pekerja berangkat dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya.

Nantinya, kata Ghazmahadi, pengawas ketenagakerjaan menjalankan tugasnya secara daring dan turun langsung ke lapangan. “Salah satu pengawasan di bidang K3 yakni pencegahan penularan Covid-19,” kata Ghazmahadi dalam diskusi secara daring yang diselenggarakan HKHKI bertema “Arah Kebijakan Pengawasan Hubungan Industrial dan Penerapan New Normal di Tengah Pandemi Covid-19, Kamis (11/6/2020). (Baca Juga: Pemerintah Siapkan Skenario Protokol Normal Baru yang Produktif dan Aman)

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana Prof Payaman Simanjuntak mengatakan penegakan hukum ketenagakerjaan dapat dilakukan secara perdata dan pidana. Terkait dampak Covid-19, persoalan ketenagakerjaan yang terjadi sebagian besar terkait pemenuhan hak pekerja sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan (PP), dan perjanjian kerja bersama (PKB). Misalnya, terkait pemotongan upah, tunjangan hari raya (THR) keagamaan, dan kompensasi pesangon.

“Petugas pengawas ketenagakerjaan diberi hak oleh UU untuk melakukan pemeriksaan dan meminta bantuan tenaga ahli,” ujarnya.

Payaman berpendapat pandemi Covid-19 mempengaruhi praktik ketenagakerjaan dan pemerintah harus merespon hal tersebut melalui kebijakan. Misalnya terkait pembayaran upah dan THR, ada perusahaan yang terdampak Covid-19 yang mengalami kesulitan keuangan. Padahal ketentuan yang berlaku menegaskan upah dan THR harus dibayar tepat waktu. Menteri Ketenagakerjaan merespon kondisi itu dengan menerbitkan surat edaran, sehingga THR dapat dicicil.

Menurut Payaman, peraturan diperlukan sebagai pedoman para pihak menghadapi dampak pandemi Covid-19 di sektor ketenagakerjaan seperti pengusaha, buruh, dan pengawas ketenagakerjaan. Kebijakan yang diterbitkan posisinya harus setingkat dari ketentuan yang diatur, misalnya terkait pengupahan diatur melalui PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Karena itu, pemerintah perlu menerbitkan PP untuk mengatur pengupahan dalam menghadapi dampak Covid-19. Terkait hak pekerja yang tercantum dalam PP dan PKB, penyesuaiannya harus melalui perundingan antara pengusaha dan pekerja.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie mengingatkan dalam membangun kebijakan di sektor ketenagakerjaan harus mengacu konstitusi. Sebagaimana mandat konstitusi, tujuan negara yakni memajukan kesejahteraan umum, termasuk di dalamnya sektor ketenagakerjaan. Dia memprediksi sampai tahun 2024, Covid-19 akan menjadi tantangan tak hanya di sektor Kesehatan, tapi juga meluas pada persoalan sosial dan ekonomi.

Bahkan tidak menutup kemungkinan akan berdampak ke sektor sosial dan politik. “Harus ada kebijakan tersendiri untuk merespon dampak Covid-19. Intinya semua pemangku kepentingan harus diperlakukan secara adil,” pesannya.

Tags:

Berita Terkait