Pengaturan Kejahatan Korporasi dalam RKUHP Perlu Sinkronisasi
Berita

Pengaturan Kejahatan Korporasi dalam RKUHP Perlu Sinkronisasi

Pengaturan tindak pidana yang dilakukan korporasi jauh lebih lengkap ketimbang UU Pemberantasan Tpikor. Ada sekitar enam pasal pengaturan tanggung jawab korporasi dalam RKUHP.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Undang-Undang (UU) No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dipandang belum memiliki perangkat hukum memadai untuk menjerat korporasi dalam upaya pemberantasan korupsi secara efektif. Faktanya, cukup banyak kejahatan korupsi tak hanya dilakukan individu atau kelompok, tetapi sekaligus melibatkan entitas korporasi atau perusahaan.

 

Karena itu, diusulkan pengaturan kejahatan korporasi secara umum perlu diatur lebih jelas dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) agar sinkron dengan Undang-Undang Khusus yang mengatur tindak pidana khusus di luar KUHP yang subjek hukumnya  baik perorangan maupun badan hukum korporasi.

 

Misalnya, pidana denda dalam UU Pemberantasan Tipikor relatif lebih ringan ketimbang pidana denda terhadap korporasi dalam RKUHP. Hal ini bisa menjadi cela bagi aparat penegak hukum dan tidak membuat efek jera bagi korporasi yang kerap melakukan kejahatan.  

 

“Belum lagi, ada kemungkinan pengaturan pidana tambahan terhadap korporasi (penutupan perusahaan),” ujar pengajar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan Bandung, Agustinus Pohan dalam sebuah diskusi bertajuk “Mendorong RKUHP yang Pro Penanganan Tipikor dan Tipidsus Lain” di Gedung DPR, Rabu (4/7/2018). Baca Juga: Perusahaan BUMN Ditetapkan KPK Tersangka Korupsi

 

Meski begitu, kelebihan dalam pengaturan RKUHP dapat dimanfaatkan dalam upaya efektivitas pemberantasan korupsi yang melibatkan korporasi. Menurutnya, jera korupsi baik bagi perorangan maupun korporasi merujuk pada Pasal 14 UU Pemberantasan Tipikor.  

 

Pasal 14 UU Pemberantasan Korupsi menyebutkan, “Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini”. Sementara Pasal 205 ayat (1) RKUHP memberlakukan Bab I-Bab IV terhadap tindak pidana di luar KUHP.

 

“Dengan begitu, pengaturan kejahatan korporasi dalam perkara korupsi dapat juga diberlakukan pidana korporasi dalam RKUHP. Pilihan lain, dapat melakukan revisi terhadap UU Pemberantasan Tipikor yang berlaku saat ini (agar sinkron),” kata dia.

 

Miliki kekurangan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju mengungkapkan pertanggungjawaban korporasi memang lebih lengkap diatur dalam RKUHP ketimbang UU Pemberantasan Tipikor. Kejahatan korporasi ini telah diatur dalam bab tindak pidana di luar KUHP yakni Pasal 52-57 RKUHP.

 

“Ada enam pasal pengaturan tanggung jawab korporasi. Namun, kedudukan korporasi sebagai subjek hukum dalam RKUHP masih dirasa memiliki kekurangan,” ujar Anggara.

 

Menurutnya, definisi korporasi dalam RKUHP masih sebatas teori identifikasi yakni bertanggung jawab atas perbuatan pemimpinnya. Padahal korporasi sejatinya dapat dipidana atas dasar misalnya, vicarious liability, teori corporate culture atau pelaku fungsional. Dengan demikian, pengaturan korporasi dalam RKUHP seolah menyamakan antara korporasi sebagai subyek hukum dengan pemimpin/pengurus korporasi sebagai subjek hukum.

 

“Padahal antara pertanggungjawaban korporasi dengan pertanggungjawaban pimpinan merupakan hak yang berbeda,” katanya.

 

Anggota tim perumus RKUHP Prof Muladi mengingatkan berlakunya RKUHP tidak kemudian mengesampingkan UU Pemberantasan Tipikor. Menurutnya, UU Pemberantasan Tipikor tetap berlaku sebagai ketentuan khusus, kecuali ada pasal-pasal yang telah diubah atau baru dalam RKUHP. “Karena itu, revisi terhadap UU Pemberantasan Tipikor pun memang perlu dilakukan (agar sinkron),” ujar Muladi.  

 

Seperti diketahui, RKUHP telah memasukan empat jenis tindak pidana korupsi yang terdapat dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Yakni memperdagangkan pengaruh, penyuapan di sektor swasta, memperkaya secara tidak sah, serta penyuapan pejabat publik asing dan pejabat publik internasional.

 

Muladi memastikan aturan tanggung jawab terhadap korporasi (dalam UU Pemberantasan Tipikor) tetap berlaku. Bahkan Muladi mengklaim terdapat penguatan dalam RKUHP. “Tanggung jawab pidana korporasi tetap berlaku,” katanya.

Tags:

Berita Terkait