Pengaturan Lawyer Asing: Selalu Dipicu Konflik dan Kepentingan
Fokus

Pengaturan Lawyer Asing: Selalu Dipicu Konflik dan Kepentingan

"Ada uang Abang disayang, tiada uang Abang ditendang." Ungkapan tersebut mungkin dapat menggambarkan pasang surut hubungan konsultan hukum asing dengan konsultan hukum Indonesia. Gawatnya, pasang surut hubungan itu ternyata berimbas pada kebijakan umum mengenai konsultan hukum asing di Indonesia.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Pengaturan Lawyer Asing: Selalu Dipicu Konflik dan Kepentingan
Hukumonline

Pada Juli 2001, Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) menyerahkan draf usulan SK Menteri yang baru mengenai penggunaan konsultan hukum Warga Negara Asing oleh kantor konsultan hukum Indonesia. Draf ini diserahkan kepada Departemen Kehakiman untuk menggantikan SK yang berlaku saat ini. 

Kalau selama ini pengaturan mengenai lawyer asing dianggap tidak komprehensif, parsial, tambal sulam, dan restriktif, rancangan SK baru itu tampaknya tidak berupaya untuk memperbaiki hal tersebut.

Rancangan SK  ini malah menambah beberapa aturan baru yang menimbulkan kontroversi. Misalnya, sebuah kantor hukum yang telah berdiri selama lima tahun dan dipimpin oleh konsultan hukum "senior" baru boleh mempekerjakan lawyer asing.

Dari SK yang pertama muncul, yaitu SK tahun 1974, sampai terakhir SK tahun 1997, terlihat adanya pasang surut sikap pemerintah terhadap keberadaan lawyer asing. SK yang dikeluarkan tahun 1985 misalnya, menyatakan bahwa pemerintah tidak akan memberikan ijin baru bagi lawyer asing.

Bagi lawyer asing yang sudah telanjur bekerja di Indonesia, dibatasi sampai waktu lima tahun sejak SK tersebut keluar. Lucunya, menjelang habisnya waktu lima tahun itu, dibuat  SK tahun 1991 yang memberikan ijin kembali bagi lawyer asing.

Namun, semua perubahan yang terjadi pada SK-SK tersebut hanya merupakan perubahan yang parsial, tambal sulam, dan tidak mencerminkan adanya suatu kebijakan besar mengenai pengaturan lawyer asing. Tidak ada sebuah konsep besar yang mendasari kebijakan mengenai konsultan hukum asing. Apalagi menghubungkan pemberian jasa hukum oleh konsultan hukum asing dengan kebijakan penanaman modal secara keseluruhan.

Lebih gawat lagi, ada indikasi perubahan pengaturan itu hampir selalu dipicu oleh konflik yang terjadi antara lawyer asing dengan konsultan hukum Indonesia atau adanya kepentingan pihak-pihak tertentu.

Peran Mochtar dan Ismail Saleh

Pertama kali ada pengaturan konsultan hukum asing adalah munculnya SK Menteri Kehakiman No J.S.15/24/7 tentang Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan Tenaga Ahli Hukum Warga Negara Asing Pendatang pada Usaha Pemberian Jasa dalam Bidang Hukum tertanggal 6 Juli 1974 . Dalam SK ini, dinyatakan bahwa ahli hukum asing dapat dipekerjakan secara perorangan sebagai penasehat.

Dalam SK ini, juga disebutkan bahwa ahli hukum asing hanya berkedudukan sebagai karyawan dan bergerak hanya dalam lapangan hukum negara asalnya atau hukum internasional. Syaratnya, dengan tidak mencampuri hukum Indonesia, baik di luar maupun di muka pengadilan.

Dalam buku "Advokat Indonesia Mencari Legitimasi" yang merupakan hasil penelitian PSHK, disebutkan bahwa keputusan ini dikeluarkan justru pada saat beberapa kantor hukum asing mempunyai rencana membuka kantor di Jakarta bergabung dengan beberapa advokat Indonesia terkemuka. Namun, niat mereka dicegah oleh SK ini yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman saat itu, Mochtar Kusumaatmadja yang juga pendiri kantor hukum terbesar saat itu, yaitu MKK.

Hal ini dibenarkan oleh seorang lawyer senior. Menurutnya, saat itu akan dibentuk gabungan satu kantor konsultan hukum Amerika dengan Inggris dan Indonesia. Namun kemudian, keluar SK Tahun 1974 tersebut. Dalam SK itu, beberapa peraturannya, seperti mengenai komposisi perbandingan lawyer Indonesia dengan lawyer asing persis seperti pola di kantor Mochtar.

Namun menurut salah seorang pengacara senior, Mochtar saat itu didukung oleh beberapa lawyer ternama, seperti Lukman Hanafiah dan Del Juzar. Bahkan, Lukman Hanafiah bahkan sebelumnya sempat  mengusir salah seorang lawyer asing dari kantornya.

Pada 1985 keluar SK Menteri Kehakiman No. M.01-HT.04.02 tentang Pemberian Jangka Waktu Bekerja Ahli Hukum Warga Negara Asing pada Usaha Pemberian Jasa dalam Bidang Hukum. SK ini secara rermi menolak mengeluarkan ijin baru bagi konsultan hukum asing. Bagi lawyer asing yang sudah bekerja di Indonesia, dibatasi paling lama lima tahun sejak dikeluarkannya SK.

SK tahun 1985 ini merupakan upaya Ismail Saleh, yang merupakan birokrat sejati (dari berkarier di Sekneg, menjadi Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman) untuk menghentikan kehadiran ahli hukum asing. Anehnya, keputusan itu dikeluarkan justru pada saat bidang-bidang jasa yang lain kian terbuka dan pemerintah mencanangkan deregulasi di banyak sektor. 

Salah satu akibatnya adalah munculnya kantor konsultan PMA nonhukum yang sebenarnya memberikan jasa hukum. Para pegawai kantor konsultan itu berlatar belakang pendidikan hukum.  

Kesalahan ini pada akhirnya juga mengurangi kemampuan Departemen Kehakiman dalam pengawasan kehadiran ahli hukum asing. Sampai saat ini, kantor konsultan PMA atau PT konsultan yang memberi jasa hukum ini masih bertebaran. 

AKHI berdiri untuk lobi aturan lawyer asing

Ancaman hengkangnya para lawyer asing akibat SK tahun 1985 ini membuat beberapa konsultan hukum terkemuka berupaya melobi Ismail Saleh agar merevisi ketentuan tersebut. Namun, Ismail bersikeras bahwa ia hanya dapat bicara dengan asosiasi dan bukan dengan perorangan atau wakil kantor-kantor tertentu.

Akhirnya, banyak kantor konsultan hukum terkemuka pada saat itu bergabung dalam AKHI untuk melobi menteri agar mengganti peraturannya yang dinilai merugikannya.

Berkat lobi AKHI itu, Menkeh Ismail Saleh, menelurkan kebijakan baru berupa keputusan No. M. 01-HT.04.02 tahun 1991 tentang penggunaan ahli hukum warga negara asing oleh kantor konsultan hukum Indonesia. SK ini membuka kembali pintu masuk bagi advokat asing, karena secara bersamaan SK tersebut juga mencabut dua SK sebelumnya.

Namun, kisah pembentukan AKHI yang didasari kepentingan untuk mengubah SK itu  dibantah oleh Ketua AKHI, Hoesein Wiriadinata. Menurutnya, keinginan perubahan SK menteri tersebut hanya merupakan salah satu alasan dibentuknya AKHI.

"Kalau itu satu-satunya alasan, nggak. AKHI  dibentuk dari dulu karena ada keperluan. Dalam pelaksanaannya, AKHI tidak hanya mengurusi lawyer asing saja," ujar Hoesein kepada hukumonline.

Hoesein menjelaskan bahwa pada saat itu, para pengurus AKHI menggebu-gebu bercita-cita mendirikan asosiasi profesi karena merasa ada kebutuhan untuk itu. "Masa dibilang cuma segitu saja...," ujarnya. Apalagi menurutnya, AKHI berdiri pada 1989, sedangkan SK itu keluar tahun 1991.

Babak selanjutnya 

SK itu kemudian diubah lagi dengan SK No M.01.HT.04.02 Tahun 1997 yang lebih "moderat" jika dibandingkan dengan SK-SK sebelumnya. SK ini tidak memberi jangka waktu maksimum keberadaan lawyer asing di Indonesia dan membolehkan lawyer asing yang bekerja berdasarkan kerjasama antara konsultan hukum Indonesia dengan konsultan hukum asing (biasanya dikenal dengan afiliasi-red).

Pada 1998, sebenarnya  hampir terjadi perubahan atas SK tahun 1997 tersebut. Cerita bermula ketika Hotman Paris Hutapea yang saat itu bekerja di Makarim & Taira (M&T) "ribut" dengan Michael L . Hooton, seorang lawyer asing di sana. Gara-garanya, Michael  pindah ke Morgan, Lewis, dan Bockius (MLB) di Singapura dengan membawa klien M&T.

Hotman lalu menggandeng beberapa pengacara senior seperti Adnan Buyung Nasution, Kartini Muljadi, dan lain-lain. "Buyung lalu berteriak dan melaporkan pengacara asing itu ke Mabes polri. Jagad hukum pun lalu geger. Banyak lawyer asing yang bertiarap, termasuk lawyer-lawyer dari PT MLB Indonesia yang ditengarai hanyalah kepanjangan tangan MLB LLP di Amerika Serikat," tulis Media Indonesia, 16 September 1999.

Setelah itu, beberapa lawyer sempat berkumpul untuk membicarakan cara mengatur lawyer asing yang bisa diterima oleh semua pihak. Mereka juga sempat membuat draf untuk mengubah SK Menteri tersebut.

Entah mengapa, draf itu hanya menjadi sebatas draf dan tidak ditindaklanjuti. Setelah lama tertidur, rupanya gagasan itu belum pupus. Baru sekarang pada 2001, AKHI tiba-tiba mengeluarkan rancangan SK tersebut.

Kisah di balik rancangan SK baru

Sama seperti pada pembentukan SK-Sk sebelumnya, rancangan SK yang baru ini pun dipicu oleh konflik yang terjadi antara konsultan Indonesia dengan lawyer asing. Kabarnya, SK ini lahir karena Hoesein Wiriadinata, ketua AKHI yang merupakan salah seorang penggagas SK ini, mengalami konflik dengan mantan lawyer asing di kantornya, yaitu David Dawborn.

Dawborn tadinya bekerja di Allens Arthur Robinson, law firm Australia yang bekerjasama dengan Wiriadinata Widyawan (WW). Ia yang sejak 1992-1993 bekerja di WW tiba-tiba keluar dengan memboyong seorang junior patrner dan beberapa associate senior.

Mereka membentuk suatu law firm baru, yaitu Hiswara Bunjamin dan Tandjung (HBT), yang berafiliasi dengan Herbert Smith, tempat di mana Dawborn pindah setelah keluar dari Allens Arthur Robinson.

Proses kepindahan konon tidak berlangsung secara "baik-baik" . Tudingan pun dialamatkan pada kantor law firm baru itu. Pasalnya, sejumlah anak muda pendiri kantor itu dianggap hanya sebagai topeng dari pemilik sebenarnya, yaitu pihak asing.

Ketika dikonfirmasi tentang hal ini, Hoesein membantah jika pengalaman  buruknya itu merupakan satu satunya pemicu dari lahirnya rancangan SK baru ini. "Tidak satu-satunya," tukas Hoesein.

Menurutnya, draf SK itu sudah ada sejak dulu. Hanya saja, tidak pernah selesai dibahas di AKHI. Lahirnya rancangan SK lebih pada  pemikiran adanya lawyer asing yang berlama-lama di Indonesia sampai berpuluh tahun. Padahal jika  kepentingan adanya lawyer asing adalah untuk transfer of knowledge, maka pembatasan waktu paling lama enam tahun  sudah tepat.

Selain itu, ada keprihatinan bahwa lawyer Indonesia yang muda-muda selama ini digandeng oleh lawyer asing untuk membuka kantor. Yang dikhawatirkan, lawyer muda itu akhirnya hanya dimanfaatkan oleh para lawyer asing tersebut.

Menanggapi tudingan itu, salah seorang pendiri HBT, Zaky Tandjung hanya mengatakan; "Kalau mereka bisa buktikan kami sebagai topeng, silakan buktikan. Jika anak muda pasti dibonceng, saya rasa itu persepsi yang keliru. Mereka yang mengusulkan draf rancangan SK itu pun semua menggunakan lawyer asing".

Penegasan juga disampaikan oleh Iril Hiswara, partner dan pendiri HBT. "Yang pasti, ini kantor kami. Kami kerjasama antara Herbert Smith sebagai institusi dengan kami, HBT sebagai firm. Lawyer Herbert Smith diperbantukan di HBT, statusnya adalah karyawan kami," ujarnya kepeda hukumonline.

Iril menjelaskan bahwa David Dawborn adalah partner Herbert Smith  dan diperbantukan di sini. "Ia tidak punya share. Kalau misalnya  kami putus hubungan dengan Herbert Smith, maka maka David pulang dan ikut Herbert Smith," ujar Iril.

Semoga lahirnya rancangan SK ini memang tidak disebabkan pengalaman buruk pembuatnya. Karena lahirnya suatu  peraturan, jelas tidak boleh didasari oleh konflik yang terjadi atau karena  kepentingan  pihak-pihak yang membuatnya.

Tags: